Awal perjalanan yang cukup menegangkan untuk Rasen, Rasen tidak tau adiknya merasakan hal itu juga atau tidak. Rasen takut Arsha kesurupan karena tidak bisa menahannya. "Raf, bisa gantian dulu gak nyetirnya?" tanya Rasen kepada Rafa yang sedang memainkan ponsel pintarnya. "Boleh dong, tapi kenapa?" ujar Rafa balik bertanya. "Saya ada yang kelupaan mau hubungin papa saya dulu," jawab Rasen membuat Rafa menganggukkan kepalanya. "Saya duduk di belakang sama Arsha, ya, Na? Kamu yang di depan, gak apa-apa?" tanya Rasen pada Eleena tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. "Gak apa-apa kok," jawab Eleena menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Rasen melihat ada pom bensin beberapa meter di depannya, sepertinya lebih baik ia berhenti dulu di sana, pikirnya. Posisi mereka sudah berpindah sekarang, Rafa memegang kemudi, Eleena duduk di sebelahnya dan Rasen duduk di belakang bersama Arsha adiknya. Rasen melihat ponselnya ternyata sudah ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab yang m
"Emangnya Arsha tau pacaran itu apa?" tanya Rafa menyandarkan dagunya ke kedua tangannya yang bertumpu pada meja sambil menatap Arsha dengan alis yang terangkat, Rafa menggodanya. "Aku tau, temen-temen Arsha banyak yang pacaran," jawab Arsha dengan wajah yang tiba-tiba memerah ketika ditatap oleh Rafa. "Lagian Arsha udah SMP, dia pasti taulah," duga Rasen menyimpan sendok es krimnya. "Arsha sendiri udah punya pacar?" tanya Eleena dengan mata yang berbinar dan perasaan yang penasaran, apa anak SMP seperti Arsha sudah cinta-cintaan? Saat Eleena SMP dia tidak pernah merasakan hal-hal seperti itu, pikir Eleena. Arsha menggeleng dengan cepat saat mendengar pertanyaan Eleena. "Arsha gak boleh pacaran kata Papa. Tapi ada yang suka sama Arsha." Rasen mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Arsha. "Tau dari mana kalau ada yang suka sama kamu, Dek?" Rasen mencondongkan badannya merasa tertarik dengan pernyataan Arsha, belum pernah adiknya itu bercerita tentan
Rasen berdiri sendiri di atas rooftop kampusnya, angin berembus kencang menerpa wajahnya yang tampak tegas dengan potongan rambutnya yang pas membuatnya terlihat tampan dan berkharisma. Latar belakang langit oranye dan beberapa awan terpajang membuat kesan Rasen terlihat sangat cocok seperti anak senja.Banyak pertanyaan tak terbendung di pikirannya, rasa kesal dan sebal juga tak luput dalam hatinya. Rasen memejamkan matanya mencoba memanggil sosok yang selama ini sering mengganggu aktifitasnya. Kesabaran Rasen sudah memuncak saat melihat apa yang sosok hantu itu lakukan terhadap foto Rasen dan Eleena. Tidak seharusnya sosok itu menampakkan diri di hadapan kedua sahabat baiknya dan membuat mereka ketakutan.Rasen marah kali ini, ia sudah muak dengan tingkah laku hantu itu dalam mencari perhatiannya. Rasen sengaja tidak mengusirnya karena merasa kasihan, tapi semakin lama Rasen semakin kesal dibuatnya.Bulu kuduk Rasen meremang ketika ada sebuah embusan angin men
Seekor kucing putih dengan warna mata yang berbeda sedang fokus memperhatikan mainan berbulu yang di pegang oleh Eleena. Eleena sedang menunggu kedatangan Rasen yang katanya sore ini mau main ke rumahnya bersama Rafa. Dengan lincah, kucing itu mengejar kemana pun mainan yang diarahkan oleh Eleena, hal itu membuat Eleena tertawa karena ekspresi dan tingkah kucing tersebut.Namun tiba-tiba sore itu langit menurunkan hujan yang seketika deras, memang sebelumnya awan mendung sudah menghiasi langit. Tetapi Eleena tidak menyangka hujan akan turun karena hari-hari sebelumnya awan juga terlihat gelap namun tidak menurunkan hujan.Eleena mendapati ponselnya yang berdering dengan keras, satu panggilan masuk dari Rasen terpampang di layar ponselnya, Eleena segera mengangkat panggilan telepon tersebut."Halo, assalamualaikum.""Halo, waalaikumussalam, Na. Ini saya sama Rafa lagi neduh dulu di halte. Di sini tiba-tiba hujan besar banget. Di rumah kamu hujan juga gak?"
Suara motor yang melaju melewati rumah Eleena terdengar seperti menghantam sesuatu di depannya sehingga suara rem begitu nyaring terdengar membuat perdebatan Eleena dan Rafa seketika berhenti."Apaan tuh?" tanya Rafa terkejut. "Gak tau," ujar Eleena disertai gelengan kepala. "Buruan liat ke depan," suruh Eleena yang langsung dituruti Rafa.Suara motor terdengar menjauh saat Rafa membuka pagar rumah Eleena. Saat Rafa sudah keluar, ia terdiam ketika melihat seekor kucing putih terbaring di tengah jalan dengan darah yang menggenang keluar dari mulut, hidung dan kepalanya.Eleena dan Rasen yang menyusul seketika melebarkan matanya, terutama Eleena. Eleena melihat kucing putihnya yang belum sempat ia beri nama itu sudah tergeletak dengan mengenaskan di tengah jalan membuatnya lemas.Dengan histeris Eleena menghampiri kucingnya, tangan Eleena yang bergetar mencoba mengusap pelan badan kucingnya yang sepertinya sudah tidak bernyawa. Air mata mengalir di pipinya,
"Lo kenapa sih, Len? Celingak-celinguk mulu kaya orang bingung?" tanya Rafa melahap sesendok mie ayamnya. Eleena yang mendengar namanya disebut pun menoleh pada Rafa, terlihat Rasen juga memperhatikannya penasaran."Kenapa?" Kini Rasen mengeluarkan suaranya dengan lembut membuat Eleena menatapnya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Gue tadi kaya liat seseorang yang familiar banget, tapi pas gue liat lagi udah gak ada," jelas Eleena lalu meminum susu kocok miliknya. "Siapa?" tanya Rasen."Gak tau, gue lupa. Tapi gue kaya kenal banget gitu rasanya, gue jadi penasaran." Rasen mengerutkan dahinya entah kenapa. "So kenal aja kali, lo," canda Rafa tidak terlalu menghiraukan perkataan Eleena.Mie bakso pedas yang ada dihadapan Eleena kini sudah mulai menurunkan suhunya, hal itu terlihat dari asap yang sudah mulai hilang perlahan. "Makan dulu baksonya, Na," tegur Rasen saat lagi-lagi melihat Eleena melamun menatap kosong ke arah depan. "Iya, Sen. Ini mau kok,"
Rasen menghampiri Eleena dan Rafa yang sedang asyik dengan ponsel mereka masing-masing. Rasen duduk tanpa mengeluarkan satu kata pun membuat Eleena mengalihkan perhatiannya pada Rasen karena merasa ada sedikit pergerakan di sekitarnya."Hai, Sen! Lo tau gak? Tadi di kantin, gelas bekas es teh bekas lo minum tiba-tiba jatuh terus pecah sendiri. Aneh banget tau ga!?" seru Eleena segera menceritakan kejadian yang baru saja ia dan Rafa alami di kantin. Kening Rasen berkerut menandakan ia tidak mengerti."Iya, gak kesenggol, gak ada apa-apa, tiba-tiba itu gelas jatoh padahal disimpennya gak di ujung meja. Aneh, ajaib," ujar Rafa tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang ia genggam."Kok bisa?" tanya Rasen tidak mengerti."Pertanyaan lo juga sama kaya pertanyaan kita, kok bisa-bisanya coba kaya gitu?" balas Eleena memainkan gantungan boneka yang ada di tasnya. Rasen mengalihkan perhatiannya pada gantungan boneka rajutan berbentuk seorang gadis
Laras dan Bintang sedang berada di sebuah cafe dengan laptop dan beberapa buku di hadapan mereka. Laras melihat-lihat sosial media yang menampilkan sebuah story dari akun Onsgram milik Eleena, Laras memperhatikan satu video yang berisi Rafa sedang bercerita lucu dan Eleena serta Rasen hanya tertawa melihatnya. Perasaan Laras menjadi kesal, ia menyimpan ponselnya dengan keras membuat Bintang yang sedang sibuk dengan laptopnya seketika terkejut."Kenapa sih, Ras?" tanya Bintang menatapnya malas."Susah banget deket sama Eleena, so cantik banget itu anak," keluh Laras menyeruput minumannya."Gue juga gak paham, gagal mulu rencana kita buat deket sama dia.""Padahal gue juga cantik, kaya, tapi kenapa ya?" gumam Laras pelan namun Bintang masih bisa mendengarnya."Si Rasen kaya dinding gak sih? Apa-apa Eleena larinya ke Rasen, caper banget gak sih si Eleena?" ujar Bintang mengkompori."Iya 'kan? Sekarang yang dibahas sama anak-an