Eleena dan kedua teman barunya sudah berada di kantin. Ini pertama kalinya Eleena menginjakkan kakinya di kantin kampusnya. Tidak terlalu penuh hanya terisi sebagian saja.
Saat Eleena datang, entah kenapa ia menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa disana. Mungkin karena kecantikannya, hal itu pun disadari oleh Laras dan Bintang. Mereka saling berbisik di belakang Eleena.
"Lo liat? Rata-rata mahasiswa di sini merhatiin kita, eh ngga. Lebih tepatnya merhatiin si Eleena." Laras berbisik sangat pelan kepada Bintang seraya mengikuti Eleena yang berjalan santai di depannya. Bintang mengangguk setuju.
"Gue udah tau, liat dari mukanya dia yang cantik banget, ini cewek pasti bakal jadi primadona kampus. Dan terbukti 'kan sekarang? Baru masuk kantin aja banyak yang merhatiin dia, dari maba sampai kating. Pokoknya kita harus bisa jadi temen terdekat dia biar kita juga dilirik sama mahasiswa lain," bisik Laras lagi sambil tertawa dengan sangat pelan yang diikuti juga oleh anggukan Bintang sambil tertawa pelan takut-takut terdengar oleh Eleena.
Eleena berbalik dan melihat kedua teman barunya ini agak aneh. Mereka tertawa tanpa suara di belakang Eleena. Apa yang mereka tertawakan? Mengapa tidak mengajaknya juga? Pikir Eleena.
"Kalian ngetawain apa?" tanya Eleena yang membuat kedua gadis itu terkejut dan berhenti tertawa seketika.
Laras tersenyum lalu mengalihkan pembicaraan, "Lo mau pesen apa, Len? Gue pesenin mau?" Eleena tidak menjawab. "Gue aja yang pesenin, lo mau pesen apa, Ras?" Bintang kini bersuara.
"Gue mau mie ayam sama es teh manis deh, lo mau apa Eleena?" jawab Laras sekaligus bertanya pada Eleena.
"Gue ...." Seketika Eleena tidak melanjutkan ucapannya karena melihat target utama yang dia incar sejak di kelas tadi. "Gue ada urusan, kalian makan duluan aja, ya. Gak usah nungguin gue juga, oke? Bye-bye," ujar Eleena seraya meninggalkan kedua gadis tersebut.
Kedua gadis tersebut heran dan sedikit sebal karena Eleena tiba-tiba meninggalkan mereka. Mereka masih memerhatikan kemana Eleena pergi dan ternyata Eleena menghampiri seorang laki-laki yang sangat tampan yang mereka ingat kalau mereka tadi satu kelas dengan dia.
"Kayanya si Eleena ngincer tuh cowok deh. Siapa namanya?" tanya Laras.
"Si Kersen?" Bintang balik bertanya takut-takut nama yang ia sebut salah, yang memang jelas saja salah.
"Rasen, bego!" seru Laras yang sedikit sebal. "Bodo amatlah, buruan pesen makan. Kesel banget gue, kegatelan banget si Eleena. Gue tikung tau rasa dia!" seru Laras dengan kesal, Bintang sedikit setuju dengan perkataan Laras.
"Ya udah deh, gue pesen dulu. Lo cari tempat duduk," jawab Bintang, lalu setelah itu mereka berpisah. Bintang memesan makanan dan Laras mencari tempat duduk kosong.
***
"Hai," sapa Eleena setelah sampai di depan laki-laki incarannya, Rasen. Rasen sedikit terkejut karena ia sedang berjalan santai dan asyik berbincang dengan Rafa.
"Hai, nama lo siapa?" tanya Rafa, seseorang yang tidak Eleena harapkan untuk menanyai namanya. Langkah mereka terhenti saat itu.
"Nama gue Eleena, kalau lo?" Eleena mengulurkan tangannya tapi bukan ke Rafa melainkan kepada Rasen. Membuat Rafa merasa sangat kecewa padahal ia yang bertanya. Rasen melirik Rafa lalu melirik ke uluran tangan Eleena.
Tidak peduli, Rasen melewati Eleena begitu saja yang membuat Eleena benar-benar kesal dibuatnya. Rafa melihat itu pun sedikit terkejut dan ingin tertawa, Eleena mendapat balasan yang benar-benar melebihi apa yang Rafa rasakan sepertinya.
"Rasen! Tungguin gue!" teriak Rafa menyusul Rasen seraya tertawa melihat Eleena yang dengan jelas tidak dipedulikan oleh Rasen. Dan tentu saja itu membuat Eleena tambah kesal.
Tapi berkat teriakan Rafa yang memanggil laki-laki itu, Eleena jadi mengetahui namanya. Rasen, rasanya Eleena ingin berterimakasih kepada Rafa karena meneriaki namanya. Eleena mengikuti mereka berdua, Rasen dan Rafa duduk di salah satu bangku yang masih kosong. Eleena ikut duduk dihadapan Rasen dengan tidak tahu malunya.
"Thanks, Raf. Gue jadi tau namanya, jadi nama lo Rasen? Wah, udah ke berapa kali nih kita ketemu. Dan udah ke berapa kali juga nih gue nanya nama lo." Eleena berkata dengan sangat semangat dan ceria seakan-akan kejadian tadi tidak pernah ia alami. Dan ke berapa kali katanya? Eleena dan Rasen hanya bertemu tiga kali, dan Eleena baru bertanya nama Rasen sebanyak dua kali. Memangnya Eleena pikir sudah berapa kali?
Rafa melongo dan tidak percaya dengan tingkah laku Eleena, namun ia hanya tersenyum. Berani juga nih cewek, pikir Rafa. "Sama-sama loh ya, by the way emang lo udah ketemu Rasen berapa kali?" Tatapan Eleena beralih kepada Rafa seraya tersenyum dan mengacungkan dua jarinya, yang satu jari telunjuk dan satunya lagi jari tengah.
"Baru dua?" tanya Rafa heran.
Eleena menggeleng, "Eh, ngga Raf, tiga. Yang pertama waktu itu Rasen nabrak gue di depan lift. Tau ga? Kaya abis liat setan dia, haha. Trus ke dua tuh di parkiran mall, yang ketiga tuh sekarang hehe. Dan mungkin bakal ada pertemuan ke empat, ke lima, ke enam, ke–" ucapan Eleena terhenti karena Rasen meminta Eleena untuk diam.
"Sssstttt, kamu itu berisik banget. Saya ke kantin buat makan bukan buat dengerin ocehan gak jelas kamu." Rasen berbicara lalu mengisyaratkan Eleena untuk diam dengan menunjukkan jari telunjuk nya di depan bibirnya sendiri.
Eleena diam cemberut, "Kita pesen makan dah, yok! Lo mau pesen apa, Len? Gue panggil Len aja ya biar akrab. Trus lo mau apa, Sen? Biar gue pesenin pesenan kalian, mumpung nih ya gue lagi baik."
Eleena menatap Rafa dengan wajah lesunya lalu tatapannya kembali ke Rasen yang tentu saja Rasen tidak menatapnya sama sekali. "Gak apa-apa, Raf?" tanya Rasen merasa tidak enak.
"Gak apa-apa, santai aja."
"Yaudah kalau gitu, saya mau mie bakso pedes sama jus alpuket. Nih uangnya, saya bayarin juga punya kamu." Rasen memberikan selembar uang seratus ribu kepada Rafa. Tentu saja Rafa menerimanya dengan senang hati.
"Serius lo bayarin makan gue?" tanya Rafa tidak percaya, baru pertama kali bertemu Rasen sudah seroyal itu untuk mentraktir ia makan. Rasen hanya mengangguk menjawab pertanyaan Rafa.
"Kalo lo, Len? Eh, Sen, si Eleena lo bayarin juga kan?"
"Gak, dia bayar aja sendiri," tukas Rasen yang membuat ekspresi Eleena terlihat sedih tapi menggemaskan. Eleena menatap Rasen berbinar, berharap Rasen mau juga mentraktirnya. Lumayan juga 'kan hemat uang jajan walaupun sebenarnya Eleena juga punya cukup uang.
"Apa liat-liat? Gak usah pasang tampang kaya gitu juga." Eleena memanyunkan bibirnya tapi kembali tersenyum semangat ketika mendengar Rasen lanjut berbicara, "Yaudah pake uang itu aja Raf, cukup 'kan segitu buat tiga orang?" Pertanyaan Rasen langsung dianggukki oleh Rafa yang ikut senang.
"Jadi lo mau apa, Len?" tanya Rafa.
"Samain kayak yang Rasen pesen aja, Raf," jawab Eleena.
"Okey, tunggu ya saudara dan saudari, Babang Rafa akan segera kembali." Rafa pergi meninggalkan mereka berdua. Iya hanya berdua, setidaknya mereka berdua di meja itu.
"Makasih ya, Sen, ntaran gantian ya gue yang traktir lo, ya, ya, ya, ya." Eleena tersenyum dengan sangat menggemaskan kepada Rasen.
"Iya, terserah." Rasen sebenarnya sedikit terpukau dengan gadis di depannya ini. Senyumnya sangat manis dan cantik, dan entahlah Rasen pikir sepertinya gadis ini selalu bisa mengeluarkan vibes yang positif ke sekitarnya.
Rasen melihat ke arah pohon di luar kantin ini, ia tidak mau terjebak dengan gadis di depannya itu. Dan wajar saja terlihat pohon di luar dengan jelas, walaupun atapnya tertutup tapi kantin ini tidak tertutup oleh tembok di sisi-sisinya, sebut saja kantin ini kantin outdoor.
Ada seseorang mengintip disana, dibalik pohon itu. Rasen tau, sepertinya hantu gadis yang ia temui di rooftop sedang mengawasinya. Sedikit kesal, kenapa sosok hantu tersebut masih saja menghantuinya, pikir Rasen.
"Rasen lo liatin apa?" tanya Eleena heran karena melihat wajah Rasen begitu serius memerhatikan sesuatu di belakangnya.
Eleena berbalik, tidak ada yang menarik. Apa yang Rasen liat sampai muka dia seserius itu? Pikir Eleena.
"Kamu gak usah kepo, lagian kamu gak akan bisa liat apa yang saya liat." Eleena mengernyitkan alisnya, maksud laki-laki di depannya ini apa? Kenapa Eleena tidak bisa melihatnya juga?
Rasen yang melihat ekspresi Eleena pun menyadari ucapannya yang jelas akan membuat gadis dihadapannya ini bingung.
"Sial, pake keceplosan segala," batin Rasen.
Rasen sedang berjalan-jalan sendiri di lorong kampusnya. Ia belum begitu mengenal lingkungan ini jadi dia berinisiatif melihat-lihat untuk lebih mengenal lingkungan barunya. Tidak begitu sepi, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Ada juga mahasiswi yang sedang mengobrol di kursi lorong dan ketika Rasen lewat, Rasen mendengar samar-samar bahwa Rasen menjadi bahan obrolan mereka setelahnya. Rasen tidak peduli. Tapi Rasen terkejut saat ia melewati lab bahasa. Ia melihat sosok hitam, tinggi, besar dengan penuh bulu disana, Rasen berpaling. Tidak mau sosok itu tahu bahwa ia bisa melihatnya. Rasen lanjut berjalan, terlihat lebih sepi di daerah sini. Entahlah, Rasen sendiri tidak tahu dia dimana. Sebut saja Rasen sedang tersasar di kampusnya sendiri. Rasen berjalan lurus sampai ke ujung, sepertinya itu area belakang kampus ini. Terlihat dari arah Rasen berjalan, ada rumput-rumput yang lumayan tinggi di ujung sana. Rasen penasaran dan terus berjalan sehingga dia sadar
Rasen terbangun dari tidurnya ketika mimpi yang ia alami benar-benar terasa seperti nyata.Badannya berkeringat, jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya bergetar. Sebelumnya ia tidak pernah mimpi seperti itu.Rasen ingat persis mimpinya, itu kejadian saat Rasen masih SD bersama sahabat kecilnya dulu. Dan juga Rasen ingat dulu mereka benar-benar pergi membeli es krim bukan seperti yang terjadi di mimpi Rasen tadi.Rasen melihat gadis kecil itu berubah menjadi lebih tinggi darinya, wajahnya tersayat-sayat dan mengeluarkan banyak darah, tatapan matanya yang menyeramkan, rambutnya yang sangat panjang, memakai dress berwarna kuning terang dengan bercak darah yang sangat banyak di bagian dadanya dan di akhir sosok tersebut berteriak sangat keras hingga membuat Rasen akhirnya terbangun dari tidurnya.Rasen merinding, sangat menyeramkan. Bila diingat-ingat sosok tadi hampir mirip dengan sosok hantu yang ia temui akhir-akhir ini. Sosok hantu gadis rooftop. Rasen melihat jam di dinding
Rasen dan Rafa sedang asik bermain game mobile di taman depan kampusnya. Suasana di sana benar-benar sejuk, pohon-pohon pun terlihat rindang menghalangi sinar matahari yang ingin menyinari mereka secara langsung."Kalian gue cariin di kantin gak ada, ternyata lagi asik ngadem di sini," ujar Eleena yang tiba-tiba duduk di kursi kosong bersebrangan dengan Rasen. Rasen dan Rafa melirik sekilas ke arah Eleena lalu kembali fokus ke game yang mereka mainkan."Eh, Len, bentar ya gue lagi fokus ngegame dulu nih. Sen! Sen, lord nya itu dikit lagi sampah aja," cetus Rafa tanpa menatap Eleena di sebelahnya.Eleena cemberut dan memakan cemilan yang ia bawa tadi dari kantin. Ada satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya.Laras :Eleena lo dimana? Gak makan bareng gue sama Bintang?Eleena:Sorry, gue udah makan. Lo makan aja sama Bintang, oke.Eleena mengembuskan napasnya. Sedikit bosan, ia lanjut melihat-lihat postingan teman-temannya di media sosial."Sorry, Len, nih kita udah selesai mainnya."Ele
Hari ini hari di mana Double R mengikuti lomba pada siang hari nanti. Untung saja Rasen hari ini hanya ada kelas pagi. Pagi ini Rasen, Rafa dan Eleena sedang berada di dalam kelas menunggu dosen masuk. "Tumben lo bawa gitar, Sen," ujar Rafa menghadap belakang ke arah Rasen, Rafa duduk di depan Rasen dan Eleena di sebelah kiri Rasen. Rasen mengangguk, "Iya, mau ikut lomba abis kelas selesai." "Hari ini? Lomba dimana? Gue boleh liat ga?" tanya Eleena terlihat excited mengetahui Rasen sepertinya jago bermain gitar. "Di kampus temen saya," balas Rasen. "Wah, gue nonton boleh gak nih? Mumpung hari ini kita cuma ada kelas pagi doang," cetus Rafa, sebenarnya ia hanya ingin menemani Eleena untuk menonton Rasen. "Boleh kayanya, nanti saya tanya temen saya dulu." "Yeay, lo pasti jago banget main gitarnya. Pokoknya gue mau liat, ya,
"Lo suka ya sama Rasen?" tanya Rizki saat sedang berjalan ke arah taman belakang, mereka hanya berjalan berdua saat ini.Eleena terkejut mendengar pertanyaan atau mungkin lebih tepat pernyataannya Rizki. Apa terlalu keliatan jelas ya kalau Eleena sangat tertarik dengan Rasen? Pikirnya."Keliatan jelas ya? Aduh malu banget gue," ucap Eleena dengan jujur.Rizki tertawa dengan kencang, "Serius lo suka sama Rasen? Cowok kaku kaya gitu lo suka?" tanya Rizki masih dengan tawanya yang renyah.Eleena mengangguk mengiyakan. "Gatau kenapa sih, pas pertama gue ketemu dia gue ngerasa kalau gue tertarik banget sama dia. Gue bener-bener berasa beruntung waktu tau kalau gue satu kampus sama dia." Eleena tersenyum ceria hanya dengan membayangkan bagaimana pertama kali ia dan Rasen bertemu."Ada dua kemungkinan yang bakal lo lakuin kalau lo tau rahasia Rasen," ungkap Rizki dengan santai."
"Baiklah, beri tepuk tangan untuk peserta dengan nomor urut ke dua! Keren banget 'kan penampilannya!" seru sang pembawa acara yang disambut dengan tepuk tangan para penonton. Eleena dan Rafa seketika mengalihkan perhatiannya ke atas panggung. Mereka tidak sadar kalau mereka melewati dua penampilan peserta lomba. "Nah, sekarang ayo kita panggil peserta nomor urut ke tiga! Double R! Ayo silahkan naik ke atas panggung!" seru pembawa acara dengan riangnya. "Aduh ganteng ya Dua R ini. Siapa nih namanya? Bukan Rizki Ridho 'kan?" Sang pembawa acara menyambut Rizki dan Rasen saat sudah di atas panggung dan menyodorkan mikrofon ke arah Rizki dan Rasen untuk sedikit berbincang dengan mereka. "Namanya siapa Kang?" tanya sang pembawa acara. "Rizki," jawab Rizki tersenyum. "Oh bener ini Rizki Ridho?" tanya si pembawa acara yang direspon dengan gelak tawa para penonton. Rizki hanya menggeleng menan
"Jadi kenapa lo ga balik bareng Rasen sama Rafa?" tanya Rizki langsung ke intinya, mereka sedang berada di parkiran sehabis mengantar Rafa dan Rasen sampai parkiran untuk pulang duluan. Eleena tidak jadi meminta Rafa untuk mendapatkan kontaknya Rizki karena Eleena ada kesempatan berbicara secara langsung kepadanya. "Gue masih penasaran sama rahasia Rasen yang lo maksud tadi." Rizki sedikit tidak enak, dia seharusnya tidak bilang apa-apa tadi. "Oh itu. Aduh gimana ya, Len, gue gak enak kalau ngomong. Mending lo tau sendiri dari Rasen langsung," ujar Rizki dengan jujur. "Ah lo gimana sih, 'kan gue jadi penasaran. Ngeselin banget lo." Eleena cemberut, kalau tau Rizki tidak akan memberi tahunya, Eleena tidak akan melewatkan kesempatan untuk pulang bersama Rasen lagi. "Waduh, jangan ngambek dong. Jujur nih ya, menurut gue, lo lebih baik tau langsung dari Rasen sendiri bukan dari orang lain," ungkap Rizki.
Di sisi lain, Eleena sedang memotret kucing gendut di hadapannya. Gembul sedang tertidur, Eleena memotretnya diam-diam karena bila kucingnya itu tau mungkin akan lari mencari tempat berlindung yang aman dari Eleena. Setelah dirasa cukup, Eleena duduk di sofa. Ia memilih foto mana yang paling bagus untuk ia jadikan wallpaper ponselnya. Eleena berniat menyombongkan foto kucingnya itu kepada Rasen besok. Ini adalah salah satu cara yang Eleena lakukan agar bisa akrab dengan Rasen. "Aduh, ini juga lucu sih, tapi yang ini perutnya juga keliatan banget gendutnya. Yang mana, ya? Kucing Rasen kaya gimana ya? Rasen suka kucing kaya gimana ya? Si Mbul juga lucu sih, tapi kalo lagi tidur gini jadi gak terlalu ke show up. Tapi kalau dia gak tidur, mana bisa difoto 'kan ya ...." Eleena berbicara sendiri seraya menatap layar ponselnya. "Si Rafa tau gak ya, kalau Rasen punya kucing? Apa gue tanya Rafa aja? Ah males ah