Rasen sedang berjalan-jalan sendiri di lorong kampusnya. Ia belum begitu mengenal lingkungan ini jadi dia berinisiatif melihat-lihat untuk lebih mengenal lingkungan barunya.
Tidak begitu sepi, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang. Ada juga mahasiswi yang sedang mengobrol di kursi lorong dan ketika Rasen lewat, Rasen mendengar samar-samar bahwa Rasen menjadi bahan obrolan mereka setelahnya. Rasen tidak peduli.
Tapi Rasen terkejut saat ia melewati lab bahasa. Ia melihat sosok hitam, tinggi, besar dengan penuh bulu disana, Rasen berpaling. Tidak mau sosok itu tahu bahwa ia bisa melihatnya.
Rasen lanjut berjalan, terlihat lebih sepi di daerah sini. Entahlah, Rasen sendiri tidak tahu dia dimana. Sebut saja Rasen sedang tersasar di kampusnya sendiri.
Rasen berjalan lurus sampai ke ujung, sepertinya itu area belakang kampus ini. Terlihat dari arah Rasen berjalan, ada rumput-rumput yang lumayan tinggi di ujung sana.
Rasen penasaran dan terus berjalan sehingga dia sadar sepertinya ada yang mengikutinya dari belakang. Rasen berhenti di tempat, ia menengok kebelakang. Tidak ada siapa-siapa disana, mungkin hanya perasaan Rasen saja, pikirnya.
Rasen melihat jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi kelas siangnya akan dimulai, batin Rasen. Rasen berbalik arah sedikit tergesa, tapi dia lagi-lagi terperanjat ke belakang. Sosok gadis menyeramkan di rooftop menghadangnya dengan tiba-tiba.
"Tolong ...," ujar sosok itu dengan lirih meminta tolong kepada Rasen. Rasen menggelengkan kepalanya, ia melewati sosok tersebut sambil menundukkan kepalanya. Rasen sedang tidak ada waktu untuk hal itu, Rasen takut terlambat memasuki kelas siangnya.
Sosok itu tidak mengejar, hanya melihat Rasen dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Sosok itu menajamkan tatapannya saat ia melihat seorang gadis berjalan bersama Rasen.
Rasen dengan terburu-buru berjalan untuk sampai ke kelasnya. Tapi untuk ke dua kalinya dia terperanjat saat ada yang menahan pergelangan tangannya. Rasen berbalik sambil menghempaskan pegangan di pergelangan tangannya.
"Kamu?" tanya Rasen yang kaget dan bingung.
"Sorry, lo kaget ya? Gue minta maaf, gue gak maksud," ujar Eleena tersenyum ngeri saat melihat respon Rasen yang menghempaskan pegangan tangannya dengan keras tadi. "Bego, bego, bego lancang banget gue asal pegang-pegang tangan dia," pikir Eleena merutuki dirinya sendiri.
"Saya ada kelas harus buru-buru." Rasen meninggalkan Eleena, ia sedikit merasa tidak enak juga karena menghempaskan tangannya dengan keras. Rasen pikir sosok hantu tadi yang menahannya sehingga Rasen sedikit kesal. Tapi ternyata gadis itu lagi.
Eleena mengejar Rasen dan mencoba mensejajarkan langkahnya dengan Rasen.
"Gue juga ada kelas, kayanya kita satu kelas, deh? Bareng ya, ya, ya?" Rasen hanya melirik Eleena sekilas, mengembuskan napasnya lalu kembali fokus berjalan. Eleena yang merasa dapat persetujuan pun senang dan merasa lebih bersemangat karena bisa berjalan beriringan bersama Rasen.
Sosok hantu gadis rooftop masih melihat mereka berdua dengan tatapan tajam dan tidak sukanya. Auranya terasa sangat marah, matanya memerah dan kukunya memanjang. Ia membias dengan amarah membiarkan Rasen dan Eleena pergi.
Hingga akhirnya Rasen dan Eleena sampai di kelas, sepertinya benar. Jadwal kelas Eleena dan Rasen sama. Itu membuat Eleena benar-benar senang bisa terus satu kelas bersama Rasen untuk saat ini. Jelas saja, itu kan karena mereka satu fakultas dan satu jurusan.
***
Kelas Eleena dan Rasen pun berakhir sore itu. Rasen bergegas untuk segera pulang. Ia sedikit risih karena Eleena selalu di dekatnya.
Seperti saat ini, Eleena berdiri dengan senyum termanisnya di samping bangku yang sedang Rasen duduki. Tentu saja ia menunggu Rasen.
Rasen hanya melirik sekilas ke arah Eleena. Entahlah apa yang ada di pikiran Rasen tentang gadis itu. Yang pasti ia hanya ingin menghindarinya saat ini.
Rasen berdiri dan berjalan duluan meninggalkan Eleena, yang tentu saja Eleena mengekori Rasen dari belakang dengan ekspresi wajahnya yang berubah jadi cemberut.
"Tungguin dong, Rasen!" teriak Eleena.
Rasen tidak memperdulikannya, ia terus berjalan lebih cepat agar Eleena tertinggal lebih jauh.
Eleena berlari kecil agar bisa mensejajarkan langkahnya dengan Rasen. Tapi langkah Rasen terlalu cepat. Dan dengan sangat cerobohnya, Eleena tersandung kakinya sendiri yang tentu saja mengakibatkan dia terjatuh dengan tidak elegannya.
Suara terjatuhnya Eleena pun membuat Rasen berhenti. Rasen menoleh, ia melihat Eleena terduduk di lantai. Rasen tersenyum, lebih tepatnya ia menahan tawanya.
Ia berbalik dan berjalan menuju Eleena, Rasen dengan jelas melihat wajahnya. Wajah Eleena memerah, sepertinya ia malu karena ada beberapa mahasiswa berkumpul di sana yang melihat dengan jelas bagaimana terjatuhnya gadis cantik berambut sebahu itu.
Rasen menormalkan raut wajahnya lalu saat dia sudah di depan Eleena, ia mengulurkan tangannya berniat membantu. Eleena melihat uluran tangan itu, lalu ia melihat pemilik tangan tersebut.
Mata Eleena berbinar dan segera tersenyum bahagia. Ia menerima uluran tangan itu dan segera berdiri. Kejadian itu tak luput dari tatapan para mahasiswa dan mahasiswi di situ. Ada yang berbisik iri, merasa lucu, kagum dan lain-lain.
Rasen tidak peduli, begitu juga Eleena. Yang pasti Eleena sangat senang dengan apa yang dilakukan Rasen padanya setelah beberapa kali Rasen tidak mempedulikannya. Tapi apakah Eleena harus terjatuh dulu agar Rasen mempedulikan?
Rasen dan Eleena meninggalkan tempat kejadian. Tidak mereka sadari ada sosok gadis di belakang para mahasiswa di sana yang sedari tadi memerhatikan mereka berdua. Matanya memerah, urat-urat di wajahnya yang begitu banyak sayatan pun timbul. Hawa di sana berubah menjadi panas. Namun dengan perlahan sosok itu menghilang.
***
"Rasen janji ya, sama Cha. Jangan mau pisah sama Cha," pinta gadis kecil dengan seragam putih merah yang ia kenakan. Rasen yang di sebut pun mengangguk dengan mantap sambil tersenyum tulus.
"Cha gak mau pisah sama Rasen soalnya hihi. Kalau pisah sama Rasen nanti yang jagain Rasen siapa kalau bukan Cha? Pokonya Cha mau sama Rasen terus sampai gede." Gadis itu terus mengoceh dan hanya di balas anggukan dan senyuman manis dari Rasen yang juga memakai seragam putih merah.
"Oh iya, nanti juga udah lulus SD kita harus bareng ya sekolahnya. Kalau ngga, Cha bakalan ngambek pokoknya!"
"Iya Cha, Rasen janji bakal sama Cha terus. Soalnya nanti kalau udah gede gantian Rasen yang jagain Cha, ya." Rasen kecil itu berujar dengan semangatnya.
Gadis kecil dengan rambut di kepang itu pun mengangguk setuju. Senyumnya sangat manis membuat Rasen pun ikut tersenyum saat melihatnya.
"Kita jajan es krim, yuk! Aku mau beli es krim yang banyak! Aku mau beli rasa coklat, vanila, stroberi sama anggur." Cha mengoceh dengan sangat riang, membuat Rasen nyaman di dekatnya.
"Emangnya ada es krim rasa anggur?" tanya Rasen heran.
"Gak tau, makanya ayo kita liat." Gadis kecil itu menarik tangan Rasen agar ia mengikutinya, Rasen menurut saja. Tapi tiba-tiba gadis kecil itu menghentikan langkahnya yang otomatis membuat Rasen pun berhenti.
"Cha? Kenapa?" tanya Rasen yang heran sambil menggerakkan tangan yang di genggam oleh Cha.
Gadis kecil bernama Cha itu pun hanya terdiam menunduk membuat Rasen benar-benar bingung. Rasen menarik tangannya dan membalikkan gadis kecil tersebut agar menghadapnya. Namun, keputusan Rasen benar-benar membuatnya menyesal ketika wajah gadis yang berada di hadapannya ini berubah menjadi menyeramkan.
Rasen terbangun dari tidurnya ketika mimpi yang ia alami benar-benar terasa seperti nyata.Badannya berkeringat, jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya bergetar. Sebelumnya ia tidak pernah mimpi seperti itu.Rasen ingat persis mimpinya, itu kejadian saat Rasen masih SD bersama sahabat kecilnya dulu. Dan juga Rasen ingat dulu mereka benar-benar pergi membeli es krim bukan seperti yang terjadi di mimpi Rasen tadi.Rasen melihat gadis kecil itu berubah menjadi lebih tinggi darinya, wajahnya tersayat-sayat dan mengeluarkan banyak darah, tatapan matanya yang menyeramkan, rambutnya yang sangat panjang, memakai dress berwarna kuning terang dengan bercak darah yang sangat banyak di bagian dadanya dan di akhir sosok tersebut berteriak sangat keras hingga membuat Rasen akhirnya terbangun dari tidurnya.Rasen merinding, sangat menyeramkan. Bila diingat-ingat sosok tadi hampir mirip dengan sosok hantu yang ia temui akhir-akhir ini. Sosok hantu gadis rooftop. Rasen melihat jam di dinding
Rasen dan Rafa sedang asik bermain game mobile di taman depan kampusnya. Suasana di sana benar-benar sejuk, pohon-pohon pun terlihat rindang menghalangi sinar matahari yang ingin menyinari mereka secara langsung."Kalian gue cariin di kantin gak ada, ternyata lagi asik ngadem di sini," ujar Eleena yang tiba-tiba duduk di kursi kosong bersebrangan dengan Rasen. Rasen dan Rafa melirik sekilas ke arah Eleena lalu kembali fokus ke game yang mereka mainkan."Eh, Len, bentar ya gue lagi fokus ngegame dulu nih. Sen! Sen, lord nya itu dikit lagi sampah aja," cetus Rafa tanpa menatap Eleena di sebelahnya.Eleena cemberut dan memakan cemilan yang ia bawa tadi dari kantin. Ada satu notifikasi pesan masuk ke ponselnya.Laras :Eleena lo dimana? Gak makan bareng gue sama Bintang?Eleena:Sorry, gue udah makan. Lo makan aja sama Bintang, oke.Eleena mengembuskan napasnya. Sedikit bosan, ia lanjut melihat-lihat postingan teman-temannya di media sosial."Sorry, Len, nih kita udah selesai mainnya."Ele
Hari ini hari di mana Double R mengikuti lomba pada siang hari nanti. Untung saja Rasen hari ini hanya ada kelas pagi. Pagi ini Rasen, Rafa dan Eleena sedang berada di dalam kelas menunggu dosen masuk. "Tumben lo bawa gitar, Sen," ujar Rafa menghadap belakang ke arah Rasen, Rafa duduk di depan Rasen dan Eleena di sebelah kiri Rasen. Rasen mengangguk, "Iya, mau ikut lomba abis kelas selesai." "Hari ini? Lomba dimana? Gue boleh liat ga?" tanya Eleena terlihat excited mengetahui Rasen sepertinya jago bermain gitar. "Di kampus temen saya," balas Rasen. "Wah, gue nonton boleh gak nih? Mumpung hari ini kita cuma ada kelas pagi doang," cetus Rafa, sebenarnya ia hanya ingin menemani Eleena untuk menonton Rasen. "Boleh kayanya, nanti saya tanya temen saya dulu." "Yeay, lo pasti jago banget main gitarnya. Pokoknya gue mau liat, ya,
"Lo suka ya sama Rasen?" tanya Rizki saat sedang berjalan ke arah taman belakang, mereka hanya berjalan berdua saat ini.Eleena terkejut mendengar pertanyaan atau mungkin lebih tepat pernyataannya Rizki. Apa terlalu keliatan jelas ya kalau Eleena sangat tertarik dengan Rasen? Pikirnya."Keliatan jelas ya? Aduh malu banget gue," ucap Eleena dengan jujur.Rizki tertawa dengan kencang, "Serius lo suka sama Rasen? Cowok kaku kaya gitu lo suka?" tanya Rizki masih dengan tawanya yang renyah.Eleena mengangguk mengiyakan. "Gatau kenapa sih, pas pertama gue ketemu dia gue ngerasa kalau gue tertarik banget sama dia. Gue bener-bener berasa beruntung waktu tau kalau gue satu kampus sama dia." Eleena tersenyum ceria hanya dengan membayangkan bagaimana pertama kali ia dan Rasen bertemu."Ada dua kemungkinan yang bakal lo lakuin kalau lo tau rahasia Rasen," ungkap Rizki dengan santai."
"Baiklah, beri tepuk tangan untuk peserta dengan nomor urut ke dua! Keren banget 'kan penampilannya!" seru sang pembawa acara yang disambut dengan tepuk tangan para penonton. Eleena dan Rafa seketika mengalihkan perhatiannya ke atas panggung. Mereka tidak sadar kalau mereka melewati dua penampilan peserta lomba. "Nah, sekarang ayo kita panggil peserta nomor urut ke tiga! Double R! Ayo silahkan naik ke atas panggung!" seru pembawa acara dengan riangnya. "Aduh ganteng ya Dua R ini. Siapa nih namanya? Bukan Rizki Ridho 'kan?" Sang pembawa acara menyambut Rizki dan Rasen saat sudah di atas panggung dan menyodorkan mikrofon ke arah Rizki dan Rasen untuk sedikit berbincang dengan mereka. "Namanya siapa Kang?" tanya sang pembawa acara. "Rizki," jawab Rizki tersenyum. "Oh bener ini Rizki Ridho?" tanya si pembawa acara yang direspon dengan gelak tawa para penonton. Rizki hanya menggeleng menan
"Jadi kenapa lo ga balik bareng Rasen sama Rafa?" tanya Rizki langsung ke intinya, mereka sedang berada di parkiran sehabis mengantar Rafa dan Rasen sampai parkiran untuk pulang duluan. Eleena tidak jadi meminta Rafa untuk mendapatkan kontaknya Rizki karena Eleena ada kesempatan berbicara secara langsung kepadanya. "Gue masih penasaran sama rahasia Rasen yang lo maksud tadi." Rizki sedikit tidak enak, dia seharusnya tidak bilang apa-apa tadi. "Oh itu. Aduh gimana ya, Len, gue gak enak kalau ngomong. Mending lo tau sendiri dari Rasen langsung," ujar Rizki dengan jujur. "Ah lo gimana sih, 'kan gue jadi penasaran. Ngeselin banget lo." Eleena cemberut, kalau tau Rizki tidak akan memberi tahunya, Eleena tidak akan melewatkan kesempatan untuk pulang bersama Rasen lagi. "Waduh, jangan ngambek dong. Jujur nih ya, menurut gue, lo lebih baik tau langsung dari Rasen sendiri bukan dari orang lain," ungkap Rizki.
Di sisi lain, Eleena sedang memotret kucing gendut di hadapannya. Gembul sedang tertidur, Eleena memotretnya diam-diam karena bila kucingnya itu tau mungkin akan lari mencari tempat berlindung yang aman dari Eleena. Setelah dirasa cukup, Eleena duduk di sofa. Ia memilih foto mana yang paling bagus untuk ia jadikan wallpaper ponselnya. Eleena berniat menyombongkan foto kucingnya itu kepada Rasen besok. Ini adalah salah satu cara yang Eleena lakukan agar bisa akrab dengan Rasen. "Aduh, ini juga lucu sih, tapi yang ini perutnya juga keliatan banget gendutnya. Yang mana, ya? Kucing Rasen kaya gimana ya? Rasen suka kucing kaya gimana ya? Si Mbul juga lucu sih, tapi kalo lagi tidur gini jadi gak terlalu ke show up. Tapi kalau dia gak tidur, mana bisa difoto 'kan ya ...." Eleena berbicara sendiri seraya menatap layar ponselnya. "Si Rafa tau gak ya, kalau Rasen punya kucing? Apa gue tanya Rafa aja? Ah males ah
Jujur, Rasen saat ini merasa muak karena sedari tadi ia tiba-tiba mendengar suara bisikan-bisikan yang membuatnya kesal, jadi akhirnya Rasen memutuskan untuk pergi dan mengikuti bisikan itu. Membuat kedua temannya, Rafa dan Eleena bingung karena Rasen tiba-tiba meninggalkan mereka. Dengan perasaan kesalnya, saat ini Rasen berjalan ke arah tangga yang berada di ujung koridor. Tangga itu jarang digunakan untuk beraktivitas karena di kampus itu sudah menggunakan lift yang tentunya lebih efisien. Suasananya terasa sangat sepi, tapi Rasen terus melanjutkan jalannya karena ia mendengar suara bisikan-bisikan itu semakin jelas. Rasen sudah berada di lantai dua menuju lantai tiga, langkahnya terhenti ketika ia melihat ada sosok gadis berada di pertengahan anak tangga. Ia membelakangi Rasen, Rasen teringat kala melihat warna baju yang dikenakannya. Sebuah dress berwarna kuning cerah yang panjangnya dibawah lutut. Ia adal