Share

1. Rubah

Kupu-kupu selalu diingat akan keindahan sayapnya yang memanjakan mata. Tak lupa dengan dirinya yang membantu penyerbukan tumbuh-tumbuhan. Layaknya jepit rambut kupu-kupu yang dipakai oleh gadis cantik itu.

Elang dikenal dengan keperkasaannya. Tatapan tajamnya seolah-olah menandakan keseriusannya dalam melakukan segala hal. Seperti layaknya tato pada pada lengan kanan pria itu.

Rubah. Ketika seseorang memikirkan hewan itu tentu satu hal yang terlintas dibenak mereka, pintar tapi licik.

Kalung berbentuk kepala rubah itu bergantung indah dileher cowok berpakaian SMA Bahari itu. Dengan pakaian premannya plus permen karet yang sedang dikunyah membuatnya cocok dikatakan siswa berandalan.

Banyak pasang mata yang meliriknya sambil berbisik-bisik.

"Halo guys!" teriaknya saat masuk ke kelasnya namun naas tak ada yang menjawab. Bukannya kecewa atau marah ia justru tetap tersenyum lalu berjalan ke mejanya.

Ia kemudian duduk berniat tidur sebentar menunggu bel masuk berbunyi. Namun kegiatan yang ingin ia lakukan terhenti karena seseorang datang ke mejanya. Ia duduk di kelas 11 IPA 7, Sekolah Bahari. Entah bagaimana bisa ia bisa masuk ke kelas IPA padahal saat itu Reyga ingin masuk ke kelas IPS.

"Reyga," ucap siswa itu yang dibalas deheman oleh Reyga.

"Lo yang ngambil uang gue yang gue simpen di tas kan!" Tuduhnya.

Seketika emosi Reyga naik mendengar hal itu, ia kemudian berdiri dan mencengkram kerah baju cowok itu.

"Tuduh aja gue! Lo kira gue mau aja ngambil duit lo yang gak seberapa itu!" bentak Reyga tak terima.

"Abisnya lo itu pencuri!" bentak cowok itu tak kalah keras.

"Brengs*k!" umpatnya kemudian memukul teman sekelasnya itu dan berakhir dengan aksi pukul-memukul.

***

Kini keduanya berada diruang pengadilan di setiap sekolah yaitu ruang BP.

Setelah insiden perkelahian itu Reyga dan murid bernama Dito itu dipisahkan oleh teman-teman sekelasnya lalu ketua kelas melaporkannya ke BP.

"Dia Bu nuduh-nuduh saya nyuri uangnya," ucap Reyga tak terima.

"Ya abisnya lo dari dulu sering banget nyuri! Siapapun yang kehilangan tentu langsung curiga sama lo!" ujar Dito tak terima.

"Ah sudah-sudah, kali ini saya lepaskan kalian karena tak ada bukti yang menyangkut Reyga pencurinya jadi kalian bisa keluar," tukas Bu Fani.

"Ha gitu dong-"

"Kecuali kamu Reyga! Dito kamu silakan keluar," ujar Bu Fani memotong perkataan Reyga.

"Ta-tapi Bu."

"Kamu masih ada masalah sama saya," ucap Bu Fani sinis.

Dito pun pergi dari ruang BP tak lupa mengejek Reyga terlebih dahulu. Reyga mengumpat dalam hati karena ia tahu masalahnya dengan Bu Fani.

"Laporan dari guru komite kamu belum bayar juga uang komite ya?!"

"Ya maap Bu saya belum punya uang Bu," jawab Reyga tenang seolah-olah ia sudah terbiasa dengan hal ini.

"Alasan kamu klasik, Reyga!"

"Benar Bu, saya tinggal sendiri Bu jadi saya berusaha kerja nih." Reyga menunduk seolah-olah malu mengakui hal itu.

Bu Fani yang melihat hal itu pun menghela napas kasar. Ia memang sudah tahu soal Reyga yang hidup sendiri.

"Yasudah, kamu cari dulu uang. Lalu nanti saya bantu bayar kalo kurang, sekarang kamu ke kelas," ujar Bu Fani.

Reyga kemudian mengangguk patuh lalu keluar dengan menunduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Saat sudah keluar dari ruang BP Reyga mengangkat kepalanya dan tersenyum licik.

"Gue pinter banget," ucap Reyga lalu berjalan ke kamar mandi sambil mengambil sebatang rokok. Ia berencana merokok di kamar mandi menunggu bel pulang sekolah.

***

Reyga berlari kecil menuju kelasnya. 10 menit yang lalu bel sudah berbunyi dan para siswa-siswi sudah berpulangan. Ia terlebih dahulu mengambil tasnya.

Saat ingin keluar kelas ia melihat dilantai uang berwarna biru di sana. Ia melihat sekeliling lalu tersenyum riang.

"Rejeki anak soleh," ucapnya lalu mengambil uang Rp.50.000 itu.

Saat dalam perjalanan ia melihat di lapangan basket sedang ada latihan anak basket. Entah dari mana kelicikannya keluar secara tiba-tiba diikuti senyum iblisnya.

Reyga kemudian berjalan menuju anak-anak ekskul basket di sana.

"Woy Aiden!" sapanya dengan gaya premannya.

Aiden si ketua basket melihat Reyga yang datang dengan gaya berandalnya.

"Apa lo kesini?" tanya Aiden sinis.

"Santai dong beb, gue lagi damai-damai nih."

"Gue pen banget nih punya uang. Gimana kalo kita taruhan lima puluh ribu aja kok?"

Aiden tentu tahu kebiasaan Reyga ini. Banyak anak basket yang mengadu padanya karena Reyga yang selalu mengajak mereka 1 vs 1 dengan taruhan dan hasilnya Reyga selalu menang.

"Gue gak mau, gue gak suka taruhan," jawab Aiden dengan ketus.

Reyga manggut-manggut masih dengan senyum misteriusnya. Lalu ia menampilkan wajah sedihnya.

"Padahal gue kira lo mau karena lo kaptennya pastinya elo jago dong ternyata elo gak berani ya," ucap Reyga dengan tampang sedih lalu berbalik.

Banyak anak basket yang berbisik-bisik tentang Aiden yang menolak tantangan Reyga itu. Aiden yang mendengar bisikan mereka kemudian memanggil Reyga kembali.

"Reyga! Gue terima!" teriaknya.

Reyga kemudian tersenyum lebar lalu melepaskan tasnya dan dasinya.

"Satu lawan satu game tujuh poin aja," ucap Reyga.

Kemudian permainan berlangsung. Tampak Reyga dengan lincahnya mengendalikan bola basket itu. Ia memang sudah bermain basket sejak SMP membuatnya sangat terbiasa dengan olahraga itu namun Reyga tidak masuk ke ekskul basket sekolah karena alasannya satu, malas.

Reyga tertawa keras melihat wajah marah Aiden karena telah ia kalahkan. Ia kemudian meminta uang kemenangannya pada Aiden. Dengan wajah jengkel Aiden memberikannya uang berwarna biru tua itu kepadanya.

"Makasih ketua," ucap Reyga dengan wajah jahilnya. Ia kemudian mengambil dasi dan tas yang ia letakkan di lapangan.

***

"Akh!" jerit Aira ketika tangan cowok itu mencekiknya lehernya sampai tubuhnya terbentur ke dinding sekolah.

"Bayar utang lo jalang!" bentak siswa bernama Bara itu.

"A-aku be-belum punya uang Bara," ucapnya tertatih-tatih karena napasnya yang tercekat.

"A-ampun Bara," timpalnya berusaha melepaskan tangan kekar itu meski ia tahu usahanya sia-sia.

"Lo kira karena gue diem-diemin elo berarti gue gak minta," ucapnya dingin sambil memajukan wajahnya. Aira yang melihat itu membuat ketakutannya bertambah. Ia berharap ada sosok pahlawan yang menyelamatkannya namun ia tahu kalau itu hanyalah harapan saja. Ia sudah sering di bully oleh Bara karena dirinya yang berhutang kepada cowok itu.

"Lebih baiknya gue apain ya elo?" tanya Bara dengan wajah menyeramkan.

"Ba-bara ma-ma-af kumohon jan-"

"DIAM!" Dengan kasarnya Bara menjatuhkan Aira begitu saja ketanah.

Aira meringis merasakan lututnya sepertinya berdarah belum lagi kesakitannya usai Bara dengan teganya menjambak rambutnya.

"Ba-bara," ujar Aira menahan tangan Bara.

"Mangkanya kalo udah tau miskin! Jangan sok ngutang jalang!" bentak Bara menjambak rambut Aira dengan kuat.

"Maaf Bara hiks.." Aira sudah tak tahan atas kesakitan di kepalanya pun menangis histeris.

"Terus nangis lo! Biar gue seneng liat lo tersiksa gini!" Bara tertawa ria melihat betapa tersiksanya gadis itu.

"WOY!" Aktivitas Bara terhenti ketika ia berbalik dan menemukan Reyga yang sedang memegang es krim kap ditangannya.

"Ngapain lo?!" tanya Reyga lantang. Ia tentu kenal dengan Bara, cowok itu adalah anggota geng Serigala, anak buahnya Samuel.

Bara berdecih sebal sebab Reyga pasti akan ikut campur urusannya. Alasannya tentu karena Reyga adalah musuh dari geng Samuel.

Bara menatap tajam Reyga sebentar lalu pergi. Ia tahu kalau ia berkelahi pasti kalah dengan Reyga. Samuel saja yang merupakan rival dari Reyga saja hampir kewalahan menghadapi cowok buas itu. Bahkan kakak kelas mereka dulu, mantan ketua serigala kalah oleh Reyga.

Reyga kemudian menatap datar Aira yang menangis tersedu-sedu itu. Ia berjalan mendekati Aira lalu berjongkok di depan gadis itu.

Aira yang masih menangis menatap Reyga yang jongkok di depannya. Ia kembali takut melihat Reyga. Ia kenal dengan pria itu, Reyga dikenal dengan suka menjahili murid-murid lain ditambah ia adalah pria brutal. Aira berharap ini bukanlah nasib buruknya.

Reyga masih menatap dalam-dalam Aira. Ia bingung ia harus berbuat apa sekarang. Ia kemudian mengikuti hatinya saja.

Dengan satu tangan ia menarik tangan Aira agar gadis itu berdiri.

"Auh." Aira meringis merasakan kakinya yang berdarah.

"Duh lutut lo berdarah rupanya." Reyga terkejut menyadari lutut cewek itu berdarah.

Ia kemudian mendekat melihat lukanya sambil meletakkan es krimnya di tanah.

Aira menatap Reyga yang sedang fokus terhadap lukanya, entah kenapa hatinya menghangat ketika Reyga meniup lukanya agar tidak perih.

Bersambung....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status