Estel bertanya pada Ratna mengenai bagian mana yang kami bicarakan merupakan sebuah fitnah. Sekelas Estel mungkin tidak akan memfitnah orang sembarangan kecuali rival dalam dunia politik."Iya Ratna kamu nggak boleh asal menuduhku. Aku memfitnah kamu apa?" imbuhku."Kalian bersekongkol menjatuhkan nama baikku. Estel menggunakan jabatan ayahnya untuk menyuap Dara agar mempermalukan aku. Dan kamu Bagas lelaki mokondo yang hanya memanfaatkan wanita untuk menguatkan posisimu," ucap Ratna.Sepertinya jawaban Ratna ini tidak nyambung. Kami bertanya bagian mana yang merupakan fitnah kenapa dia jawab yang menjadi asumsinya belaka. Aku semakin pusing dengan orang yang pandai berkelit seperti Ratna ini."Kami tidak bersekongkol apa buktinya kami bersekongkol?" tanya Estel.Estel merangkul lengan tangan Bagas juga mengatakan kalau sudah janjian sama Bagas untuk menghadiri acara lamaran sahabatnya. "Tapi Bagas adalah kekasihku. Kalian berselingkuh di belakangku!" seru R
Nungki hanya tertawa tak menjawab apa yang aku tanyakan padanya. Ia mengucapkan selamat malam karena sudah waktunya untuk istirahat."Tidurlah tidak ada hukuman untukmu!" seru Nungki."Baiklah aku tutup telponnya," jawabku.Ku letakkan ponsel diatas meja kamarku lalu aku tidur terlelap karena kecapekan. Pagi pun tiba sura riuh orang yang lalu lalang juga gosip yang terdengar di warung sayur semuanya menjadi satu menambah keramaian pagi ini."Sudah jam berapa ini apa aku terlambat bangun lagi?" gumamku."Nanti kalau sudah resmi jadi istri orang jangan bangun jam segini. Kamu mau biarin suamimu kelaparan di pagi hari hah!" seru ibuku yang berada di luar kamar menggedor pintu.Aku menjawab teriakan ibuku kalau sudah bangun. Aku menggerutu kesal masak di pagi hari buat apa Nungki terbiasa masakan koki kelas atas. Apa akan mau makan masakanku yang hanya biasa makanan rakyat jelata."Ribut banget ibu-ibu di luar sana ada apa lagi sih," gumamku."Ratna dijem
Ratna mendengar apa yang dikatakan oleh bu Arum dan bu Lastri. Anak itu benar-benar tidak ada sopan santunnya ia mendamprat bu Arum juga bu Lastri seenak jidatnya. Ia tidak bisa membedakan teman sebaya atau orang tua."Heh ibu-ibu tukang gosip. Bisanya cuman gosip doang. Lebih baik pulang siapkan makanan untuk suami," balas Ratna."Yang tukang gosip bukannya ibu kamu. Anak muda katanya berpendidikan tidak ada sopan santunya sama sekali," ketus bu Sri.Ratna membantah omongan bu Sri kalau ibunya bukan tukang gosip melainkan sebauh fakta yang diomongkan. Ia tak terima kalau dikatai anaknya tukang gosip juga berpendidikan tapi tak punya sopan santun."Kalian yang iri sama aku. Anak kalian mana ada yang sekolah tinggi paling juga smp langsung berhenti sekolah makanya sekarang pada suram masa depannya," ucap Ratna."Istigfar Ratna nggak boleh ngomong begitu. Anak bu Sri dan bu Lastri juga sekolah tinggi kok terbukti pada dapat jabatan tinggi di pabrik,"
Tegar menatapku dia membungkuk memberi hormat juga menyapaku dan ingin mengantarku menggunakan mobi sampai tempat kerja. Namun aku menolaknya dan meminta ia segera mengantar Ratna bekerja. Tidak enak jika terlihat orang lain aku yang dibawa olehnya bukan. Nnati si bu Endang bisa memutar balikkan fakta aku sudah menerima lamaran orang tapi masih kegatelah merebut pacar putri kesayangannya.Walau ada bu Lastri dan bu Sri yang menjadi saksi tapi yang namanya mulut manusia memang tidak bertulang akan menjadi fitnah buatku yang akan melangsungkan pernikahan."Dia ibu Dara calon istri bapak Nungki. Aku hanya orang kepercayaannya di salah satu cabang. Bukankan aku seorang karyawan yang tidak tahu malu jika membiarkan isri bosku berjalan kaki dan di hina oleh kekasihku. Aku kecewa sama kamu Ratna," jawab Tegar."Jadi kamu hanya seorang yang dipercaya oleh Nungki untuk mengelola salah satu tokonya. Kalau begitu kita putus aku tidak mau menjadi lebih rendh dari Dara panta
Ratna terdiam tak tahu harus menjawab apa pertanyaan pak Nurdin. Sekali lagi pak Nurdin bertanya apakah ada hal penting yang terjadi kenapa Ratna belum berangkat kerja."Bapak ini semua salah Dara. Dia menjelekkan aku di depan Tegar," jawab Ratna."Bisa saja Ratna ini ngelesnya. Pak Nurdin tolong didik anak bapak yang bener biar bisa menghormati orang tua seperti saya," ucap bu Lastri."Eh pak Nurdin kan nggak di akui sama Ratna. Orang tua Ratna itu adalah bibinya yang pegawai pajak dan pamannya yang tni berpangkat tinggi. Anak durhaka tidak ingat susah payahnya membesarkan anak," ucap bu Sri.Pak Nurdin tak mengerti apa yang diucapkan kedua ibu-ibu itu kok bisa sih anaknya dicap sebagai anak durhaka. Perasaan anaknya itu kemarin tugas di Solo lalu dipindahkan ke jakarta dekat rumah dan tinggal di asrama pulang semaunya dia kalau nggak sibuk."Ibu-ibu tolong tenang dan jelaskan pada saya apa yang terjadi. Biar kalau anak saya ada salah saya akan didik dengan
Bisik-bisik tetangga semakin terdengar diantara orang-orang yang berkumpul. Bu Endang terlihat panik dan khawatir karena masalah rumah tangganya jadi tontonan warga seperti ini. "Pak jawab dong pak ada apa ini pak malu pak di lihat banyak warga seperti ini pak," ucap bu Endang sambil gemetar tubuhnya. "Tanyakan saja pada anak kesayanganmu yang membuatku malu," jawab pak Nurdin. Bu Endang menoleh ke arah Ratna dan menayakan apa yang sebenarnay terjadi. Ratna tidak menjawabnya sehingga Tegar yang menjawab semuanya secara rinci juga sangat jelas. Para warga desa ini menyimak dengan seksama apa yang terjadi. Mereka geram dengan sikap Ratna yang arogan seperti itu. Kenapa bisa ada seorang gadis yang selalu ingin terlihat terdepan tapi menggunakan cara yang salah dan selalu menjelekkan lawan. "Idih dasar tak tahu malu. Halu tingkat dewa tidak bisa melihat kapasitas diri sendiri," teriak bu Arum. "Benar masih untuk ada yang mau. Walaupun dia karyawan dari
Tegar mwnyunggingkan senyuman serta memintaku masuk kedalam mobil lebih dulu. Ia mengingatkanku sidah siang lebih baik memikirkan pekerjaan penting yang sudah menumpuk."Orang yang tidak pernah menghargai orang lain pantas Ditinggal Pergi Nyonya, silahkan masuk pekerjaan anda lebih penting daripada memikirkan orang yang egois dan tidak mau menghargai," jawab Tegar."Apa kamu tidak apa-apa? Maksudku hatimu yang menerima cacian seperti ini?" tanyaku lagi.Tegar mengatakan kalau ia sudah biasa seperti ini. Mungkin Tuhan memperlihatkan sisi buruk Ratna lebih awal sehingga ia sudah bisa memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Dia hanya mencintai harta dan kekuasaan. Sedangkan Tegar hanya seorang yang bekerja mengandalkan gaji dari calon suamiku. Tapi gaji yang ia dapat sebagai penanggung jawab cabang restoran tidaklah sedikit."Nyonya tidak perlu khawatir yanh harus ditinggalkan memang pantas di tinggal pergi karena dari awal bukan cinta dan ketulusan yang ia mau. Tapi ha
Aku meminta pergi ke kantor pak maulana karena aku masih kerja di sana. Tegar mengantarku ke sana dan banyak karyawan yang seperti sedang menggosipkanku karena baru saja sampai."Baru dilamar anak bos saja kelakuannya sudah mirip bos besar jam segini baru datang," bisik Sinta."Hus nggak boleh begitu acara lamaran 'kan sampai malam. Biasanya orang-orang pada cuti dia 'kan cuti sama sekali tuh hanya ijin masuk setengah hari," balas pak satpam.Aki tak menggubris hal sepele seperti ini. Toh sudah biasa waktu itu ada Irma sekarang ada Sinta. Aku tak tahu lagi kenapa banyak orang rese di hidupku ini.Ku lanjutkan perjalanan menuju ruang kerjaku. Disana sudah ada Desi dan Metta. Mereka menungguku dan memberikan sebuah kado."Selamat ya calon manten semoga nanti acara nikahannya lancar tanpa suatu halangan apapun," ucap Metta sambil cipika cipiki."Terima kasih nggak usah repot-repot nanti masih ada nikahan loh. Semoga kalian cepat nyusul ya. Tapi sepertinya D