Home / Lainnya / Racun Mulut Tetangga / Mulut Bu Endang

Share

Racun Mulut Tetangga
Racun Mulut Tetangga
Author: Handira Rezza

Mulut Bu Endang

Author: Handira Rezza
last update Last Updated: 2022-01-26 11:34:54

ini adalah kisahku seorang gadis yang tinggal di sebuah kampung bernama Jati asih. Kampung ini terletak di perbatasan jakarta dan bekasi. Karena rumahku dekat dengan tukang sayuran dan juga da bale-bale yang biasa dipakai berkumpul ibu-ibu perkampungan aku jadi banyak mendengar gosip demi gosip dari mulut tetangga walau tidak keluar rumah. 

Kedua orang tuaku sendiri adalah pedagang. Mereka berdagang di pasar sebelum dibawa kepasar barang dari tengkulak dikirim kerumah. Biasanya ada tetangga yang datang ke rumah untuk membeli dagangan keluargaku. Nah kebetulan sekali ada seorang biang gosip yang mulutnya sangat beracun datang ke rumahku. Tetangga itu sudah memanggil dari tadi lalu ibuku yang sibuk baru sempat keluar menemuinya. Tahu sendiri lah bagaimana mulut beracunnya berbicara pagi ini. 

“Ibu siti, kok lama amat sih keluarnya saya panggil dari tadi juga,” celetuk ibu Endang.

“Maaf bu saya sedang menyiapkan ikan yang nanti akan di bawa kepasar, mau beli ikan apa bu?” tanya ibuku.

Bu Endang membeli ikan tongkol kesukaann suminya untuk dimasak. Selain membeli ikan tak lupa pula ia bergosip ria membanggakan anaknya yang lulus bidik misi di universitas negeri bergensi di kota sebelah. Aku sebenarnya mual kalau mendengar ia membanggakan kedua putrinya.

"Bu Siti tahu nggak kalau anakku lolos ujian bidik misi di universitas negeri, masuk rangking sepuluh besar jurusan fisika, hebat toh anakku bu,” ucap Bu Endang yang membanggakan anaknya.

“Syukur kalau Ratna masuk bidik misi di universitas negeri bu,” jawab ibuku sambil menimbang ikan tongkol yang di pesan ibu Endang.

Aku masih mendengar ibu Endang terus mengoceh sepanjang waktu, membicarakan apa yang baik dari keluarganya. Ia juga kepo aku akan sekolah dimana setelah ini karena seumuran dengan Ratna, Bu Endang menganggap jika dagangan ibuku laris di pasar dan juga di rumah pasti akan menyekolahkan aku sampai perguruan tinggi seperti anak-anak yang lain.

"Kalau Dara anak bu Siti mau kuliah apa kerja Bu, jaman sekarang kalau ndak sekolah tinggi itu rugi loh bu, susah cari kerja," kata Bu Endang.

“Anak saya si Dara kerja dulu bu,” jawab ibuku singkat padat dan jelas.

"Oalah bu, jangan pelit pelit to sama anak, jualan ikan juga laris manis, masa buat anak kuliah nggak ada biaya sih," kata bu Endang meremehkan ibuku.

Ibuku menjelaskan jika memang tidak sanggup menyekolahkan aku putri sulungnya sampai perguruan tinggi. Karena aku masih mempunyai tiga orang adik yang harus sekolah. Jika uang dipakai untuk membiayai kuliahku bagaimana nasip ke tiga adikku nanti. Tapi bu Endang masih saja julid dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan.

“Bu Siti tak bilangin yo, kalau sama anak itu tidak boleh pelit, sekolah itu demi masa depan anak yang cemerlang,” ucap ibu Endang.

“Saya juga tahu bu Endang, tapi saya ini hanya pedangan ikan, tidak pegawai negeri,” sahut ibukku yang mulai sewot.

Ibuku masuk kedalam rumah karena sudah selesai melayani biang gosip di kampung ini, semoga Bu Endang sadar dan segera pergi dari rumahnya karena semakin di ladeni semakin banyak kata yang terlontar tidak mengenakkan.

Sebagai anak pertama yang masih mempunyai banyak adik tentu saja aku tidak bisa memaksakan kedua orang tuaku untuk menyekolahkan tinggi aku bukan? Sudahlah lebih baik membantu ibu membereskan dagangan untuk berjualan di pasar. Taku yang menggerutu sampai tidak sadat ada ayahku yang sudah pulang dari pasar. 

“Dara, kenapa kamu menggerutu seperti itu?” tanya ayahku yang bernama pak Harun.

“Tidak kok yah, biasa habis ada bu Endang membeli ikan dan membanggakan putrinya yang berprestasi itu loh,” jawabku yang sedikit terkejut melihat ayah pulang.

Ayah memang di pasar dari subuh sampai jam delapan pagi saja. Menunggu ibu selesai mengurus anak-anaknya samapi berangkat sekolah semua baru bertukar posisi ayah di rumah dan ibu berjualan di pasar. Ayah memang paling mengerti aku. Beliau menanyakan kenapa aku sampai menggerutu saat tadi kedatangan bu Endang. Apakah dari mulut racun tetangga bernama bu Endang itu terdengar hal yang membuatku tidak suka?

“Apakah bu Endang ada menyinggungmu sehingga kamu menggerutu kesal?" tanya Ayahku. 

"Ya secara tidak langsung dia menyinggungku yah. Dia menceritakan kalau anaknya keterima bisik misi di salah satu universitas. Sedangkan aku kan tidak bersekolah. Mana dia berkata jaman sekarang kalau tidak sekolah tinggi susah cari kerja,"  jawabku. 

"Kalau begitu kamu harus buktikan pada mulut bu Endang yang semabarangan bicara itu. Kalau tidak sekolah tinggi juga bisa sukses," balas Ayahku bersemangat. 

Ayah sekilas tadi mendengar omongan bu Endang yang membanggakan anaknya terpilih masuk universitas negeri, ayah memikirkan mungkin putrinya ini juga ingin melanjutkan sekolah tinggi seperti anak seusia mereka. Tapi mau bagaimana lagi ayah tidak memiliki banyak biaya untuk menyekolahkanku sampai tinggi karena masih mempunyai tiga adik yang bersekolah.

“Dara, ayah tahu kamu menginginkan sekolah tinggi, untuk sementara kamu kerja dulu ya, kumpulin uangnya dan kamu tahun depan bisa daftar kuliah,” ucap ayah.

“Terima kasih telah menyemangati Dara yah, Dara semakin semangat untuk mencari kerja!” ucap ku bersemangat.

Ayah tersenyum melihatku sudah ceria dan semangat lagi. Karena hari sudah mulai siang ayah segera berangkat ke pasar mengangkut ikan menggunakan becak tetangga. Memboncenng ibuku ke pasar menggunakan motor bututnya.

Hari ini aku dapat panggilan kerja di sebuah perusahan Kosmetik terkemuka di kota ini. Tak butuh waktu lama karena perusahaan membutuhkan karyawan yang sangat cepat, jika aku bisa masuk kerja mulai besok akan segera di terima.

"Karena kamu sudah bersedia mulai kerja besok, jadi saya harap kamu dapat datang tepat waktu, masa training kamu tiga bulan ya,” ucap seorang HRd yang mewawancaraiku.

“Baik bu, besok saya akan datang tepat waktu,” aku menjawab dengan semangat.

Keesokan harinya Aku sudah mulai kerja. Karena ini pertama kalinya aku bekerja maka aku datang lebih pagi. Hrd mengajakku berkeliling memperkenalkan diri sebelum mulai bekerja. Sekarang saatnya aku masuk ke ruangan Adminitrasi, ruangan yang akan menjadi ruanganku bekerja mulai hari ini.

"Pagi semuanya, ini adalah Dara yang akan menjadi teman kerja baru kalian mulai hari ini," jelas HRD kepada staff yang ada di ruang Adminitrasi dan memintaku untuk memperkenalkan diri.

"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Dara saya baru saya lulus SMK tahun ini, mohon bimbingannya karena saya belum berpengalaman,” ucapku.

 Usai perkenalan aku diminta duduk di bangku yang telah disiapkan sebelumnya. Manajer Adminitrasi bernama Ibu Sari yang mengajari dan memberi tugas apa saja yang harus dikerjakan olehku sebagai staff Adminitrasi. Seorang Senior bernama Irma terlihat sinis memandangku yang baru saja bekerja.

“Ibu Sari, kok dia lulusan SMK doang bisa kerja sebagai admin sih, harusnya dia bekerja di bagian gudang saja sana, emang bisa kerja admin apa?” sindir Irma.

“Irma kamu tidak boleh berkata seperti itu, dia baru saja masuk sehari kita lihat saja kinerjanya seperti apa setelah tiga bulan,” jawab Bu Sari selaku Manajer.

Bu Sari menasehatiku supaya tidak memasukkan kata-kata Irma kedalam Hati karena memang orangnya suka usil dan gemar bergosip ria. Tapi nanti kalau sudah kenal tidak akan jutek seperti itu. Aku sebagai anak baru harus beradaptasi di tempat kerja.

Tak terasa waktu cepat berlalu aku sudah hampir satu bulan bekerja. Pagi ini seperti biasa bu Endang berbelanja ikan di rumahku. Kali ini mengajak anaknya yang baru saja pulang dari pendidikannya karena ada hari libur alias minta uang saku.

“Pagi bu Siti, biasa saya beli ikan tongkol satu kilo, tahu nggak bu Siti kalau anak saya si Ratna ini udah pinter masuk universitas negeri punya pacar alias calon suami anggota TNI loh bu,” ucap bu Endang.

“Walah alhmadulilah ya bu Endang, masa depan cerah dong!” seru ibuku sambil menimbang ikan tongkol pesanan bu Endang.

Bu Endang semakin membangga-banggakan Ratna putrinya. Sudah cakep, pinter, punya masa depan cerah dan juga pasti nanti akan gampang mencari kerja. Sekilas Endang melihatku yang sudah rapi akan berangkat kerja. Mulutnya tak tahan ingin berkepo ria.

“Bu Siti, Itu si Dara mau berangkat kerja ya, kok bisa ya bu Dara anak ibu cuma lulusan SMK doang bisa jadi admin kantoran, emangnya siapa yang masukin ke sana bu?” tanya bu Endang.

“Nglamar sendiri kok bu Endang cari di internet,” jawab ibuku singkat.

Dari penjual ikan Bu Endang melanjutkan berbelanja di tukang sayuran milik bu Sri. Tak lupa pula ia menjual kaleng alias bergosip ria di tempat tukang sayuran bersama ibu-ibu yang lain. Tanpa ada gosip mungkin bagi Bu Endang akan hampa hidupnya. Bagaikan masak sayur tanpa garam hambar rasanya.

"Eh jeng, tahu ngga katanya anak Bu Siti kerja kantoran jadi admin, percaya nggak jeng?” ucap bu Endang kerika baru saja sampai tukang sayuran yang sudah penuh ibu-ibu ketika pagi hari.

"Kalau saya sih percaya, pakaiannya saja rapi menandakan ia kerja kantoran,” jawab bu Sri.

"Alah kalian itu jangan percaya begitu saja dong, masa cuma lulusan SMK doang bisa jadi admin katoran, modal baju rapi dari rumah saja juga bisa nanti sampai tengah jalan ganti pakaian,” sahut bu Endang lagi.

Akibat lambe lamis tetangga bernama bu Endang, semua ibu-ibu yang ada dipenjual sayuran sibuk menerka pekerjaan apa sebenarnya yang dilakukan olehku seorang anak dari bu Siti penjual ikan di desa Sukma Jaya ini.

“Bu Endang, jangan asal bicara sembarangan!”

“Emang kamu tahu Dara itu kerja dimana?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
Ceritanya nampak sangat menarik.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Racun Mulut Tetangga   Hamil- Season satu tamat

    Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara

  • Racun Mulut Tetangga   Nggak jadi belanja

    Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja

  • Racun Mulut Tetangga   Sindiran bu Sri

    "Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."

  • Racun Mulut Tetangga   Saingan yang mencolok

    Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D

  • Racun Mulut Tetangga   Pagi-pagi Gosip

    Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda

  • Racun Mulut Tetangga   Selesai Hajatan

    Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di

  • Racun Mulut Tetangga   Ribut

    Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua

  • Racun Mulut Tetangga   Sudah Siap bergosip

    Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I

  • Racun Mulut Tetangga   Teman Ratna

    Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status