Share

Jus buah

Pernikahan, semua insan yang terlahir di dunia ini pasti menginginkan menikah dengan pasangan sempurna, bahkan atas dasar cinta.

Sangat berbeda dengan Leon, ia harus menikahi Shinta atas permintaan Arlan, yang ternyata wanita itu memiliki usia lebih tua dari Leon, dan tentu setelah menandatangani perjanjian diatas kertas, dan saling menguntungkan.

Kini Shinta telah berada di mansion mewah milik Arlan. Wanita yang telah menjadi istri dari putranya itu berdecak kagum melihat kamar Leon yang di lengkapi dengan semua kebutuhan medis. Tabung oksigen, dan kasur pegas untuk orang sakit ditambah mesin cuci darah, yang sudah di lengkapi dengan tenaga medis jika di perlukan.

Kediaman itu tampak indah dari luar, namun terlihat seperti berada di rumah sakit jika berada didalamnya. Aroma obat-obatan, sehingga berbagai macam jenis alat canggih untuk orang yang mengalami gagal ginjal ada di sana.

Shinta berdecak kagum, menoleh kearah Arlan yang menemaninya untuk melihat-lihat seisi rumah, saat kedua-nya berada di dapur kering.

Arlan bertanya sambil menatap mata gadis yang ada di sampingnya, "Bagaimana, apakah ada yang kurang Shin?"

Shinta menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa semua yang ada di kediaman Arlan, "Tidak Pi, semua tampak lebih sempurna, saya rasa penentuan gizi untuk Leon sudah cukup. Kenapa jika semua sudah di fasilitasi begini, Papi masih membawa Leon ke rumah sakit?"

Arlan yang mendengar panggilan Shinta mulai berubah padanya, sedikit tersenyum geli. Dia tampak seperti sudah tua, bahkan sebentar lagi akan memiliki cucu juga cicit.

"Sejak kapan kamu merubah panggilan mu? Cukup panggil Arlan saja. Karena kita hanya orang asing. Kamu menjadi menantu ku, hanya diatas kertas. Tidak resmi, dan keluarga besar ku juga tidak mengenal mu!" tegasnya.

Shinta menaikkan kedua alisnya. Sejujurnya ingin sekali ia mengatakan bahwa Arlan lah yang diinginkan nya, bukan Leon ...

"Sepertinya aku harus mencari cara, bagaimana caranya untuk menarik perhatian Tuan Arlan. Beliau benar-benar berbeda, dan ternyata sangat kaku, tapi menarik perhatian ku. Jika aku tidak agresif, maka kesempatan ku untuk menjadi Nyonya Arlan pupus sudah. Percuma jika memiliki uang banyak, jika menikah dengan pria yang tidak bekerja, pasti akan habis. Aku tidak tahu sampai kapan nafas Leon bisa bertahan ..." geramnya dalam hati.

Mendengar isyarat Arlan membuat Shinta tertawa kecil, bercampur dengan rasa kesalnya ...

"Jadi saya harus manggil apa, Pi? Sayang kah, honey, Mas, atau Abang?"

Seketika Arlan terdiam, ia mendehem, dan berlalu. "Ehem ..."

Arlan meninggalkan Shinta seorang diri, ia tidak ingin pelayan dapur, mengetahui tentang kegilaan menantunya yang sudah mulai menggoda perlahan.

Sejujurnya Arlan sangat memahami, bagaimana perasaan Shinta. Harus menandatangani surat pernikahan, yang seharusnya tidak ia terima. Namun semua harus dilakukan Shinta untuk menemani Leon, untuk memperlama masa hidup putra kesayangan Arlan.

Saat Arlan tengah berjalan menuju ruang keluarga, seketika Leon hadir, dan semakin mengejutkan bagi Arlan, "Pi ... mana Shinta? Aku ingin membawa dia keliling taman. Nanti malam tolong buatkan aku menu spesial, karena aku sangat menginginkan makanan yang lezat!"

Arlan tersenyum sumringah, mendekati Leon, menatap mata putranya lebih dalam, "Apa yang kamu inginkan hmm? Jika kamu menginginkan makanan yang enak, sampaikan pada Shinta, tapi ingat ... jaga kadar gula dan kolesterol kamu. Papi tidak mau diabetes kamu kambuh, dan kita harus menjalani insulin lagi!"

Leon menelan ludahnya, membayangkan jika penyakit diabetesnya kambuh kembali, dan menjalani penyuntikan insulin, dan pasti sangat menyakitkan, bahkan bisa jadi mempersingkat usianya. Sementara dia baru saja menikah, dan merasakan kebahagiaan yang tak sanggup di ungkapkan dengan kata-kata.

Matanya mengarah pada Shinta yang mulai mendekat kearah mereka, namun Arlan tak menyadari karena dia masih berjongkok dihadapannya untuk mengingatkan Leon, yang duduk di kursi roda elektrik.

"Ehem ..." sapa Shinta tersenyum tipis, menatap wajah suaminya, dan sang idola Tuan Arlan.

Leon melihat kehadiran Shinta sedikit berbeda karena membawa satu senyuman yang sangat manis, dengan jus buah dua gelas untuk membasahi tenggorokan kedua pria yang ada dihadapannya.

Leon bertanya dengan penuh kebahagiaan, "Jus apa itu sayang?"

"Hmm jus buah strawberry dan melon," jelas Shinta menatap Leon dan Arlan bergantian.

Shinta semakin mendekat, memberikan gelas untuk Arlan terlebih dahulu, "Minumlah Pi ... Papi pasti suka, karena sejak tadi pagi aku lihat Papi belum makan apa-apa," ucapnya lembut dan menggoda.

Arlan membuka mulutnya, menyunggingkan senyuman lirih, karena Shinta tak mengindahkan ucapannya, untuk tidak memanggil Papi. Dengan sangat terpaksa dihadapan Leon, Arlan menerima gelas pemberian menantunya.

"Jangan salahkan jika suatu hari nanti aku tergoda ..." Hanya itu yang Arlan ucapkan dalam hati, saat menatap wajah cantik Shinta dari jarak dekat.

Shinta menunduk malu dan hormat, dalam hatinya bersorak gembira, bahwa Arlan terpesona melihat kecantikan serta kebaikannya.

Leon tersenyum melihat kedekatan istri dan papi-nya yang semakin tidak ada jarak. Sesuai permintaannya, setelah pernikahan mereka berdua di tandatangani, maka panggilan Shinta terhadap Arlan harus berubah.

Shinta mendekati Leon, mencondongkan badannya agar lebih dekat dengan sang suami, menatap mata Leon dengan tatapan iba. Ia membantu Leon, dengan menempelkan sedotan di bibir tipis suaminya yang sudah mengering.

"Hmm ..." Leon menyeruput perlahan, kali ini ia benar-benar menikmati kelezatan jus buah yang diberikan Shinta dengan menutup kedua matanya.

Shinta melihat wajah tampan, yang tak terlihat tampan itu dengan perasaan sedih, "Tuhan ... Kenapa Kau beri keluarga ini cobaan dari sakitnya Leon dan kehilangannya Yasmin istri Tuan Arlan? Bukankah mereka orang yang banyak uang, bahkan bisa membeli apa saja ... Namun melihat pria yang ada dihadapan ku kini, membuat aku tidak tega untuk berbuat apa-apa. Aku sungguh kasihan padanya ..."

Arlan tersenyum sumringah, melihat Shinta memerankan peranan sebagai istri terlihat baik dan sempurna. Membuat ia memilih meninggalkan Leon bersama Shinta.

Leon menyentuh tangan Shinta yang masih memintanya untuk menghabiskan jus yang ada dalam genggaman.

"Sa-sa-sa-sayang ... bisakah kita jalan-jalan ke taman samping? Aku ingin kamu memotongkan kuku ku yang sudah terlihat panjang. A-a-aku tidak ingin melihat mu terluka, jika aku tidur di dekatmu nanti," jelasnya ... Memperlihatkan kuku tangan yang tak berseri lagi, hanya terlihat buku-buku tangan itu biru tak berdarah dan kulit yang tak sehangat tubuh normal biasanya.

Shinta yang merasakan keanehan pada diri Leon, bergegas mengusap lembut kening pria yang sudah berstatuskan sebagai suaminya itu ...

"Sayang ... kamu kenapa? Kenapa tubuh kamu terasa sangat dingin? Tidak sehangat kemren?" pekik Shinta panik.

Arlan yang mendengar suara Shinta bertanya dan menangis, berbalik dan berlari kearah semula untuk mendekati putra kesayangannya, kemudian bertanya, "Ada apa Shinta?"

Shinta menggelengkan kepalanya, dia khawatir dengan kondisi Leon, hanya bisa meminta Arlan untuk segera menghubungi dokter pribadi Leon, "Cepat hubungi dokter Pi, karena Leon kembali kehilangan kesadaran!" perintahnya pada sang mertua, kemudian membawa Leon dengan gerak cepat menuju kamarnya ...

Benar saja, teriakan dan kepanikan Shinta membuat semua petugas medis yang berada di kediaman Arlan bertindak dengan cepat. Dari selang oksigen, juga selang infus yang di pasang langsung oleh Shinta.

Shinta menyentuh selang cuci darah yang berada di lengan Leon dengan sangat hati-hati, merasakan bahwa denyut nadi di sana sedikit mendesir namun telah melemah. Ia menelan ludahnya, seketika dia sadar ...

"Sayang, kamu harus melakukan cuci darah lagi ..." bisiknya perlahan di cuping kiri Leon yang masih setengah sadar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Juanda Davin
kasihannya leon ...🥲🥲
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status