Pernikahan, semua insan yang terlahir di dunia ini pasti menginginkan menikah dengan pasangan sempurna, bahkan atas dasar cinta.Sangat berbeda dengan Leon, ia harus menikahi Shinta atas permintaan Arlan, yang ternyata wanita itu memiliki usia lebih tua dari Leon, dan tentu setelah menandatangani perjanjian diatas kertas, dan saling menguntungkan.Kini Shinta telah berada di mansion mewah milik Arlan. Wanita yang telah menjadi istri dari putranya itu berdecak kagum melihat kamar Leon yang di lengkapi dengan semua kebutuhan medis. Tabung oksigen, dan kasur pegas untuk orang sakit ditambah mesin cuci darah, yang sudah di lengkapi dengan tenaga medis jika di perlukan.Kediaman itu tampak indah dari luar, namun terlihat seperti berada di rumah sakit jika berada didalamnya. Aroma obat-obatan, sehingga berbagai macam jenis alat canggih untuk orang yang mengalami gagal ginjal ada di sana.Shinta berdecak kagum, menoleh kearah Arlan yang menemaninya untuk melihat-lihat seisi rumah, saat kedua
Melihat kondisi Leon yang sangat memprihatinkan, membuat Shinta tak kuasa meninggalkan suaminya untuk pergi bekerja. Sudah dua minggu pria berusia 20 tahun itu terbaring lemah tak berdaya, di ranjang kamar dengan selang oksigen masih terpasang di hidungnya.Shinta masih enggan beranjak dari kamar itu, hanya untuk menemani Leon. Dengan menggenggam jemari tangan pria yang sudah berstatuskan suaminya itu.Sudah lebih seminggu pula Arlan menghabiskan waktunya bersama sahabat bisnisnya, dan belum mau kembali ke mansion.Seno menepuk pundak Arlan yang tengah termenung di ruang keluarga apartemen duda beranak satu itu, hanya untuk mengejutkan sahabatnya, "Kenapa kamu malah kembali ke apartemen? Apakah Leon baik-baik saja? Sehingga kamu mengundang ku kesini?"Arlan menggelengkan kepalanya, sesungguhnya dia sangat khawatir pada Leon. Tapi semenjak kepergiannya dengan alasan dinas, Shinta selalu memberitahu bagaimana kabar putra kesayangannya, melalui telepon serta pantauan melalui CCTV yang ia
Keheningan apartemen Arlan sangat menenangkan bagi duda beranak satu itu, saat dia mengenang semua kisahnya bersama Yasmin. Tentu saja istri tercintanya itu tidak terlupakan sampai kapanpun.Namun, semenjak pertemuannya dengan Shinta, membuat pikirannya seakan-akan mendapatkan angin segar, dalam pencarian cinta terakhirnya.Ya, kemiripan Shinta dengan Yasmin, sangat terlihat jelas. Dari tatapan mata yang sendu, bahkan kebaikannya pada Leon, mampu membius mata hatinya.Untuk itulah Arlan memilih tinggal di apartemen agar tidak tergoda oleh pesona sang menantu, yang sangat ramah juga hangat.Arlan memiliki insting yang luar biasa, jika menilai seorang wanita. Tapi apakah dia mampu, menolak Shinta jika terus menggodanya?Lamunan dua pria yang tengah bersantai itu seketika buyar, saat asisten rumah tangga Arlan, berlari menuju pintu utama, untuk menyambut kakak dari Almarhum Yasmin."Tuan, ada Mba Raline." Tutur wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangganya. Arlan mendengus ding
Mata keduanya saling bertemu, Arlan tak mampu untuk tidak mendekati Shinta. Gadis ceria nan hangat, membuat ia benar-benar tergoda pada menantunya sendiri. Jantung mereka berdegup kencang tak karuan, terlihat guratan gugup saat mata mereka saling menatap. Hanya satu yang ada dalam benak Arlan,"Cantik ..."Kekaguman Arlan semakin terlihat jelas dari rona wajahnya, saat ia langsung memberikan tas yang ada ditangannya kepada salah satu pelayan. Tatapan mata yang dulu tak merasakan apa-apa, kini semakin merasakan sesuatu yang sangat berbeda.Arlan mendekatkan wajahnya, hanya untuk mencium aroma wangi yang menyeruak dari tubuh gadis, yang mengaku masih perawan dihadapannya beberapa waktu lalu.Shinta tersentak, saat jemari tangan Arlan menyentuh kulit wajahnya, menatap mata Arlan yang juga tengah menatapnya, "Papi, kenapa baru pulang sekarang? Tadi ada keluarga Leon yang datang ke sini, tapi wanita itu tidak Shinta beri ruang untuk bertemu dengan Leon, karena suami ku sedang istirahat. Ja
Mendengar penuturan mertuanya, Shinta antara ingin bersorak gembira, atau bahkan sedih setelah mendengar kejujuran dari seorang Arlan, yang tergoda akan pesonanya.Shinta menautkan kedua alisnya, menatap wajah Arlan yang memang sudah sangat dekat dengan wajah cantik itu, kemudian berkata hanya sekedar menggoda, "Maaf Pi ... maksudnya terpesona atas apa? Aku hanya mengatakan ingin merawat Leon, bukan untuk merayu Papi," dalihnya dengan dada bergemuruh senang. Arlan menahan rasa malunya. Entahlah, kali ini ia seperti dipermalukan oleh seorang gadis, yang benar-benar sangat menarik perhatiannya."Sudahlah lupakan saja. Oya, apa kamu ada waktu? Kita akan membahas tentang perjanjian karena ada beberapa yang harus aku perbaiki, karena lebih baik kita bicarakan sedari awal. Agar kamu tidak kecewa," pintanya mengalihkan pikiran Shinta.Sejujurnya semua itu hanya akal-akalan Arlan, karena tidak mampu menjawab godaan dari menantunya sendiri.Ya ... Shinta semakin menarik perhatian Arlan. Ketul
Suasana pagi begitu menyibukkan bagi Shinta dalam merawat Leon. Membersihkan tubuh suami yang masih dalam kondisi lemah, dengan memakaikan baju kaos pilihan pria yang menikahinya secara kontrak tersebut, setelah menyeka tubuh Leon menggunakan air hangat."Sa-sa-sa-sayang, bisakah kamu menolong ku untuk menjahitkan celana pendek aku yang itu?" tunjuknya pada celana berbahan katun, yang robek di bagian kantong celananya.Shinta mengalihkan pandangannya kearah tunjuk Leon yang masih duduk di bibir ranjang tanpa mengenakan underwear. Untuk diketahui, selama pasien melakukan cuci darah rutin, selama itu pula ia tidak mengeluarkan air seninya.Shinta mengangguk, dia mencari jarum dan benang yang pernah ia lihat di dalam laci kamar suaminya tersebut. "Sayang, dimana jarum jahitnya? Kemaren aku lihat ada disini, kok sekarang enggak ada? Apa ada orang lain yang masuk ke kamar kita? Karena setahu aku, kamar ini tidak boleh siapapun yang masuk," celotehnya masih mencari-cari keberadaan jarum jah
Shinta masih berusaha merayu suaminya, dia tidak ingin Leon bersedih atas sikapnya. Bagaimanapun ia menyadari kesalahan yang telah dilakukan sehingga melukai perasaan Leon. "Sayang ... aku minta maaf padamu. Bagaimana hari ini kita jalan-jalan, atau belanja. Kebetulan keperluan kewanitaan ku habis, jadi aku ingin membeli beberapa kebutuhan, dan kita bisa jalan-jalan di pusat perbelanjaan," pujuknya mengecup punggung tangan Leon.Leon yang tidak pernah keluar rumah, semenjak sakit, seketika menyetujui permintaan Shinta, "Tapi kamu harus janji satu dengan aku," rungutnya.Shinta mendekatkan wajahnya lebih dekat pada Leon, menggenggam erat pada pegangan kursi roda, "Apa hmm?"Leon tersenyum sumringah, wajah pucatnya seketika merona malu. Dia tidak pernah mendapatkan perhatian khusus dari orang lain seperti yang dirasakannya ketika bersama Shinta.Beberapa tahun lalu, saat Leon menjalin hubungan dengan Cua, hanya dirinya lah yang selalu merayu, berbuat baik pada gadis itu. Bahkan jika keka
Cukup lama Arlan menghabiskan waktu di ruang meeting bersama pihak manajemen rumah sakit internasional, hanya untuk mendengarkan laporan tahunan, serta perencanaan enam bulan kedepan. Tentu ia dihadapkan dengan Raline juga Seno yang duduk persis dihadapannya.Ketika break makan siang yang telah dipersiapkan team management, Arlan memilih meninggalkan ruang meeting menuju ruangannya. Tentu Mia mengejarnya, untuk meminta tanda tangan duda tampan beranak satu tersebut.Mia bertanya sedikit gugup karena sejak tadi Arlan tidak mengacuhkan secretarisnya, "Ma-ma-maaf Pak ... bisa kita menandatangani berkas dulu sebelum makan siang?"Arlan hanya menjentikkan jarinya, agar Mia meletakkan berkas diatas meja kerjanya, dan meminta wanita itu pergi dari ruangannya. "Panggil Seno untuk makan bersama di ruangan saya. Satu lagi, kembalikan posisi Raline untuk sementara waktu, beri dia kontrak tiga bulan, sambil kita mencari kandidat yang lain! Shinta masih sibuk mengurus