Share

Nilai yang fantastis

Perasaan pria yang masih berusia 20 tahun itu seketika berbunga-bunga. Leon lebih bersemangat saat tangannya di genggam Shinta ketika akan berpindah ke kursi roda. Dia sangat bahagia sekaligus bangga, karena ada wanita cantik dan baik yang mau menikah dengannya.

Cuci darah yang akan berlangsung selama enam jam, memutuskan Leon menoleh kearah Arlan kemudian berkata dengan penuh senyuman ...

"Pi ... jangan lupa belikan cincin untuk Shinta. Aku akan melamar gadis itu ketika selesai cuci darah."

Shinta yang mendengar ucapan Leon hanya tersipu malu, dan melirik kearah Arlan. Kali ini dalam hatinya hanya satu, "Merawat Leon, untuk mendekati Arlan, membuat pria mapan dan tampan itu tertarik padanya, dan hmm ..."

Shinta dan satu security membawa Leon ke ruangan cuci darah yang berada dilantai tiga gedung rumah sakit.

Sehingga Arlan yang tidak bisa mendampingi Leon, hanya bisa mengintip dari kaca yang terbuka sedikit, dan melihat untuk kedua kalinya proses pertama kali orang tercintanya menjalani cuci darah.

Arlan menyanggupi semua permintaan Leon. Membeli cincin kawin dengan bantuan secretarisnya, Mia. Agar mempersiapkan semua perjanjian mereka, serta menghubungi toko perhiasan ternama di Singapura, untuk mengantarkan perhiasan mewah ke rumah sakit.

Tentu Mia yang mengagumi sosok seorang Arlan bertanya penasaran melalui telepon di seberang sana ...

[Maaf Pak, siapa yang akan menikah? Apakah Bapak akan menikahi gadis Singapura?]

Arlan tertawa terbahak-bahak, mendengar celotehan secretarisnya.

[Siapkan saja! Perjanjian nya sesuai dengan yang saya kirimkan melalui w******p barusan. Sudah, jangan banyak tanya, nanti kamu juga akan tahu. Saya tunggu ya.]

[Baik Pak ...]

Telpon tertutup, Arlan menuju restoran rumah sakit hanya untuk menikmati segelas kopi hitam.

Lebih dari tiga jam Arlan duduk seorang diri di restoran rumah sakit, ia meminta pada salah satu pelayan restoran untuk memprint tiga lembar surat perjanjian yang telah dikirim Mia padanya, sebanyak dua rangkap.

Pelayan restoran bergerak cepat, saat menerima satu flashdisk kecil, dan bergegas menuju ruangan kantor yang terletak di sudut restorannya.

Arlan menyesap kopi hitam, sambil menunggu Shinta. Di tangannya kini sudah ada satu pulpen bertinta hitam dan dua materai sebagai memperkuat perjanjian mereka berdua.

Shinta meninggalkan Leon, yang sudah tertidur, karena beberapa kali mengalami ketegangan, saat selang cuci darah di tanam pada bahu sebelah kanan. Sebuah alat berupa selang infus elastis, kini sudah berada di sana, sebagai satu pusat saat waktu cuci darah itu tiba.

Wajah Shinta sangat bersemangat, bahkan berseri-seri saat matanya saling menatap.

Arlan melambaikan tangannya, agar Shinta mendekat, kemudian membukakan satu kursi supaya duduk lebih dekat dengannya.

Shinta menghentikan langkahnya, mengusap dadanya lembut, menggigit bibir bawahnya, tampak sedikit kaku, dan hanya bisa tersenyum manis dan menunduk hormat.

Entahlah ... kali ini Shinta seperti akan di lamar oleh Arlan, bukan Leon. Gadis itu juga melihat beberapa lembar berkas yang sudah ada dalam genggaman tangan duda beranak satu tersebut.

Perlahan Shinta mendekati meja Arlan, melambaikan tangannya agak gugup, berkali-kali dia tersenyum manis dan menunduk malu.

Arlan yang sudah terbiasa melihat wanita seperti itu di hadapannya, hanya meminta pada Shinta, agar duduk di dekatnya.

"Duduklah, kita bisa berbincang lebih dekat."

Shinta mengangguk, bagaimana mungkin dia harus tampak salah tingkah dihadapan Arlan. Wajah tampan duda tersebut benar-benar mampu membius mata hatinya.

"I-i-iya Tuan ..."

Senyuman Arlan lagi-lagi mematikan langkah Shinta, membuat gadis itu bergumam dalam hati, "Agh senyuman pria ini benar-benar memabukkan ku ... tenang Shinta, selangkah lagi kamu akan menjadi Nyonya Arlan, bukan Nyonya Leon. Karena hanya Tuan Arlan yang hmm masih bersemangat untuk membahagiakan mu lahir dan batin ..."

Arlan yang melihat Shinta tidak kunjung duduk, berdiri dihadapan gadis cantik itu, dan menatap lekat kedua bola mata calon menantunya tersebut, sambil mengayunkan telapak tangan di depan wajah Shinta.

Arlan menyapa Shinta sekali lagi, "Hai, kamu bengong?"

Shinta tersadar, pipi mulus nan cantik itu memerah, tersipu-sipu malu, "Oogh, maaf Tu-tu-tu-tuan, saya seperti tengah terhipnotis oleh pesona mu!" jawabnya spontan, dengan dada berdebar-debar, dan terlihat lebih cepat dalam bernafas.

Arlan memainkan bibirnya, jujur jauh di lubuk hati terdalamnya, dia sangat mengagumi wanita yang berdiri di hadapannya.

Penampilan Shinta yang sangat sederhana, namun elegan, di balut baju dinas yang sedikit ketat, membuat kelaki-lakiannya sedikit tergoda.

Akan tetapi Arlan mengingat Leon, sang putra yang ingin memiliki istri sebelum ajal menjemputnya.

Arlan mencoba untuk bersahabat dengan Shinta, di mengusap perlahan bahu gadis itu, merangkulnya dan membawa ke kursi yang sudah tersedia sejak tadi.

"Come on, jangan buang-buang waktu lagi. Kita harus menandatangani surat perjanjian, dan kamu akan ikut dengan saya. Saya sudah meminta pihak rumah sakit Mount Elizabeth, untuk menyelesaikan semua administrasi kamu, dan mengirimkan semua berkas ke rumah sakit yang di Jakarta. Jadi kamu akan menjadi Kepala Bagian Humas dengan gaji hmm ..."

Penjelasan Arlan terhenti, karena dia tidak ingin menyebutkan langsung nominalnya, agar Shinta yang membaca sendiri isi kontrak mereka.

Shinta duduk disamping Arlan, memesan beberapa makanan kecil untuk menemani obrolan mereka.

Sementara Shinta membaca isi surat perjanjian, antara dirinya dengan Arlan.

Shinta menelan salivanya, saat melihat gaji yang akan diberikan pihak rumah sakit sebesar 4500 USD atau berkisar 63 juta. Lagi-lagi gadis itu terasa semakin pening, dan kepalanya seperti berputar-putar, karena gaji yang dia terima saat ini, tidak sebanding dengan penawaran seorang Arlan.

Di tambah, semua fasilitas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai Papi untuk Leon, Arlan akan memberikan uang senilai 50 juta perbulan, selama status pernikahan sah mereka.

Bonus yang lain, hanya untuk membeli kebutuhan pribadi, Arlan akan melebihkan untuk Shinta sebesar 25 juta.

Nilai yang sangat fantastis, untuk menjadi istri seorang Leon. Karena dalam waktu satu tahun, Shinta sudah meraup keuntungan milyaran.

Dengan catatan yang tertulis di bagian bawah yang di garis bawahi dan di tandai dengan tinta tebal, menyatakan bahwa jika Leon meninggal dunia, maka Shinta tidak akan mendapatkan satu sen pun harta warisan dari Keluarga Arlan Alendra.

Shinta menaikkan kedua alisnya, jujur dia sebagai wanita merasa tertarik dan tertantang dengan surat kontrak mereka berdua, memberikan satu pertanyaan yang mungkin akan mengejutkan Arlan.

"Hmm maaf Tuan, berarti saya dinyatakan janda perawan jika putra Anda meninggal dunia?"

Arlan terdiam, sejenak matanya melihat sosok Shinta yang mengakui dirinya masih perawan. Tentu duda beranak satu ini, mencari cara agar gadis cantik yang menarik perhatiannya tidak pergi secepat itu darinya ...

"Lakukan tugas mu, kita tidak banyak waktu! Aku ingin memberikan yang terbaik. Jika putra ku Leon diambil lebih cepat oleh Tuhan, nanti kita akan membicarakan rencana selanjutnya!"

Shinta yang mendengar penuturan Arlan, semakin yakin, bahwa pria yang duduk di sampingnya mulai tertarik padanya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Juanda Davin
hahaha ... ternyata arlan yang akan mengambil keuntungan sepertinya ...🫠
goodnovel comment avatar
Vivi Kosasih
dari menantu nanti jadi istri y Shinta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status