“Apa yang kamu lakukan pada Ayah, Arsen? Apa maksud semua ini?” tanya Ivana tidak bisa menahan diri untuk tidak langsung menanyakan apa yang sejak tadi mengusik kepalanya.
Arsen masih menunjukkan sorot mata dingin yang menusuk hingga seluruh tubuh Ivana terasa sangat merinding juga tertekan.
“Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, Ivana,” jawab Arsen melipat kedua tangannya di dada.
“Hah?” Ivana sama sekali tidak puas dengan jawaban dari suaminya. “Minggir, aku harus menemui Ayahku!” Ivana berusaha menerobos untuk keluar dari sana, tetapi Arsen mencekal pergelangan tangan Ivana membuat wanita itu meringis kesakitan.
“Lepaskan aku! lepaskan aku, Arsen. Kamu menyakitiku!” teriak Ivana dan Arsen mendorong tubuh wanita itu hingga punggungnya membentur dinding di belakangnya.
“Ah, sepertinya ini pertama kalinya aku menyakitimu setelah tiga tahun kita menikah, Ivana,” ucap Arsen.
“Si-siapa kamu sebenarnya?” tanya Ivana saat menatap pasang mata di depannya itu, dia sama sekali tidak mengenali lagi sosok itu.
“Aku Arsenio, suamimu, Ivana.”
“Kenapa? kenapa kamu melakukan ini, Arsen? Bukankah kamu mencintaiku?” tanya Ivana menitikkan air matanya sangat terluka melihat pria di depannya yang begitu dia cintai.
“Cinta?” Arsen tersenyum mengejek. “Kamu terlalu naif, Ivana. Bahkan kamu menutup mata dengan semua yang sudah Ayahmu lakukan selama ini.”
“A-apa kamu harus sampai melakukan ini? Bagaimana pun selama ini Ayah sudah begitu menyayangimu,” ucap Ivana.
“Cih, sudah aku katakan jangan naif, Ivana. Karena Ayahmu, hidupku jadi seperti ini! kamu tahu, betapa hidupku hancur karena ulahnya! Kamu bisa bersenang-senang dan berfoya-foya dari uang hasil membantai keluarga orang lain.”
Degh!
Kedua mata Ivana melebar dengan bibir yang bergetar di sana. “A-apa maksudmu?”
“Semua ini ulah Ayah dan keluargamu, Ivana!” kali ini tatapan pria di depannya semakin menakutkan. Sorot mata tajam yang memerah itu seakan menyimpan banyak amarah dan dendam.
Ivana tidak bisa berkata apa-apa lagi, tubuhnya bergetar dan menatap Arsen dengan takut. Pria itu memejamkan matanya sesaat untuk meredakan amarahnya dan menghempaskan tubuh Ivana hingga tersungkur ke lantai dan pelipisnya terluka karena membentur ujung meja.
“Jangan coba-coba untuk keluar dari sini, kalau kamu ingin tetap hidup!” setelah mengatakan ancaman itu, Arsen pergi dari sana meninggalkan Ivana yang membeku, kinerja otaknya mendadak melambat dan dia tidak memikirkan apa pun selain rasa merinding di sekujur tubuhnya. Wanita itu hanya bisa menangis di sana, dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi.
Ivana mendengar suara deru mobil yang menjauh meninggalkan rumah. Ia bangkit dari duduknya sambil menyeka air matanya dan menatap keluar jendela di mana Arsen sudah pergi dari sana.
Merasa lelah dan bingung dengan semua yang terjadi, Ivana berjalan ke sisi ranjang, tubuhnya pun luruh ke lantai dengan bergetar. Entah apa yang terjadi, situasi yang menegangkan dan terjadi begitu mendadak. Dalam waktu sekejap, saham perusahaan keluarganya anjlok, dan tiba-tiba saja ada kabar kalau perusahaan akan diakusisi. Ada orang dalam yang membocorkan semua informasi perusahaan ke luar. Dan belum hilang rasa terkejut karena hal itu, Arsen datang dengan sosok yang berbeda dari biasa.
“Se-sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Arsen melakukan semua ini?” gumam Ivana terus memikirkan setiap kemungkinan dan mengingat kembali perlakuan suaminya. Sejauh ini, tidak ada hal yang mencurigakan, Arsen tetap bersikap lembut dan hangat padanya seperti biasa. Tetapi hari ini, dia menunjukkan sosok dirinya yang lain.
Ivana duduk termenung di pinggir ranjang dengan memeluk kedua lututnya. Kepalanya tidak berhenti berpikir dan pertanyaan yang sama terus berputar di sana, air mata tidak berhenti berderai dan dia begitu mengkhawatirkan Ayahnya. Entah apa yang akan dilakukan Arsen pada Ayahnya.
***
Saat malam semakin larut, Ivana sama sekali tidak bisa tidur dan situasi terasa begitu sepi dan mencekam. Karena rasa penasaran, Ivana berjalan mendekati pintu dan menekan knop pintu. Ia terkejut saat pintu kamar tidak dikunci, dia segera membuka pintu dan mengintip keluar yang ternyata begitu sepi tidak ada siapa pun. Ia berjalan menyusuri lorong untuk bisa keluar dari sana dengan langkah pelan.
Akhirnya dia sampai di sebuah ruangan yang pintunya terbuka, karena merasa penasaran, dia pun masuk dan menyalakan saklar lampu. Betapa terkejutnya saat dia melihat ruangan itu penuh dengan layar televisi dan banyak sekali foto menempel di jendela kaca. Di sana ada foto, Ayah, Ibu, Paman juga dirinya. Di salah satu layar yang di pause terlihat sebuah rekaman video, dia menekan tombol start dan melihat rekaman saat Pamannya yang meninggal sebulan lalu dibunuh oleh seseorang.
“A-arsen!” Ivana menutup kedua tangannya sangat terkejut di sana.
Ivana berjalan mundur penuh ketakutan hingga punggungnya menyentuh sesuatu yang keras. Ia membalikkan badannya dengan ragu dan terkejut saat melihat sosok pria tinggi dengan mengenakan topi hitam yang menutup sebagian wajahnya. Tidak sempat memandangi wajah pria tersebut, Ivana sudah ditusuk tepat di area jantungnya.
“Ugh!”
Darah menetes ke lantai, semakin lama semakin deras bersamaan dengan tubuh Ivana yang ambruk ke lantai, di tengah rasa sakit yang melanda dan tatapannya yang semakin buram, dia berusaha menatap sosok pria yang masih berdiri di tempatnya. “Arsen?”
***
Ivana membuka matanya bersamaan dengan tubuh yang dipaksa bangun hingga kepalanya terasa sangat pusing.
“Ugh!” dia meringis memegang kepalanya.
“Sayang, kamu sudah siuman?” pertanyaan itu membuat Ivana menolehkan kepalanya ke sumber suara.
“Arsen?”
Degh!
***
Acara dilanjut dengan resepsi di halaman gereja yang meriah. Zeeya sibuk menikmati banyak camilan dan dessert yang tersaji di sana.Resepsi di halaman gereja berlangsung meriah, dengan nuansa taman yang indah, dihiasi lampu-lampu berkelip dan bunga-bunga berwarna cerah. Meja-meja penuh dengan berbagai jenis hidangan lezat, dari makanan pembuka hingga hidangan penutup yang menggugah selera. Sambil berdiri di sekitar area dengan pemandangan danau yang tenang, para tamu menikmati kebersamaan dan suasana yang penuh kebahagiaan.Zeeya yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya, sudah berada di meja dessert, dengan wajah ceria dan penuh semangat. Camilan-camilan kecil, kue-kue manis, dan es krim berwarna-warni menarik perhatian balita tersebut. Dengan riang, dia memilih beberapa kue kecil dan memakannya satu per satu sambil tertawa kecil.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam gereja, suasana penuh kehangatan menyambut. Hiasan bunga putih dan hijau menghiasi altar, sementara cahaya matahari yang masuk melalui kaca patri memberikan nuansa sakral. Para tamu, yang sebagian besar adalah kerabat dekat dan teman, sudah menempati tempat duduk mereka.Cedric dan istrinya, yang sedang berbincang di dekat pintu masuk, langsung melambai begitu melihat Arsen, Ivana, dan Zeeya. Cedric tersenyum lebar, lalu menghampiri mereka. "Akhirnya kalian sampai juga. Zeeya, kamu terlihat sangat cantik hari ini!" katanya sambil bercanda.Zeeya tersenyum malu-malu sambil merapat ke Ivana. "Terima kasih, Uncle Cedlic."Tak lama kemudian, Elmer dan Grasella datang menghampiri. Elmer tersenyum sopan, sementara Grasella tampak anggun dengan gaun biru muda. "Senang sekali bertemu kalian di sini," sapa Elmer. "Doly pasti bahagia melihat kalian hadir.""Iya, ini acara yang tidak mungkin kami lewatkan," balas Arsen sambil menjabat tangan Elmer. "Bagaiman
“Ini lumah siapa, Mom, Dad? Besal sekali!” ujar Zeeya yang ada di gendongan Arsen. “Ini, rumah keluarga Daddy. Selama di sini, kita akan tinggal di sini,” ucap Arsen. “Asyik… Zeeya bisa main lali-lali dan ke tempat bunga,” ucap Zeeya dengan lucunya. Arsen tertawa kecil sambil mencium pipi Zeeya yang penuh semangat di gendongannya. "Tentu saja, Sayang. Nanti Daddy ajak Zeeya lihat semua tempat di sini. Ada taman bunga yang besar, ada air mancur juga. Kamu pasti suka."Ivana tersenyum melihat kegembiraan putrinya. Dia mengamati mansion megah yang sudah direnovasi itu dengan perasaan campur aduk. Tidak banyak yang berubah, Arsen dan Doly tidak ingin menghilangkan momen penuh kenangan di sini. Berada di sini secara langsung tetap memberinya kesan yang berbeda. Besar, mewah, dan penuh aura nostalgia."Mommy juga bisa ikut main sama Zeeya?" tanya Zeeya dengan mata berbinar, memeluk leher Arsen erat-erat."Tentu saja," jawab Ivana sambil mengusap lembut kepala putrinya. "Mommy dan Daddy a
2 Tahun Kemudian….. “Apa ini serius?” tanya Arsen mendengar ucapan Doly di sana. “Ya, kamu pikir aku berbohong,” ujar Doly. “Apa kamu sudah bertemu dengan wanita yang akan dinikahi Doly, Ric?” tanya Arsen. “Ya, sudah. Ini sih beneran pawangnya si Doly,” kekeh Cedric. “Dia langsung tunduk sama omongan calon istrinya.”Cedric dan Arsen terkekeh mendengarnya. “Itu bukan tunduk. Tapi, bentuk rasa cinta,” ucap Doly. Arsen tertawa kecil mendengar pembelaan Doly yang terdengar tulus namun juga sedikit defensif. "Rasa cinta, ya?" ucap Arsen menggoda. "Jadi, siapa wanita hebat yang berhasil menjinakkan si Doly ini?"Cedric, yang masih terkekeh, menyela lebih dulu. "Percayalah, dia tipe yang nggak main-main. Elegan, cerdas, tapi juga punya aura tegas. Doly langsung berubah total kalau di dekat dia. Serius banget."Arsen menatap Doly dengan senyum penuh arti. "Wah, kalau sampai Cedric bilang begitu, berarti dia benar-benar istimewa. Aku penasaran ingin bertemu dengannya. Kapan kamu memper
Doly sudah berpenampilan rapi dengan setelan jasnya. Dia bersiap untuk datang ke sebuah undangan pesta salah satu kliennya. “Uh... pesona Doly memang tidak terkalahkan,” gumamnya penuh percaya diri sambil merapikan jas yang dikenakannya.Doly menatap dirinya sendiri di cermin besar, senyum puas menghiasi wajahnya. Dengan gaya khasnya, ia mengangkat dagu sedikit, memiringkan kepala, dan mengedipkan satu mata ke pantulan dirinya. "Siapa yang bisa menolak daya tarik ini?" ujarnya sambil tertawa kecil.Dia mengambil parfum mahal dari meja rias, menyemprotkannya dengan gerakan anggun ke pergelangan tangan dan lehernya. Setelah itu, dia memeriksa kembali dasinya untuk memastikan segalanya sempurna."Klien pasti akan terkesan. Lagi pula, bukan Doly namanya kalau tidak mencuri perhatian," gumamnya sambil tersenyum penuh percaya diri.Sebelum melangkah keluar, ia mengambil ponselnya dan melihat sekilas undangan di layar. "Saatnya membuat malam ini lebih berwarna," katanya s
“Wah, ada kue ikan,” ucap Doly menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Pria itu turun dari mobil dan berjalan mendekati pedagang kue ikan yang berjualan di sebuah gerobak pinggir jalan. “Bungkuskan kue ikannya, sepuluh biji,” pinta Doly. Pedagang tersebut menoleh ke arah Doly sambil menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan.” Sambil menunggu, Doly memainkan ponselnya. Dan saat itu, dia terkejut karena ponselnya dirampas oleh seseorang yang berada di atas motor bersama rekannya. Doly yang terkejut pun langsung berteriak, “Perampok! Perampok!” teriak Doly di sana membuat semua orang melihat ke arahnya. Sayangnya, motor yang dikendarai perampok itu sudah cukup jauh, sampai ada sebuah motor sport berwarna hitam melaju cepat mengejar perampok tersebut. Doly masih berdiri di tempatnya dengan tatapan yang penuh kegelisahan.Kejadian itu membuat suasana sekitar menjadi tegang sejenak. Doly berdiri terpaku, pandangannya mengikuti motor spo