Share

Bab 2: Anak Putra Mahkota

Namanya Bella Almera Mulia, yang tentu saja nama akhirnya berasal dari marga Kerajaan Besar Mulia. Merupakan putri pertama dari Pangeran Kahlil Mulia yang diasingkan sejak usia dua belas tahun terkait keamanan Negara yang saat itu terancam oleh kudeta Raja sebelumnya.

Namun, hari ini Raja Nazeh yang berkuasa akan segera menurunkan tahtanya kepada cucu pertama dari anak pertamanya itu. Sesuai Undang-Undang Istana, jika Pangeran pertama meninggal dunia maka digantikan oleh anak pertama dari Pangeran tersebut.

"Kazem." Suara Sang Raja takzim hendak bertanya kepada pengawal setianya itu, "Apakah ini benar-benar keputusan yang tepat? Kami bahkan tidak pernah memanggil keluarganya kembali ke Istana setelah sekian lamanya."

"Yang Mulia," Kazem menundukkan kepalanya saat memberikan pendapat bahwa pertimbangan Raja adalah yang utama, sementara beberapa bulan belakangan ini Dewan Penasihat Istana sudah merundingkan hal ini. Hasilnya adalah kesepakatan untuk mengangkat Putri dari Pangeran Kahlil sebagai Pemimpin Kerajaan perempuan pertama dalam sejarah Kerajaan ini.

Mungkin itu yang membuat Baginda dilandar keraguan. Padahal Kahlil sudah diselamatkannya ke tempat yang paling aman saat Istana terjadi huru-hara. Namun, begitu suasana kembali aman dan tentram, Putra pertamanya itu memilih untuk tetap tinggal diluar Istana sebagai rakyat jelata pula. Bagaimana Sang Raja tidak mencelus hatinya, meski tidak pernah memperlihatkannya.

"Tanda tangani perjanjian ini." Teringat kesepakatan yang mereka adakan lima belas tahun lalu. Saat Kahlil dibawa dengan paksa ke Istana untuk menghadapnya.

"Baik." Tanpa menjawab panjang lebar, apalagi memberikan alasan ini itu, Kahlil membubuhkan tanda tangan mahalnya diatas kertas suci. 

Sebuah perjanjian bersejarah yang akan masuk ke dalam buku-buku tentang para Pemimpin Kerajaan di masa mendatang. Bahwa seorang Pangeran yang sempat diasingkan selama puluhan tahun tanpa jejak, akan kembali ke Istana dan menjadi penerus Kerjaaan Besar Mulia.

"Namun, apalah daya," Keluh Kazem, ditengah jawabannya kepada Bella sekarang di mobil yang terus melaju tanpa hambatan, "Kami bahkan tidak tahu menahu tentang penyakit yang diderita Putra Mahkota, sehingga pada hari kematiannya yang mendadak itu Sang Raja jatuh pingsan mendengarnya."

Bella kembali menarik nafas panjang. Entah sudah berapa kali dia menahan keterkejutannya hari ini. Ada hal yang baik dan buruk, kejutan yang luar biasa dan kesedihan yang nestapa, semuanya berbaur menjadi satu dalam pikirannya.

"Kita sudah sampai, Putri." Kazem membuka gorden di samping mereka, sehingga tampaklah pemandangan Istana yang begitu megah di tengah-tengah taman bunga yang mengelilinginya. Mobil mereka masih berjalan pelan diikuti pengawalan dari semua sisi, memasuki kawasan alam Istana Kerajaan yang dilindungi.

Ada beberapa satwa liar seperti kijang, rusa, dan zebra berkerliaran di padang berumput yang membentang diantara taman-tamannya. Air mancur setinggi tiang bendra menyambut begitu mereka tiba di teras yang sangat panjang. Ada beberapa undakan tangga yang dilapisi karpet merah. 

"Sebentar." Bella merenungkan semuanya sejenak, berusaha menata pikiran untuk mempercayai semua yang dilihatnya.

Aku benar-benar Putri Kerajaan? 

Setelah cukup menenangkan diri, dia menyambut uluran tangan seorang Pengawal perempuan bersegaram hitam putih di sampingnya untuk turun. Pengawal itu sempat berbisik apakah dia baik-baik saja karena terlihat sangat pucat.

"Ah iya, aku baik-baik saja." Suaranya benar-benar menggambarkan kegugupan. Mana dia masih memakai seragam sekolah yang tidak lagi baru, warna putih dibalik vest marunnya yang tidak lagi cerah sudah memutih gading. Dia jadi merasa minder untuk memasuki kawasan Istana yang super mewah ini.

Namun, semua perasaan ragu, minder, dan kegugupannya spontan berkurang ketika dia akhirnya bertemu langsung dengan Raja Nazeh. Sang Raja dengan raut yang berkaca-kaca, menahan haru yang merasuki seluruh raganya, menyambut kedatangan cucu pertamanya itu di ruang makan yang megah.

"Bella." Ucapnya, seolah tidak menyangka akan sempat mengucapkan nama itu untuk memanggil gadis kecil yang mirip putra kesayangannya itu.

Aku harus memanggilnya apa? Karena bingung, Bella menunduk saja sampai dia duduk tidak jauh dari tempat duduk Sang Raja.

"Bagaimana sekolahmu, cucuku?" Raja Nazeh bertanya sambil menghentikan makannya. 

Bella perlahan menaikkan pandangan ke wajah Sang Raja yang merupakan Kakek yang amat dirindukannya itu. Ayah hanya mengatakan sedikit tentang Kakeknya yang tinggal amat jauh, dan berjanji akan membawa sekeluarga untuk menemuinya saat waktunya tepat. Tidak disangka, dia sendiri yang akan menemuinya dan Kakek itu ternyata adalah Raja Nazeh yang berkuasa.

"Ba-baik ... Kek," Bella menunduk kembali.

"Oh, iya. Aku yakin Kazem sudah banyak memberitahumu, Bella." Raja memulai percakapan yang penting. Sementara Bella mengangguk pelan. "Tetapi, aku tidak yakin jika Ibumu akan mengizinkanmu untuk tinggal di sini sementara waktu."

Oh iya, Ibu! Bella seketika tersadar.

"Meski begitu, kami sudah memberitahu beliau untuk membawamu hari ini ke Istana." Sang Raja terbatuk-batuk dengan berat, sampai seorang pelayan memberinya segelas air hangat. Setelah cukup tenang, Sang Raja melanjutkan, "Ibumu ... luar biasa. Sangat pandai menjaga kerahasiaan serumit ini, sekaligus menjalani kehidupan seperti itu."

Kehidupan seperti itu. Bella merasa sedikit tersinggung oleh perkataan Kakeknya ini, namun dia diam saja dengan seulas senyum polos di wajahnya. Kakeknya yang ternyata sudah berumur hampir sembilan puluh tahun itu, masih saja suka bercerita panjang lebar di depan cucunya.

"Waktunya Raja beristirahat." Jelas Kazem, ketika beberapa pelayan dan pengawal membawa Kakeknya ke kamar lain selesai makan siang.

"Apakah Anda belum makan siang?" Tanya seorang pelayan kepada Bella yang berdiri memegangi kursi. Memandangi sisa makanan Raja yang masih banyak belum terjamah di piring-piring emas.

"Nnng ..." Bella ragu-ragu. Dia baru saja makan siang dengan telur goreng seperti biasa, namun melihat lauk pauk seperti ini kembali rasa laparnya naik lagi. Dia hendak menggeleng pelan begitu Kazem mengatakan padanya untuk makan siang lebih dulu.

"Baik, kami segera siapkan." Pelayan itu kemudian menarik semua piring-piring emas dari atas meja, yang membuat Bella terkejut dalam diamnya. Bertanya-tanya, mengapa mereka membereskan meja makan ini setelah menawarinya makanan?

Tepat lima menit menunggu, para pelayan itu datang kembali dengan piring-piring emas yang berisi lauk pauk lain. Sepaket makanan yang jauh berbeda dari yang sebelumnya dia lihat. Sempat terheran-heran, dia bertanya kepada Kazem dengan suara pelan, 

"Kenapa aku tidak makan lauk seperti Kakek saja?"

Kazem lebih terkejut dengan pertanyaannya. Lantas senyum simpul itu terlukis di wajah tegasnya sebelum menjawab, "Makanan Raja berbeda, Putri Bella. Raja memiliki sakit gula dan tekanan darah tinggi sehingga makannya tidak mengandung perasa. Aku mengatakannya kepada Anda, karena Anda cucu pertamanya."

"Ooh ..." Gumaman rendah Bella yang mengerti itu keluar dari lengkungan bibir kecilnya.

Sambil menikmati makanan, dan tidak lupa meminta beberapa piring untuk dibawa pulang untuk Ibunya, Bella memikirkan berbagai hal yang melintas dalam kenangannya tentang Ayah. Oh, jadi ini alasan Ayah berusaha mati-matian memasukkan dia ke sekolah sebagus SMA High Pros, bahkan saat dia menolak dengan alasan biaya. Kini jelas dia bukan masuk lewat jalur keluarga miskin, tetapi Ayah menutupi segalanya dengan mengatakan seperti itu.

Dua jam lebih dia berada di Istana, menikmati setiap ruangan yang ditunjukkan Kazem mulai dari ruang-ruang rapat, ruang-ruang pesta, hingga perpustakaan dan perkebunan yang luar biasa luasnya. Dari sini, Bella mulai mengetahui alasan dirinya yang amat jatuh cinta dengan ilmu pengetahuan serta buku-buku mungkin karena dia keturunan Raja yang membangun ini semua.

Hari sudah semakin sore kala dia memutuskan untuk pulang. Meski dia sudah tahu Ibu tidak akan panik karena telah mengizinkannya pergi ke Istana, tetapi dia ingin beristirahat di kamar kecilnya. Merenungkan kembali apa yang terjadi hari ini. Serta percakapan-percakapannya dengan Raja dan Pengawal Kazem tentang Kerajaan ini.

Tinut. Ponselnya berbunyi ketika dia sedang menuruni undakan tangga berkarpet merah di depan Istana. Sebuah pesan dari Ketua Kelasnya. 

"JANGAN SAMPAI KAMU LUPA LAGI BAYAR UANG KAS BESOK!!! KALAU TIDAK ADA UANG BILANG SAJA, AIKO MAU MEMBAYARKANMU. JANGAN BANYAK GAYA, TERIMA SAJA!!"

Bella menarik nafas sembari bibirnya menarik cengiran kecil. Sungguh ironis apa yang sedang terjadi ini. Bagaimana mungkin dirinya yang dicap aneh dan miskin kini justru sedang bersama pengawal di Istana, sebagai Putri Kerajaan?

Tidak sengaja, Kazem mengarahkan matanya ke layar di tangan Bella yang terus menatap tanpa suara. Sangat terkejut dengan tulisan besar yang kasar itu, Kazem bertanya siapa yang telah menganggunya di sekolah.

Bella menggeleng cepat, "Ti-tidak ada, hehe. Ini hanya ... masalah dengan teman. Biasalah."

Kazem sendiri tidak yakin, jadi diberikannya sesuatu kepada Bella sekaligus berpesan, "Saya mohon jagalah diri Anda, dan kalau ada sesuatu yang penting jangan ragu untuk menghubungi saya."

Sebuah kartu hitam bertulis tinta emas dengan namanya mendarat di genggaman tangan Bella. Tidak pernah dia memiliki sebuah kartu sebelumnya. Saat dia hendak bertanya, baru disadarinya kartu itu adalah kartu debit unlimited yang hanya dikeluarkan untuk Anggota Keluarga Kerajaan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jully Lly
wow seru nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status