Share

Gadis Yang Kuat

Pintu mobil terbuka, keluarlah seorang wanita paruh baya. Pemuda yang membawa motor Mazaya tadi membukakan pintu mobil yang sebelah, lalu turunlah Mazaya dipapah oleh pemuda itu.

"Zaya! apa yang terjadi sama lo, Nak?" Bu Maimunah langsung menghampiri putrinya yang berjalan tertatih.

"Maaf, Bu. Tadi ada kecelakaan di jalan, saya me...."

"Cuma kecelakaan kecil kok, Mak, udah biasa. Nggak apa-apa, paling juga besok udah sembuh," sela Mazaya memotong ucapan Rafa.

Rafa tertegun sejenak, bingung mau mengatakan apa lagi.

"Boleh tuliskan nomor ponsel lo di sini?" Rafa mengulurkan ponselnya. Mazaya menatap pria itu sejenak, lalu mengambil ponsel itu dan menuliskan nomornya.

"Nama?" tanya Rafa lagi.

"Zaya," jawabnya singkat, ia sudah sangat ingin masuk ke dalam memeriksa lukanya, namun pria itu tidak juga pergi.

"Kalau anak ibu butuh bantuan atau pengobatan, hubungi saja anak saya, Bu, tadi kamu mau bawa ke rumah sakit tapi dia tidak bersedia," ucap ibunya Rafa sopan.

"Baik, Bu, terima kasih sudah mengantar anak saya pulang. Sudah sering dia pulang dalam kondisi begini." Bu Maimunah yang tidak tahu duduk persoalannya justru berterima kasih pada Rafa dan ibunya, seandainya dia tahu pastilah akan marah besar.

Rafa masih akan bertanya keningnya masih mengernyit, namun ibunya menarik tangannya, memberi kode agar segera pulang.

Setelah berpamitan, akhirnya mereka pulang. Mazaya segera masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di kamar. Ibunya mengetuk-ngetuk pintu dengan rasa khawatir.

"Zay, buka pintunya, biar Emak periksa!" seru Bu Maimunah.

"Nggak apa-apa, Mak, cuma luka kecil, kok. Gue mau mandi!" jawab Mazaya dari dalam kamar.

Mazaya membuka celana jeans yang dikenakannya, tampaklah luka memar berwarna biru di lutut dan betisnya. Ia memeriksa lengan dan siku, hanya memar kecil, beruntung ia mengenakan jaket bomber yang teb sehingga melindungi kulitnya dari goresan aspal. Hanya telapak tangan dan jidatnya yang luka cukup serius.

Ia segera membersihkan diri, membersihkan sisa-sisa darah pada lukanya. Rasa perih luka terkena air cukup menyiksa. Ia harus beristirahat beberapa hari untuk memulihkan diri dan menghilangkan bekas luka.

Selesai membersihkan diri dan mengobati luka, ia menghampiri ibunya di dapur yang masih memasang wajah sedih dan khawatir. Langkahnya masih tertatih, sepertinya ia juga akan pergi ke tukang urut.

"Mak, punya temen tukang urut, Nggak?" Mazaya mengisi nasi di piring beserta lauk-pauknya, lalu duduk di kursi.

"Ada. Tapi kenapa sih lo, Zay? kenapa sering sekali pulang-pulang kondisi lo babak-belur gini?" Bu Maimunah menatap sedih pada putrinya. "Memangnya pekerjaan lo itu ngapain? atau lo di luar itu ngapain?"

"Mak, nggak usah berpikir yang macem-macem, deh. Gue kecelakaan, kadang juga kena copet. Emak kan tau sendiri gue mantan anak pasar." Mazaya berusaha menenangkan ibunya yang masih terus bersedih.

"Besok kita ke tukang urut. Emak pikir setelah lo dari luar negeri, hidup lo bakal berubah, nggak akan terluka lagi, tapi kenyataannya...," Bu Maimunah mulai terisak.

Mazaya mendekati ibunya, dipeluknya wanita yang amat disayanginya itu.

"Mak, kan Zaya usah bilang, Zaya nggak kenapa-napa. Emak nggak usah berpikiran lebih, Zaya kan nggak mungkin melakukan sesuatu yang bakal nyakitin diri Zaya sendiri." Mazaya memejamkan matanya menahan air mata agar tidak mengalir. Baginya, air mata tidak boleh ada dalam hidupnya.

***

Rafa masih termenung di kamarnya. Wajah dan penampilan gadis itu masih terbayang di benaknya. Seorang gadis yang aneh, pikirnya. Wajahnya yang cantik, bahkan kecantikannya unik, tetapi kenapa mengenakan pakaian pria dan mengendarai motor besar? Ia memandang wig milik Mazaya yang ia pungut di jalan. Ia memakainya, lalu berdiri di depan cermin.

Ia tergelak sendiri melihat dirinya dengan wig itu.

"Ini adalah cowok," bisiknya sambil memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri.

"Zaya, nama yang bagus. Aku lupa menanyakan pekerjaannya apa dan di mana. Tapi kenapa aku harus menanyakannya? Oya, apa dia baik-baik saja? Sebaiknya aku menelepon, atau besok saja?" Rafa bimbang sendiri menentukan sikap.

Akhirnya ia mengambil ponselnya dan mulai menghubungi gadis itu. Namun nomornya tidak aktif, padahal tadi sewaktu masih di rumah Mazaya nomor itu masih aktif.

Dia meletakkan kembali ponselnya, berbaring di tempat tidurnya sambil membayangkan wajah gadis itu saat ia memasangkan safety belt. Hingga ia tertidur, menyelam dalam mimpi indah.

Pagi-pagi sekali Rafa sudah rapi dengan kaos oblong di lapisi jaket kulit, celana casual, dan sepatu sport. Ia keluar dari kamarnya dengan aroma parfum yang menusuk hidung.

"Mau kemana pagi-pagi? Wangi banget." Ibunya menghadang dengan pertanyaan menyelidik.

"Mama, gue ini bukan anak kecil, mau jalan-jalanlah, cari angin sekalian jenguk gadis yang kemarin." Tanpa mempedulikan ibunya yang terus mengekor, Rafa memasuki mobilnya.

Rafa menyetir dengan kecepatan sedang. Ia mencari jalur tercepat agar bisa sampai tanpa hambatan. Kendaraan di sekitarnya melaju perlahan, ada yang menyalipnya, ada pula yang sabar mengantri di belakangnya.

Ia memarkirkan mobilnya di halaman rumah Mazaya. Bu Maimunah yang sedang menyapu menyambut kedatangannya dengan ramah.

"Eh, Nak Ra... Ra siapa ya, maaf lupa, maklum sudah tua," sapa Bu Maimunah sambil menggaruk kepalanya.

"Rafa, Bu," tukas Rafa sambil tersenyum.

"Ah, ya, Rafa. Mau ketemu Zaya? dia di dalem, tapi maaf ini, kami mau pergi ke tukang urut mumpung masih pagi." Bu Maimunah dengan sopan memberitahukan agendanya bersama Mazaya pagi itu.

"Oh, kebetulan kalau begitu, mari biar gue antar." Dengan sopan Rafa menawarkan tumpangan. Bu Maimunah tampak girang mendengar penawaran Rafa, ia segera mengangguk dengan senyum mengembang.

"Tunggu ya, biar gue panggilin Zaya dulu." Bu Maimunah masuk ke dalam rumah.

Rafa kembali menatap motor Kawasaki Ninja yang masih terparkir di depan rumah belum bergeser dari posisi yang ia letakkan kemarin. Berarti parah luka gadis itu, hanya dia tidak mau bilang. Tidak lama kemudian dua orang yang ditunggu sudah muncul di depan pintu. Mazaya mengenakan kaos putih dilapisi blazer berwarna abu tua di luarnya, celana training hitam polos dengan strip khas adidas, rambutnya terikat di belakang dan beberapa helai rambut masih menjuntai dari samping telinganya. Penampilan yang entah mengapa Rafa sangat pas dengan gadis itu.

Mazaya menatap Rafa, ia mengerutkan kening dengan sangat.

"Kenapa ada dia di situ, Mak?"

"Dia mau nganterin kita, tadinya mau jenguk lo, tapi karena kita sudah janjian sama Mbah Iyem jadi sekalian dia mau ikut."

"Mak...."

"Udah deh, Zay, ayo berangkat, udah terlambat nih, pelanggan Mbah Iyem banyak lho." Bu Maimunah menyeret tangan putrinya. Dengan terpaksa Mazaya mengikuti.

Rafa membukakan pintu untuk mereka berdua, lalu ia memasuki tempatnya menyetir. Mobil melaju menuju tempat yang ditunjukkan Bu Maimunah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yusi wandhini
dengan orang tua bilangnya gue , kayaknya kurang sopan deh thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status