Share

Pemilik Sesungguhnya

Bab 6

"Aku sudah menjelaskan yang sebenarnya pada  calon istrimu itu, jika memang pemilik toko itu adalah aku bukan kamu!" jawabku.

"Sekarang kamu sudah berani menjawab Kania. Apa salahnya kamu berbohong demi Farhan? Apakah kamu ingin membuat Farhan terlihat buruk didepan calon istrinya, mereka itu akan menikah. Dan kamu beraninya memecat Farhan!" ujar ibu mertua. 

"Hei Kania, kamu mau di ceraikan adikku!" hardik Mbak Feli.

"Justru aku yang akan meminta cerai, jika kalian bersikap seperti ini padaku!" jawabku tanpa ragu.

Mereka semua menatapku seakan tak percaya dengan ucapanku barusan. Aku justru ingin bercerai dari suamiku, karena telah mengetahui kebusukannya bersama keluarganya ini. 

"Istri durhaka macam apa kamu Kania? Ingin meminta cerai!" hardik Ibu mertua.

"Durhaka? Selama ini aku yang telah banyak membantu Mas Adnan, bahkan saudaranya aku beri pekerjaan." 

"Jadi kamu mau perhitungan? Itu sudah kewajiban seorang istri membantu suami. Harta milik bersama, tak ada ceritanya harta istri sendiri, harta suami sendiri. Adnan selama ini telah banyak membantumu mengelola usaha!" timpal Mbak Feli. 

"Jika Adnan tak membantu usahamu, mungkin usahamu itu kini sudah bangkrut. Semua berkembang dan menguntungkan banyak karena Adnan, anak saya. Sudah seharusnya kamu balas budi, tapi apa Adnan selama ini selalu kamu kontrol, kadang saya prihatin dengan Adnan seperti kamu jadikan babu. Dan sekarang kamu ingin mengungkit karena memberi pekerjaan pada Farhan? Sudah sepatutnya kamu beri dia kerjaan, mengingat apa yang telah di lakukan Adnan membuat usahamu maju!" ujar Ibu mertua panjang lebar. 

"Apa yang Ibu katakan? Usahaku bahkan sudah maju sebelum di kelola Mas Adnan, dia hanya meneruskan saja, hal besar apa yang dia lakukan? Ibu terlalu berlebihan! Bahkan selama menikah denganku, kehidupan Mas Adnan berubah, dia bisa hidup enak tanpa harus bekerja keras seperti dulu. Bahkan bisa renovasi rumah ini kan! Itu semua uang dariku! Jadi kalian jangan menyudutkan aku, yang harusnya berterima kasih itu Mas Adnan padaku, sudah di tolong justru berkhianat!" aku tidak tahan mengungkapkan semua ini. Agar mereka tertampar dengan perkataanku. 

Dulu Mas Adnan memang merenovasi rumah Ibunya hingga menjadi bagus seperti sekarang. Dulu sampai ratusan juta aku membantu memberi dana.

Harusnya mereka instrospeksi diri tapi hati mereka buta, dan menganggapku remeh. 

"Yang sopan kamu Kania, apa yang kamu katakan. Sangat sombong kamu bicara seperti itu pada Ibuku? Dan menyepelekan apa yang telah di lakukan Adnan, Ibu itu benar. Usahamu semakin maju karena adikku. Bukan karena usahamu sendiri!" Mbak Feli bangkit dari duduknya dan menunjukku. 

"Susah Mbak, bicara pada wanita bebal dan tidak tau berterima kasih. Merasa sudah banyak berjasa pada keluarga kita, padahal karena Mas Adnan dia bisa sekaya ini!" timpal Dea. 

Wanita hamil ini, ucapannya pedas dan tidak tahu diri juga. Dia lupa dulu saat menikah karena hamil duluan, dan biaya resepsi separuhnya meminjam dariku. Sampai sekarang belum di kembalikan. Setiap di tagih, dia bilang itu uang Mas Adnan, dan Mas Adnan sudah mengikhlaskan nya tanpa memint persetujuan dariku.

Padahal jelas usahaku itu sudah ada sebelum menikah dengan Mas Adnan. Beberapa toko swalayan yang aku miliki, tanpa Mas Adnan pun usahamu sudah berkembang. 

"Semua usahaku sudah ada sebelum dengan Mas Adnan. Dia tak melakukan apapun, jadi kalian ingat itu!" 

"Satu lagi Dea, ingat bayar hutangmu delapan puluh  juta!" ucapku. Karena memang saat itu Dea mengadakan resepsi yang mewah, menyewa gedung pernikahan.

"Kenapa jadi ungkit hutang, uang itu sudah di ikhlaskan oleh Mas Adnan. Mbak gak berhak nagih!" ucap Dea sinis.

"Tetap aku tagih, sertifikat rumah ini ada padaku loh dan perjanjian saat berhutang dulu masih tersimpan rapi." ujarku. Dulu Ibu saat akan merenovasi rumah mas Adnan yang menyerahkan sertifikat padaku sebagai jaminan. Dan perjanjian hutang ketika Dea akan resepsi, ada tanda tangan mereka di atas materai. Di saksikan Mama dan Kakakku dan pengacaraku tentunya. 

"Kania, apa kamu mau menuntut kami begitu? Apa maksudmu?" ucap Ibu. Raut wajah Ibu seperti panik, mungkin dia tak menyangka jika menantunya yang penurut berubah seperti ini. 

Jangan mereka pikir aku bod*h, apalagi dengan membuat surat perjanjian karena aku tak ingin tertipu dengan mereka. Dan hal yang ku takutkan terjadi. Semua yang kulakukan berguna pada saatnya.

Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Suka dengan ketegasan Kania
goodnovel comment avatar
Rosdianti Rosdianti
cerdas kania...
goodnovel comment avatar
Gunawan Zaky
sangat bagus cerita nya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status