Hari yang di tunggu telah tiba, aku telah rapi dengan koper di sampingku menunggu Amar yang sebentar lagi akan menjemputku.
Aku berdiri di pinggir jalan, karena mobil tak bisa masuk ke area kontarkan ku.Aku dan Amar pergi ke Surabaya, menggunakan mobil milik Amar sendiri, ya Amar memang punya mobil sendiri tapi jarang di gunakan, ia lebih suka berjalan kaki bahkan motorpun selalu ia simpan dan di pakai ketika ia malas berjalan kaki.Amar telah tiba, ia turun dari mobil dan membatu memasukan koper ku ke bagasi mobil.Setelah selesai aku dan Amar masuk ke mobil yang di kendari sendiri oleh Amar dan aku duduk di sampingnya.Perjalanan kali ini akan sangat panjang, butuh waktu tiga belas jam menuju Surabaya.Ingatan ku berputar ketika aku pertama kalinya tiba di Pelabuhan Ratu Sukabumi.Saat itu kondisi ku yang belum pulih akibat keguguran yang ketiga kalinya, aku kabur dari rumah sakit dan pulang ke rumah Adrian masih memakai baju pasien.Dengan tergesa-gesa aku membereskan semua pakaian dan barang-barang tak lupa aku mengganti baju ku, setelah aku mengetahui sebuah fakta yang sangat mengejutkan ku, perselingkuhan Adrian dan Zia sahabatku sendiri.Bahkan aku melihat mereka sedang berhubungan badan di kamar aku dan Adrian yang biasa kami tempati dan setelah aku tau aku memutuskan kabur.Takut ketahuan Adrian, aku malah menyetop mobil pick up yang entah tujuan mana, berniat menumpang sampai keluar Surabaya.Kondisi badan dan psikis ku yang lemah dan down, aku malah ketiduran di belakang mobil pick up cukup lama, mungkin karena kondisiku yang belum pulih sepenuhnya.Ketika aku di bangunkan oleh pengendara pick up, aku telah tiba di Pelabuhan Ratu.Dengan bingung aku bangun dan turun dari mobil, aku sempat berdebat dengan sopir pengendara pick up waktu itu kenapa baru membangunkan ku sekarang.Tapi untung saja ada Amar yang melerai perdebatan kami dan akan membantuku pulang kembali ke Surabaya, ia menyarankan aku menginap dulu disini karana hari memang sudah sangat malam.Saat aku melihat ke arah Pantai, entah kenapa aku langsung jatuh cinta dengan keindahaanya dari situ aku memutuskan untuk menetap di Palabuhan Ratu.Dan itu juga pertama kalinya aku kenal dengan Amar.Konyol memang! bisa-bisanya aku ketiduran sampai ke Sukabumi, tapi aku bersyukur karena kecerobohan ku membuat aku menemukan sosok seperti Amar dan tempat yang membuatku merasa nyaman.Aku melirik Amar yang sibuk menyetir, apa dia masih ingat kejadian dulu awal kita bertemu atau sudah melupakanya? Entahlah yang pasti aku sangat bahagia bisa bertemu orang sebaik Amar.Dan ku harap Amar tak akan berubah atau meninggalkan ku apalagi menduakan ku seperti yang di lakukan Adrian dulu.Aku melihat ke luar mobil, cuaca hari sangat cerah, ku harap masa depanku dan Amar juga sama secerah cuaca sekarang ini.Tapi banyak yang harus dilalui sebelum aku benar-benar bisa bersama Amar.Perceraian! memikirkannya membuatku malas, apalagi sidang-sidang yang ku pikir tak ada gunanya.Apalagi kalau Adrian masih kukuh memintaku kembali padanya pasti harus membutuhkan waktu yang lama.Tapi tunggu dulu memikirkan Adrian bukanya dia belum kembali ke Surabaya? ucap Zia kemarin, lantas bila Adrian tak ada di Surabaya sia-sia perjalan panjang ini.Aku harap dia sudah kembali ke Surabaya, agar perceraian ini cepet selesai dan aku cepet kembali ke Sukabumi..Aku merenggakan tubuhku ketika sudah tiba di Surabaya tepatnya di rumahku dulu peninggalan Ayah yang di bangun dengan jerih payahnya.Lumayan besar tapi sangat tak terawat dan terlihat berantakan sekali wajar sudah beberapa tahun tak aku tempati.Amar mengelurkan koper kami berdua, aku berjalan mendahuluinya, ku buka pintu rumah tapi gerakanku langsung terhenti.Suara yang dulu, bayang-bayang dulu, tiba- tiba hadir di pikiranku.Aku melangkahkan kaki mundur, Amar menahan ku dengan tanganya.Amar menuntun ku masuk ke rumah dan membantu ku duduk, karena tubuhku sudah lemas dan penuh keringat dingin.Amar jongkok di depanku dan mengusap lembut dahiku,sepertinya dia tau kenapa aku sekarang."Ada aku, aku bantu kamu menerima semua kenyataan masa lalu kamu, jangan terus menghindar itu membuat semuanya semakin rumit Run,""Ada aku Run, ada aku," ucap Amar tulus.Ucapan Amar membuatku sedikit tenang, Amar memang tau semua tentang aku, termasuk tentang ibu.Sudah lama aku tak menginjakkan rumah ini, karena setiap aku disini masa lalu itu malah terasa nyata di depan mata.Amar memengang tanganku dan menenangkan ku.Aku memegang kepalaku erat, suara itu muncul kembali, terasa menyakitkan, mataku sudah berderai air mata.Amar memeluku erat, menyalurkan kekuatan untuk ku."Tenang Run, ada aku," ucap Amar lembut sambil mengusap pelan kepalaku."Terima kenyataan, kamu gak bisa gini terus," Ucap Amar melepaskan pelukannya."Sakit," lirih ku sambil memengang dadaku yang terasa sesak.Isakan ku semakin kencang, aku tak kuat, ini sungguh menyakitkan."Liat aku, liat Run," ucap Amar memaksaku untuk menatapnya.Aku melihatnya yang kini sedang menatapku."Kamu cewek kuat yang pernah aku temuin, kamu bisa laluin semuanya, kamu cuman belum terbiasa, kamu kuat kamu bisa dan aku yakin itu," ucap Amar sungguh sungguh.Seyakin itu Amar padaku, padahal aku sendiri ragu pada diriku sendiri."Kamu bisa, kamu kuat, jangan ingat hal yang bisa buat kamu sedih,""Ingat yang buat kamu bahagia, kenangan kamu di rumah ini sama Ayah kamu, kebersamaan kamu sama dia, kamu gak mau kan Ayah kamu ngeliat kamu kaya gini, kamu sayang kan sama Ayah kamu,""Ayah kamu pasti sangat sedih, putri satu-satunya malah gak mau menginjakan kaki di rumah yang Ayah kamu bangun dengan jerih payahnya ini,"Ucapan Amar membuatku tersadar, benar seharusnya aku mengingat tentang Ayah, senyum Ayah, semangat Ayah dan segala tentang Ayah bukan Ibu.Aku terlalu berlarut-latur dalam kesdihan ku, hingga aku lupa hal bahagia yang pernah aku lalui dulu.Amar benar tak seharusnya aku seperti ini terus, aku harus bangkit ada Amar yang selalu ada buat aku.Aku menatap Amar, tersenyum simpul padanya."Makasih A,""Kamu bener gak seharusnya aku kaya gini terus, makasih udah nyadarin aku," ucapku tersenyum tulus padanya."Aku yakin kamu bisa iklasin semuanya,""Boleh aku minta sesuatu,""Apa?""Aku mau rubah seluruh rumah ini ,letak barangnya termasuk catnya juga, kamu maukan?""Aku mau mencoba terima kenyataan, mencoba ikhlas dengan memulai yang baru,makanya aku mau rubah tempat ini,""Aku pasti bantu Run," ucap Amar sambil mengengam tanganku.Pov AdrianBaru beberapa jam meninggalkan Aruna, entah mengapa aku merasa sangat khawatir pada dirinya, ingin cepat-cepat kembali pun tak mungkin karena memang ada sesuatu hal yang harus aku urus di kota, dan ini pun demi keselamataan aku dan Aruna nantinya.Banyak sekali orang yang tak aku percayai termasuk pada Lily dan pekerja di sana, Lily terlalu abu-abu untuk bisa aku baca pikiraanya, dan entah pada siapa dia memihak entah pada ku atau pada mereka yang selalu berembunyi. aku pun tak tahu apa yang akan mereka rencanakan dengan menyuruh ku pergi ke Italia dan tinggal bersama dengan Lily, dan mereka juga lah yang membawaku dan Aruna yang tak sadarkan diri waktu itu menggunakan jet pribadi, apalagi dengan kondisi kakinya yang parah karena habis aku pukuli. Aruna hanya di rawat oleh mereka yang katanya salah satu dari mereka adalah dokter yang terkenal.Mereka? aku ingin tahu siapa mereka itu, yang aku tahu mereka sangat berkuasa atas hidup ku dan juga Aruna, mereka melakukan segala
Pov Lily Setelah kepergian Adrian aku tertawa lebar, ''Maledizione, quel moccioso mi ha minacciato! ( Sialan bocah ingusan itu mengancamku!] .'' Aku tertawa sinis melihat ke arah pintu kamar.''Memangnya siapa dia yang berani mengancamku,'' ucapku kesal, yah aku sangat kesal berani-beraniya bcah itu. ''Aku yang lebih berhak atas hidup Aruna bukan Adrian.'' Aku berdiri, berjalan ke arah luar balkon yang memperlihatkan hamparan laut Italia yang indah.''Baiklah sayang! Apakah aku harus bermain-main sedikit dengan peliharaan mu?' ucapku setelah berpikir sesaat, senyum lebar terbit di bibir sexy ku.''Yah tentu, hanya bermain-main sedikit dengannya tak mungkin kan Adrian akan marah, lagi pula aku tak akan menyakiti dirinya yang ada aku akan memberikan kenikmataan yang belum pernah ia rasakan,''''Ahhh kau sangat cerdik Lily,'' ucapku kegirangan saambil betepuk tangan bak anak kecil.''Baiklah, aku harus minta bantuan seseorang,'' monolog ku sambil berjalan masuk ke dalam kamar, dan meng
Pov auhtor Adrian membawa Donna sambil mencengkram tangan Donna sampai ia mengaduh kesakitan, langkah lebar dan cepat Adrian membuat tubuh Donna yang mungil terasa di seret karena ia sulit menyeimbangai langkah kaki Adrian, sehingga sesekali ia hampir terjatuh dan langsung terbangun kembali takut kemarahan Adrian semakin murka padanya.Suara gelak tawa dan sahutan dari para lelaki terdengar di telinga mereka berdua ketika akan sampai di taman belakang yang memang tempat istrirahat bodyguard yang sudah selesai sif kerja mereka, juga ada beberapa bodyguard yang masih berjaga melihat -lihat situasi sekitar.Sesampainya di ambang pintu dengan sekuat tenaga Adrian melemparkan Donna ke arah tengah tengah bodyguard yang belum menyadari kehadirahan Adrian dan juga Donna.BrakPara bodyguarg pun terkejut melihat Donna wanita yang bekerja di rumah ini tersungkur di tengah-tengah mereka yang sedang berbincang.Mereka melihat Donna dengan pandangan terkejut lalu melihat ke arah Adrian yang menat
Mereka berdua kini sedang berada di lorong rumah yang terlihat luas juga mewah."Siapa dia?" Tanya Aruna."Dia Lily," jawab Adrian sambil mendorong kursi roda Aruna ke arah kamar.Aruna menganggukkan kepalanya paham, "Jadi nama perempuan bercadar itu Lily, yah aku juga mendengar nama itu tadi," gumam Aruna."Apa hubungan Lily dengan mu Adrian?" tanya Aruna kembali."Tak ada," jawab Adrian santai."Kau pembohong," sinis Aruna."Lily Seperti sangat berarti bagi mu, dan apa aku mengenal dia?" Tanya Aruna beruntun sambil mengingat kejadian di ruang tamu ketika Adrian membela Lily di depannya.Adrian yang terus di beri pertanyaan seperti itu semakin kesal."Kau bisa tidak diam," bentak Adrian yang sudah hilang kesabaran."Kenapa kau membentak ku?' tanya Aruna tak suka, ini baru pertama kalinya Adrian membentak dirinya hanya untuk seorang perempuan yang Aruna sendiri tak tahu siapa dia, meskipun Aruna merasa familiar pada wanita tersebut.Adrian tak menjawab pertanyaan Aruna, ia terlihat me
"Apa yang nona ucapkan?" Tanya Anna tak mengerti.Karena sejak tinggal di sini Aruna selalu di mandikan oleh Adrian, dan baru kali ini ia mandi di bantu oleh orang lain."Kau akan mengerti ketika aku membuka seluruh bajuku," ucap Aruna sambil melepaskan baju lengan panjangnya.Anna menutup mulutnya tak percaya, ketika melihat pemandangan yang tampak mengeringkan di depannya ini.Lengan perut bahkan punggung Aruna penuh dengan luka goresan panjang yang sangat dalam, hanya bagian payudara saja yang tampak bersih tanpa tergores sedikit pun di bagian sana.Bagaimana bisa bekas luka itu sangat banyak dan hampir menutupi tubuh putih Aruna? Tanya Anna dalam hati.Aruna melihat ke arah Anna yang masih terkejut, Aruna tersenyum miris dan lanjut membuka pakaian dalamnya."Bisa bantu aku?" Tanya Aruna pada Anna yang masih terkejut."Ten...tu," jawab Anna gelagapan.Anna membantu Aruna untuk membuka celana dan celana dalamnya dan kini Aruna sudah telanjang bulat di depan Anna."Kenapa kau melukai
"Lo itu cuman terobsesi sama gue doang Adrian," bentak Aruna yang sudah muak mendengar omong kosong yang terus keluar dari mulut Adrian."Terserah apapun yang kamu bilang, yang pasti aku gak rela kalau kamu pergi dari hidup aku," kekeh Adrian.Aruna menghela nafas lelah, ia muak berseteru dengan Adrian tanpa akhir yang jelas, entah apa lagi yang harus Aruna ucapkan agar Adrian mengerti tentang semuanya."Aku mau ke kamar," ucap Aruna pelan."Selesaikan makanan mu sayang, nanti aku antarkan ke kamar," perintah Adrian, ia segera mendorong kursi roda Aruna dan mendorongnya ke dekat kursi makan.Dengan tergesa- gesa Adrian membereskan meja makan yang sedikit berantakan karena ulah Adrian tadi yang mendorong meja makan dengan keras.Selesai merapihkan sedikit kekacauan, Adrian kembali duduk di sebelah Aruna."Ayo makan," ajak Adrian.Adrian menyuapi Aruna, Aruna yang sudah lelah hanya bisa patuh dan mulai memakan makanan yang di suapi oleh Adrian.Aruna mengunyah dengan pelan, matanya mena
Italia, kediaman Adrian.Malam pun telah tiba, kini Aruna dan Adrian sedang makan malam bersama di ruang makan yang begitu luas dan megah.Meja makan yang sangat panjang, serta kursi-kursi yang berjejer rapih tapi hanya dua orang yang mengisi kursi tersebut sisanya kosong.Aruna makan dengan tidak mood, sesekali hanya mengaduk makanan yang berada di piringnya.Melihat hal itu Adrian menghentikan aktivitas makannya, "Kenapa mau aku suapi?" Tanya Adrian dengan tersenyum lembut.Wanita lain yang melihat Adrian tersenyum seperti itu pasti akan luluh karena ketampanan Adrian menjadi berkali-kali lipat, tapi tidak dengan Aruna dia sudah muak melihat senyum Adrian."Gak! Aku bisa makan sendiri," jawab Aruna ketus."Makan yang banyak, biar kamu cepat sehat," ucap Adrian lagi dengan suara lembut."Percuma badan yang sehat, kalau kaki gak bisa jalan lagi," "Run, jangan bilang kaya gitu aku gak suka," ucap Adrian memperingati Aruna."Kenapa gak suka? Lo kan yang buat gue cacat kaya gini, apa lo
Karena terus di desak oleh Joni, dengan sangat terpaksa Amar menemani Joni untuk mencari makan.Padahal mereka bisa memesan makanan dari dalam kamar tapi tetap saja Joni bersi keras menolak dan ingin makan secara langsung di tempatnya, katanya suasananya berbeda jika ia makan di dalam kamar hanya berdua dengan Amar."Makan di mana?" tanya Joni yang kini mereka berdua sudah berada di dalam lift. "Di tempat makan," jawab Amar malas. "Gue tau kalau itu," kesal Joni. "Mau makan apa?" tanya Joni lagi. "Terserah," jawab Amar. "Lo kaya cewek lama-lama nyebelin," emosi Joni. Amar mengedikkan bahunya acuh tak acuh. TingPintu lift terbuka mereka berdua tiba di lantai dasar, mereka pun berjalan ke luar lift menuju restoran yang berada di dalam hotel. Ketika sudah sampai di restoran, Mereka berjalan untuk mencari meja makan yang masih kosong. Setelah mendapatkan kursi yang kosong mereka pun segera duduk dan memesan menu yang sudah tersedia di daftar menu. Amar memesan soto ayam nasi p
68Aruna ketakutan ketika melihat tatapan mata Adrian yang begitu liar, apalagi kini Adrian yang sudah telanjang bulat tanpa memakai sehelai benang pun di tubuhnya, membuat badannya terekspos sempurna, dan di bagian bawah Adrian yang sudah mulai mengeras dan membesar siap bertempur kapan saja. "Jangan lakukan itu lagi Dri," mohon Aruna sambil menangkup tangannya memohon pada Adrian. "Kenapa sayang, apa kau tak suka?" tanya Adrian terkekeh pelan, membuat Aruna semakin ketakutan. Aruna terisak ia sungguh tak bisa membayangkan, hal selanjutnya yang akan Adrian lakukan itu sungguh akan sangat menyakitkan bagi Aruna. "Jangan menangis aku tak suka, melihat air mata yang keluar dari mata indah mu itu Aruna," ucap Adrian sambil menghapus air mata Aruna. Aruna menepis tangan Adrian yang berada di pipinya. "Kau begitu kasar sayang," ucap Adrian tak suka. Adrian semakin mendekatkan dirinya ke tubuh Aruna, ia menaiki tubuh Aruna dengan segera agar Aruna tak bisa kabur atau berontak darinya