Share

Bab 5

Author: Ratu Deslim
last update Huling Na-update: 2021-09-15 14:48:10

Rahasia Majikanku

#5

Tuan Felix bergegas keluar dari mobil dan menyalami guru Felicia. Matanya menyiratkan ketidaksukaan akan kehadiranku. Aku pun masuk ke dalam dengan lutut sedikit gemetar. Setelah diingat-ingat, ternyata aku belum sarapan.

Izin dari nyonya, tak membuatku lancang begitu saja. Makanan dan minuman semuanya tersedia. Apa yang tak bisa kubeli dan kumakan di rumah, di sini bahkan tak disentuh oleh pemiliknya. Lebih baik merendam cucian saja. Nanti rasa lapar ini juga akan hilang dengan sendirinya.

"Apa yang kau bicarakan dengan guru Felicia?" tanya Tuan Felix setelah kulihat perempuan itu pergi. Mobilnya masih di luar. Mungkin si tuan hendak pergi lagi.

"Saya tidak membicarakan apa-apa, Tuan. Guru itu hanya menanyakan keadaan Felicia."

"Mana Felicia?"

"Di kamarnya. Nona berbaring setelah saya kompres. Tadi kepalanya terasa sangat panas."

Lelaki bertubuh kekar itu tak menggubris. Ia berjalan memasuki rumah. Mataku mengikuti langkahnya yang menuju kamar Felicia. Detak jantung ini menjadi tak karuan. Tak terbayang apa yang akan terjadi di dalam sana.

Aku harus memberanikan diri mencegah sesuatu sebelum terlambat. Mana mungkin jiwaku segila ini. Membiarkan tindak kriminal terjadi di depan mata. Aku ini manusia.

Perlahan kulangkahkan kaki menyusul Tuan Felix. Untung kakiku tanpa alas. Jadi tak menimbulkan bunyi saat melangkah. Getar di lutut masih bisa kurasa. Antara rasa lapar dan takut tertangkap basah. Yang kulakukan ini sudah benar. Bagaimana jika pintunya dikunci? Bagaimana cara melihat keadaan Felicia beserta bapaknya yang jahat itu? Ah, kakiku semakin terasa lemas.

Kamar berpendingin itu tak memiliki ventilasi terbuka seperti di rumahku. Ventilasinya tertutup kaca yang tersusun miring. Tak ada celah untukku mengintip. Baru saja hendak mengintip melalui lobang kunci, ponsel butut sial*nku berbunyi nyaring. Ponsel itu kutaruh di dalam tas yang kugantung di dinding tempatku mencuci. Aku pun berlari mengejarnya.

"Halo, Nyonya."

"Bagaimana keadaan Felicia, Nur?"

"Tadi sempat panas. Setelah saya kompres, sudah agak mendingan, Nyonya."

"Kau cerdas sekali, Nur. Aku masih ada acara. Tunggu aku pulang ya, Nur."

"Baik, Nyonya. Tapi sekarang ada ...."

Belum sempat bicara, sambungan telepon sudah ia putus begitu saja. Padahal aku ingin mengatakan ada Tuan Felix. Sudahlah, lebih baik menyikat kain dulu.

"Kau menguping?" tanya Tuan Felix tiba-tiba. Ia telah keluar dari kamar Felicia. Mungkin gara-gara suara ponselku.

"Ti ... tidak, Tuan."

"Kulihat tadi, kau dari arah kamar Felicia."

"Sa ... saya hanya ingin menanyakan sesuatu," kilahku agar ia tak curiga.

"Tanya apa?"

"Apa benar Tuan memberi Ibu saya uang?"

"Iya, memangnya kenapa?"

"Untuk apa, Tuan?"

"Agar kau bisa terus bekerja di sini."

"Tidak masuk akal."

Lelaki berhidung bangir itu terkekeh. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam kantong celana. Kemudian berlalu meninggalkanku yang kebingungan. Sungguh aku tak mengerti. Apa yang ia inginkan dari keluargaku?

Aku menarik napas lega. Nyaris saja ketahuan hendak mengintip. Padahal sedikit lagi saja, aku bisa menangkap basah perbuatannya terhadap gadis itu. Eh, tapi ... apa yang ia lakukan tadi?

Baru saja tuan itu masuk, suara jeritan kudengar dari dalam. Sepertinya gadis itu mengalami hal yang tak ia inginkan. Aku pun berdiri, berniat memberi perlindungan. Kaki yang basah dan bersabun tak kuhiraukan. Hingga tubuh ini terpental dan kepala membentur lantai yang terbuat dari batu alam.

Gelap.

***

"Nur, kau tak apa-apa?"

Tubuhku telah terbaring di sofa. Perempuan berambut sebahu itu tersenyum. Ia terus mengajakku bicara meski bibir ini sulit untuk dibuka. Hanya perutku yang membuka suara.

"Kau lapar, Nur?" tanya perempuan itu lagi. Bibir merah muda itu tertarik ke kiri dan ke kanan hingga membentuk lengkungan yang indah.

"Tidak, Nyonya. Saya ...."

Bibirku mengatup saat menyadari ada lelaki itu di sana. Ia berdiri di belakang Nyonya Vivian, melipat kedua tangan di dada. Padahal aku ingin bercerita tentang apa yang terjadi pada Felicia. Lagi-lagi, ancaman kuterima. Lelaki berkemeja flanel itu menunjuk matanya dengan jari telunjuk dan jari tengah. Lantas ia arahkan ke padaku setelahnya. Ya, aku mengerti. Seperti di filem-filem yang artinya ia memperhatikan gerak-gerikku.

"Kau kenapa, Nur?" tanya Nyonya Vivian seraya mengerutkan dahi.

"Saya ... saya belum sarapan, Nyonya," jawabku terbata. Tatapan lelaki itu seakan ingin mengajakku ke dapur. Lalu ia kuliti dan dagingku dijadikan semur.

"Kau tetaplah berbaring. Aku akan mengambilkan sarapan untukmu."

"Tidak usah, Nyonya. Saya bisa mengambilnya sendiri."

"Nur, kau baru saja pingsan. Untung suamiku ada di rumah. Dia meneleponku karena kau tak kunjung sadar. Berbaringlah, biar kuambilkan kau sarapan. Oke?"

Aku mengangguk. Lelaki itu beranjak dari posisinya semula. Kulihat ia berjalan ke arah kamar pribadinya. Aku sedikit lega.

Tak lama, Nyonya Vivian datang membawakan sepiring makanan. Porsi yang cukup besar untuk ukuran lambungku. Jujur saja, walaupun miskin, porsi makanku tak sebanyak itu. Lambung ini tahu diri.

"Duduk, Nur. Kau bisa makan di sini atau di meja makan sana," tunjuk Nyonya Vivian pada meja bundar dengan kursi kayu melingkar.

"Saya makan di sana saja."

"Terserah kau saja, Nur. Aku mau pergi lagi. Makan yang banyak dan jangan lupa bereskan cucianmu."

"Baik, terima kasih, Nyonya. Felicia ...."

"Felicia kenapa, Nur?"

"Tadi saya mendengar Felicia menjerit. Makanya saya berlari menyusul dan terjatuh karena kaki saya licin terkena sabun."

"Oh, itu. Felix bilang, dia tak mau minum obat. Jadi harus dipaksa."

Aku mengangguk seraya berjalan menuju meja makan. Aneh sekali perempuan ini. Sebagai ibu, ia terlalu cuek pada anak. Ia juga terlalu percaya pada suami. Tak segampang itu membuatku percaya kalau Felicia menjerit karena takut minum obat.

Sebagai orang yang sudah memiliki segalanya, Nyonya Vivian tergolong perempuan yang sibuk. Apa lagi yang ia cari di luar sana. Semua sudah ada. Hidup sudah berkecukupan. Bahkan berlebih. Apa kesibukannya itu yang membuat Tuan Felix berubah haluan?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Majikanku   Bab 30

    Selimut pembungkus itu masih terlihat utuh meskipun bergelimang tanah. Namun aroma yang keluar dari dalam selimut itu serasa mampu membunuh segala pembuluh. Mungkin aroma itu telah menembus dinding-dinding tembok rumah warga karena disampaikan oleh angin siang ini.Perlahan bungkusan itu dibuka oleh beberapa petugas. Tak sulit untuk membukanya. Mereka memotong tali pengikatnya dengan gunting yang tajam. Bungkusan itu terbuka. Sesosok mayat tampak terbujur dengan anggota badan yang masih utuh.Muntah. Akhirnya kami semua tak sanggup lagi menahannya. Sebusuk inikah aroma bangkai manusia? Kupikir bangkai ayam sudah busuk. Ternyata bangkai manusia seratus kali lebih busuk hingga mengorek isi perut orang yang mencium aromanya.Nyonya Margareth sebagai ibunya saja tak sanggup mendekat. Ia jijik saat melihat jasad yang masih utuh. Awalnya ia mendekat ingin memeluk. Aroma itu membuatnya muntah dan menjauh.Plak!Lagi-lagi tamp

  • Rahasia Majikanku   Bab 29

    Nyonya Margareth mendekat. Lengan besarnya menjambak rambutku dan menyeret hingga kutunjukkan lokasi tempat Tuan Felix dikubur."Cepat tunjukkan di mana putra kesayanganku kau kubur!""Di sini, Nyonya," tunjukku pada sebuah pot besar bunga adenium. "Tapi aku hanya membantu mengubur. Aku bukan pembunuh.""Felix putraku. Felix-ku kau kubur di sini? Pantas saja bruno-ku menggaruk-garuk tanah ini waktu itu," tanya perempuan itu seraya meludahi wajah ini. Ia sama sekali tak mendengar pengakuanku. Nyonya Vivian berakting begitu sempurna. Ia ikut mendekat dan menutup mulut dengan kedua telapak tangannya."Ya ampun! Kau ... teganya kau membunuh majikanmu dan mengubur jasadnya di halaman rumahnya sendiri," ucap Nyonya Vivian pura-pura terkejut. Ia berlutut dan menangis sejadinya sambil memanggil-manggil nama Tuan Felix.Petugas melepas borgol di tanganku, lalu mendorong tubuh ini hingga tersungkur di dan tersandar di bibir pot bunga besar itu.&n

  • Rahasia Majikanku   Bab 28

    "Kau bercanda?"Tawa perempuan ber-eyeshadow warna gelap itu memecah kesunyian ruangan tempatku terbaring. Ia seakan tak percaya dengan apa yang kukatakan barusan. Ia pikir aku bercanda. Namun tak lama, tawanya terhenti saat melihatku tak tertawa sama sekali."Kau serius?" tanya perempuan itu lagi. Ia menurunkan anjing yang sedari tadi duduk di pahanya. Anjing itu duduk di lantai seraya menjulurkan lidah. Apa di rumah sakit ini bebas membawa binatang peliharaan?"Aku serius, Nyonya."Wajah perempuan itu berubah sangar. Mata sipitnya ia paksa membelalak ke arahku. Lengan besarnya meraih leherku dan aku pun susah untuk bernapas."Jadi benar yang dikatakan oleh menantuku? Kau telah membunuh putraku yang merupakan majikanmu sendiri? Mengapa? Apa salah putraku?"Anjing yang sedari tadi hanya diam, menjadi gelisah saat melihat Nyonya Margareth mencekik leherku. Andai anjing itu bisa bicara, mungkin ia akan berlari ke luar d

  • Rahasia Majikanku   Bab 27

    "Apa yang terjadi padaku, Bu? Mengapa kalian sedih sekali?"Ibu menggeleng, tetapi air matanya terus mengalir. Firasatku mulai buruk. Pasti ada sesuatu yang terjadi padaku, tetapi Ibu tak mau mengatakannya."Katakan, Bu."Ibu menarik lengan Ferdy dan Teddy. Ia membawa anak-anak ke luar ruangan. Tak lama, ia kembali seorang diri. Air mata itu masih saja mengalir bagai sungai kecil di pipinya."Nur, aku tak mau kehilanganmu.""Mengapa Ibu bicara seperti itu?""Dokter bilang, kau mengalami gegar otak akibat pukulan keras. Tadi kupikir kau sudah tiada karena koma beberapa jam. Ini keajaiban. Kau benar-benar perempuan yang kuat, Nur."Saat kami mengobrol, beberapa orang petugas kepolisian memasuki ruangan. Salah seorang dari mereka membawa sebuah kayu balok yang dibungkus dengan plastik. Untuk apa balok itu? Di belakang mereka, aku melihat seorang perempuan yang menggendong seekor anjing berbulu tebal. Ibunya Tuan Felix. Untuk

  • Rahasia Majikanku   Bab 26

    "Tapi mengapa, Tuan? Apa yang dilakukan oleh Baron?""Anda bisa datang langsung ke kantor kami, Nyonya.""Baiklah."Ibu menatap wajahku dengan seksama. Ia mengangkat alis seolah bertanya, apa yang terjadi pada Baron. Tanpa bicara, aku berdiri meninggalkan Ibu di meja makan. Mungkin dengan beribu pertanyaan di benaknya."Nur, kau mau ke mana?" teriak Ibu dari luar saat aku mengganti pakaian di dalam kamar. Tangan ini gemetar tak karuan. Jantung berdebar begitu cepat seolah berpacu dengan detik jam. Gerakan tubuh ini terasa kian melambat saat kurasakan nyeri di lengan sewaktu memasukkan tangan ke dalam lengan baju. Tak sabar ingin cepat-cepat menemui Baron di sana."Argh.""Nur, kau tak apa-apa?""Sama seperti tadi, Bu. Memasukkan tanganku ke dalam lengan baju itu membuat lenganku ngilu.""Biar aku bantu.""Tak usah. Sudah selesai."Saat ke luar kamar, Ibu menghadang jalanku. Sepertinya ia begitu khawati

  • Rahasia Majikanku   Bab 25

    Tanpa sadar, telapak tanganku mendarat di pipi kanan Harry. Entah apa yang ia lakukan di rumah ini. Tanpa bertanya, ia menuduhku yang tidak-tidak."Jaga mulutmu, Harry!"Baron berdiri mematung menyaksikan adegan yang tak mengenakkan barusan. Aku tahu, ia pasti takkan senang dituduh macam-macam."Bukankah itu sebuah kenyataan? Kau begitu murahan. Berjalan dengan seorang lelaki ....""Sudah, Harry. Jangan bertengkar di depan pintu. Kau dari mana saja, Nur? Bukankah tadi kau bilang pergi ke rumah Nyonya Vivian untuk mengambil sebuah surat?" tanya Ibu memotong pembicaraan Harry. Lelaki itu menghembuskan napas dengan kasar. Matanya liar mengamati Baron dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pasti Harry merasa cemburu."Aku ...."Mulutku tak sanggup lagi melanjutkan. Getaran di bibir ini sangat kuat. Mata ini mulai panas karena genangan cairan bening. Cairan itu memaksa untuk keluar."Kau kenapa?"Semakin ditany

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status