Beranda / Romansa / Rahasia Malam Itu / Bab 3 - Parkiran Yang Membara

Share

Bab 3 - Parkiran Yang Membara

Penulis: iskz08
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-11 10:21:36

Udara malam Jakarta terasa lebih lengket begitu Anetta melangkah keluar dari ballroom hotel. Lampu-lampu neon di parkiran berpendar samar, menyisakan jejak pesta yang masih bergemuruh di dalam. Suara tawa dan musik seakan terhenti begitu ia melangkah ke dunia yang hampa dan sunyi.

Tumit sepatu Anetta beradu dengan lantai beton, langkahnya cepat seolah ingin kabur dari sesuatu yang tak terlihat. Ya, tentu saja, ia melarikan diri dari seseorang yang tak lain adalah Anthony. Tubuhnya masih berguncang oleh perasaan campur aduk: takut, marah, dan rindu yang seharusnya ia kubur lima tahun lalu.

Suara langkah berat terdengar jelas menyusul dari arah belakang.

“Tata,” panggil Anthony. Suaranya dalam, serak, masih menyisakan sedikit alkohol. Hanya menyebut namanya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.

Anetta mempercepat langkah, menulikan telinga dari suara itu, tapi tangan kekar Anthony lebih sigap, meraih pergelangan tangannya. Hangat dan kuat. Refleks membuat Anetta menoleh, berusaha menutupi gemuruh dadanya dengan tatapan datar.

“Lepas, Ton. Udah cukup basa-basi di dalam,” ucap Anetta, menepis kasar tangan kekar itu.

Anthony menarik napas panjang, sekejap matanya terpejam, mencoba menahan diri. “Aku nggak bisa pura-pura nggak kenal kamu setelah lima tahun, Ta. Aku butuh penjelasan. Kenapa kamu menghilang sejak saat itu?”

Anetta terkekeh hambar, mencoba terdengar biasa. “Penjelasan? Tentang apa? Kita cuma sahabat yang kebetulan… kelewatan satu malam. Udah, selesai.”

Tatapan mata hitam pekat Anetta menusuk, tapi Anthony tidak goyah. Ia mendekat, jarak mereka menyusut drastis. Aroma parfumnya yang maskulin bercampur dengan napas Anetta yang mulai pendek-pendek.

“Kamu yakin itu yang kamu rasain, hmm? Aku nggak bisa bohongin diriku sendiri, Tata. Malam itu nyata. Dan sampai sekarang aku masih…” Anthony berhenti, tapi matanya tetap menancap pada Anetta, penuh pertanyaan.

“Berhenti.” Anetta memotong cepat, suaranya bergetar. Ia takut kalau Anthony melanjutkan kalimat itu, dinding pertahanannya akan runtuh.

Suasana parkiran jadi senyap. Hanya ada suara mesin mobil yang sesekali lewat. Anthony masih menatap Anetta lekat-lekat, dan tanpa sadar, ibu jarinya mengusap lembut kulit halus di pergelangan Anetta. Sentuhan kecil itu seperti aliran listrik yang mengingatkan mereka pada malam terlarang lima tahun lalu.

Anetta buru-buru menarik tangannya, melangkah mundur. “Kita udah bukan anak kuliahan lagi, Ton. Aku nggak mau jatuh ke lubang yang sama.”

Anthony tersenyum miring, tapi sorot matanya serius. “Kalau itu lubang yang sama, berarti kamu juga masih mikirin malam itu. Jangan bohong, Anetta.”

Pipi Anetta memanas. Udara malam mendadak terasa sesak. Ia membalikkan badan, berjalan cepat ke arah mobilnya. Namun baru saja ia meraih gagang pintu, suara Anthony menghentikan langkahnya lagi. Tangan pria tampan itu dengan cepat menautkan genggaman tangan mereka.

Anetta menunduk cepat, menarik tangannya dari genggaman Anthony. Napasnya memburu, jantungnya seperti dipalu dari dalam. “Aku harus pulang, banyak kerjaan nunggu,” ujarnya terburu-buru sambil meraih gagang pintu mobil.

Namun, bayangan wajah kecil dengan mata bundar yang begitu mirip Anthony mendadak terlintas di kepalanya. Dion… Anak itu pasti sudah tertidur di kamarnya sekarang, memeluk boneka beruang kesayangannya. Hatinya mencelos. Bagaimana kalau rahasia itu terbongkar? Bagaimana kalau Tony tahu?

“Aku akan cari tahu, Tata. Apa pun yang kamu sembunyiin dariku, aku pasti nemuin jawabannya,” ucap Anthony lantang.

Anthony menahan pintu mobil sebelum sempat tertutup. “Kenapa kamu selalu menghindar, Tata? Aku makin yakin ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku.” Suaranya rendah, namun dentuman emosinya jelas.

Anetta menelan ludah, menahan getaran di bibirnya. Kalau ia menatap Anthony satu detik lebih lama saja, ia mungkin akan runtuh. Ia mungkin akan bilang semua, tentang anak mereka, tentang malam sialan itu, tentang luka dan cinta yang campur aduk.

“Aku cuma capek, Tony. Jangan mikir aneh-aneh,” Anetta berbohong, suaranya serak. Ia memaksa tersenyum tipis, meski hatinya terasa seperti sobekan kain.

Anthony mendekat, wajahnya hanya beberapa sentimeter dari wajah Anetta. Aroma parfumnya menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu, malam ketika dunia mereka berubah selamanya. Ia menatap lekat, mencari kebenaran di balik mata Anetta yang gelisah.

“Tata…” bisiknya, nyaris menyentuh bibirnya. “Aku nggak bisa berhenti mikirinmu sejak lima tahun lalu.”

Anetta tersentak. Ia segera mendorong dada Anthony dengan panik, membuka pintu, dan melangkah masuk ke dalam mobil. Tumit sepatunya beradu cepat dengan lantai parkiran, suaranya menggema di ruang kosong itu.

Anthony hanya bisa menatap punggung Anetta yang menjauh, tubuhnya dipenuhi tanda tanya dan dorongan yang tak bisa ia redam. Ada sesuatu yang jelas disembunyikan Anetta. Dan ia akan cari tahu, apa pun itu.

Sementara itu, detak jantung Anetta membuncah. Rahasia yang selama ini ia jaga rapat. Ya, seorang anak laki-laki dengan mata amber yang sama seperti Anthony kini terbayang jelas di benak Anetta.

Ia menggenggam kunci mobil erat-erat, menahan diri agar tidak menoleh. Satu napas berat ia hembuskan, lalu masuk ke dalam mobil. Dari kaca spion, ia melihat Anthony masih berdiri tegak, sorot mata pria itu tak pernah lepas darinya.

Di dalam mobil, Anetta menahan air matanya jatuh. Ia berbisik pada dirinya sendiri, suara nyaris tak terdengar:

Maafin Mama, Nak… Mama belum siap kalau Papa kamu tahu soal kamu.

Mobil melaju meninggalkan parkiran. Dada Anetta sesak. Malam itu bukan sekadar pertengkaran atau adu emosi; parkiran menjadi arena di mana api lama kembali menyala, rahasia Dion berada di ambang terbongkar, dan godaan yang dulu tertimbun lima tahun lalu muncul kembali.

Tiba di unit apartemen, keheningan menyelimuti. Lampu redup menyambut, dan seakan menelan Anetta bulat-bulat. Ia menaruh tas kerja di sofa, membuka sepatu, lalu berjalan lesu ke dapur untuk menuang segelas air putih. Tenggorokannya kering, tapi bukan hanya karena kelelahan—batinnya haus akan ketenangan yang sudah lama hilang.

Di meja ruang tamu, sebuah bingkai foto kecil berdiri tegak. Foto seorang bocah laki-laki dengan senyum manis, hidung mancung yang mirip dengannya, dan mata amber—mata yang bukan miliknya. Jemari Anetta bergetar saat menyentuh kaca bingkai itu.

Air mata jatuh membasahi pelupuk mata Anetta. “Dion… maafkan Mama. Mama janji bakal lindungin kamu, apa pun yang terjadi.”

Anak itu, buah dari malam yang seharusnya hanya sebatas one night stand, kini berusia empat tahun. Ia tumbuh sehat, cerdas, penuh tawa, tapi rasa takut selalu mengintai hati Anetta. Ia takut jika Anthony tahu, takut masa lalu menyeret mereka kembali ke pusaran yang sama.

Sementara itu, di tempat berbeda, Anthony berdiri di balkon penthouse mewahnya. Malam Jakarta berdenyut dengan lampu-lampu gemerlap. Sebatang rokok separuh terbakar di tangannya, tapi ia tak benar-benar mengisapnya. Pandangannya kosong, pikirannya kembali pada sorot mata Anetta di parkiran, sorot mata yang tak bisa ia artikan. Ada luka, rahasia, ada sesuatu yang jelas bukan sekadar pertemuan biasa.

Anthony mengernyit, rahangnya mengeras. “Aku akan cari tahu, Tata. Apa pun yang kamu sembunyikan dariku… dan kalau itu ada hubungan dengan lima tahun lalu, aku pasti akan menemukannya, Anetta Aileya.”

Angin malam berhembus, membawa aroma samar asap rokok dan ketegangan yang belum menemukan jawaban. Dua hati yang pernah menyatu dalam malam terlarang, kini kembali dipertemukan oleh takdir. Bedanya, kali ini mereka tidak hanya membawa diri masing-masing—ada rahasia Dion yang siap meruntuhkan segalanya, dan godaan yang tak pernah padam kembali membara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Malam Itu   Bab 21 - Kamu Pencuri!

    Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai tipis ruang tamu, menyingkap wajah Anetta yang masih duduk di sofa dengan mata sembab. Malam tadi seolah tidak berakhir, bayangan Anthony masih tertinggal, bersama tatapan Dion yang polos tapi menusuk.Anetta menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Tangannya gemetar. Ia tahu, sejak momen itu, tidak ada jalan kembali. Dion sudah melihat terlalu banyak. Anthony sudah melangkah terlalu jauh. Dan dirinya… sudah kehabisan alasan untuk terus bersembunyi.Suara langkah kecil terdengar dari lorong. Dion muncul dengan rambut acak-acakan, membawa boneka dinosaurus kesayangannya. “Ma…” suaranya serak, “Om Anthony beneran nggak bakal datang lagi?”Pertanyaan itu menusuk dada Anetta seperti pisau tumpul. Ia berusaha tersenyum, meski bibirnya kaku. “Sayang… Om Anthony sibuk. Dia mungkin nggak bisa sering datang.”Dion menunduk, memeluk bonekanya erat. “Tapi aku suka Om, Ma. Dia bikin aku nggak takut sama gelap.” Mata kecil itu mengangkat pandangan, men

  • Rahasia Malam Itu   Bab 20 - Bagian Dari Dirinya

    “Good girl…” gumam Anthony, suaranya pelan tapi cukup menusuk ke telinga Anetta. Pintu terbuka hanya sejengkal, menyingkap sosok pria tinggi dengan jas gelap yang rapi, aroma maskulin khasnya langsung menyeruak ke ruang tamu. Mata ambernya menatap tajam ke arah Anetta yang berdiri kaku di balik pintu, wajahnya pucat pasi. “Anthony…” suara Anetta bergetar, setengah berbisik, setengah menahan panik. “Kamu nggak seharusnya di sini.” Anthony melangkah masuk tanpa menunggu izin, bahunya mendorong pintu hingga terbuka penuh. “Aku sudah terlalu sering dilarang dengan kata ‘seharusnya’, Tata. Dan lihat hasilnya, kamu sembunyikan Dion selama lima tahun dariku.” Anetta refleks menutup pintu cepat-cepat, takut suara keras membangunkan Dion. “Jangan keras-keras… Dion sudah tidur.” Anthony mencondongkan tubuhnya sedikit, wajahnya mendekat, menurunkan nada suara. “Justru itu. Aku ingin melihatnya… bahkan hanya sekilas.” “Tidak,” Anetta segera menyela, tubuhnya bergerak menghalangi jalan ke lo

  • Rahasia Malam Itu   Bab 19 – Jejak Amber di Mata Dion

    Pagi menjelang siang, kantor Atelier Anetta tampak sibuk. Beberapa desainer junior sibuk menyiapkan moodboard, sementara staf administrasi bolak-balik membawa dokumen. Di salah satu ruang kerja terbuka, Anetta berdiri di depan papan besar, mencoba mengarahkan timnya, tapi pikirannya masih terlempar pada percakapan terakhir dengan Anthony.Napasnya berat setiap kali ingatan itu kembali pada tatapan mata amber yang menuntut, suara parau yang menyinggung Dion."Kalau memang Dion anakku… aku nggak akan biarkan dia tumbuh tanpa tahu siapa ayahnya."Anetta memejamkan mata sesaat, lalu memaksa fokus kembali pada layar laptop yang menampilkan render desain lobby Skyline.“Bu Anetta,” suara Karin, asisten pribadinya, memecah lamunan. “Ada telepon dari sekolah Dion. Guru wali kelas ingin bicara sebentar.”Deg. Anetta menoleh cepat, tangannya refleks meraih ponsel kantor. “Halo, ini ibunya Dion. Ada apa, Miss Clara?”Suara hangat guru wali terdengar di seberang, meski dengan nada sedikit cemas.

  • Rahasia Malam Itu   BAB 18 - Ruang CEO Reynard Group

    Pagi itu, gedung tinggi Reynard Group berkilau diterpa sinar matahari Jakarta. Orang lalu-lalang di lobby megah, sibuk dengan ritme korporat yang padat. Di lantai paling atas, sebuah pintu kayu berukir elegan menandai ruangan CEO—Anthony Reynard. Nama itu kini membuat perut Anetta mengeras setiap kali mendengarnya. Dan sialnya, pagi ini ia justru berdiri di depan pintu itu, menahan napas sebelum mengetuk. “Bu Anetta Aileya?” suara resepsionis lantai eksekutif yang mendampingi terdengar sopan. “Silakan masuk. Pak Anthony sudah menunggu.” Anetta menelan ludah. Ia merapikan blazer putih gadingnya, menenteng map desain revisi untuk proyek kerjasama kantornya dan Reynard Group. “Baik…” jawabnya lirih. Tangannya sempat gemetar sebelum akhirnya mendorong pintu besar itu. Ruang CEO Reynard Group selalu memberi kesan megah dan dingin. Langit-langit tinggi dengan kaca jendela setebal empat lapis memperlihatkan pemandangan Jakarta yang berlapis-lapis: gedung pencakar langit, jalan raya pada

  • Rahasia Malam Itu   Bab 17 – Aku Butuh Tau

    Malam itu udara Jakarta terasa lebih lembap dari biasanya. Anetta duduk di ruang tamu, menatap layar laptop yang masih terbuka di meja, tapi pikirannya melayang ke tempat lain. Setiap kali ia mencoba membaca ulang proposal desain, justru wajah Anthony muncul begitu saja.Sial. Ucapan terakhir pria itu, “Aku bakal ada di sini sampai kamu berhenti pura-pura,” masih bergema jelas di telinga Anetta.Anetta mengusap wajah dengan kedua tangan, berusaha menghapus bayangan itu. Tapi semakin ia berusaha, semakin kuat Anthony merasuk ke dalam benaknya. Bersama bayang lima tahun lalu ikut meliuk-liuk di dalam ingatan Anetta.Belum lagi efek dari sentuhan jemari Anthony pada garis rahangnya tadi, kembali menguar memori malam panas yang mereka berdua habiskan saat itu.Ding!Suara notifikasi ponsel memecah hening dan berhasil membuyarkan lamunan Anetta. Dengan ragu, ia meraih ponsel di samping laptop.[Anthony]: “Udah tidur, Baby? Atau masih mikirin aku hmm?”Anetta membeku. Tangannya gemetar sesa

  • Rahasia Malam Itu   BAB 16 - Kebetulan Lewat

    Huft! Anetta menghembuskan nafas kasar, setelah pintu apartemen tertutup rapat, Anetta masih duduk terdiam di kursi makan. Tangannya meremas apron yang masih melekat di tubuh, wajahnya panas, jantungnya berdebar tak karuan. Ucapan terakhir Anthony 'See you soon, Baby' masih terngiang jelas di telinganya. Sial. Kenapa pria itu selalu tahu cara mengguncang pertahanannya? Monolog Anetta di dalam hati. “Ma, Lego-ku jatuh di bawah ranjang,” seru Dion dari dalam kamar, memecah lamunan. Anetta buru-buru bangkit, mencoba menenangkan dirinya. “Iya, sayang, mama ambilin.” Ia berjalan ke kamar Dion, membantu bocah itu mengambil Lego, lalu merapikan ranjang kecilnya. Dion menatap ibunya dengan polos. “Om Anthony baik ya, Ma. Dia lucu.” Kalimat itu membuat jantung Anetta berhenti sejenak. Dion tidak boleh terlalu dekat dengan Anthony. Setidaknya… belum sekarang. “Om Anthony itu teman lama Mama, Nak,” jawab Anetta hati-hati, mengusap rambut Dion. “Tapi Dion jangan terlalu banyak nanya dulu, y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status