Home / Romansa / Rahasia Malam Itu / Bab 4 - Dion Ganesha

Share

Bab 4 - Dion Ganesha

Author: iskz08
last update Last Updated: 2025-09-12 13:37:46

Mentari pagi merambat pelan lewat jendela kamar, menembus tirai putih tipis yang bergoyang pelan ditiup angin. Aroma roti panggang dan susu hangat memenuhi apartemen sederhana itu. Suara riang seorang bocah kecil terdengar dari ruang tengah.

“Bunda! Dion udah siap pake seragam!” teriaknya lantang.

Anetta, tersenyum dari dapur. Tubuhnya ramping dibalut piyama tipis, rambut panjangnya diikat asal, wajahnya masih polos tanpa polesan riasan. Ia menyendok telur orak-arik ke atas piring kecil bergambar dinosaurus. “Sabar, Nak. Sarapan dulu. Kamu kan nggak bisa belajar kalau perut kosong.”

Dion Ganesha, bocah laki-laki berusia empat tahun dengan rambut hitam sedikit bergelombang dan mata bundar berwarna amber yang tajam, melangkah masuk sambil membawa tas kecil bergambar superhero. Wajahnya ceria tapi penuh rasa ingin tahu, persis seperti sosok Anthony saat masih muda, meski Anetta selalu menepis pikiran itu.

“Tapi Bunda, Miss Clara bilang kalau datang ke sekolah lebih pagi, aku bisa main di playground dulu.” Dion manyun, menatap Anetta seolah menawar.

Anetta terkekeh geli. “Ah, pintar banget anak Bunda. Tapi kalau kamu main di playground dengan perut kosong, nanti malah sakit perut. Mau?”

Dion menggeleng cepat. “Enggak.”

“Ya udah, duduk manis, habisin makanannya, baru kita jalan. Oke.”

Bocah itu menuruti dengan patuh. Ia memanjat kursi dan mulai menyendok telur dengan sendok kecil. Mulut mungil Dion bergerak lincah, lalu ia menenggak susu hangat dengan gaya sok dewasa. Sesekali ia mencuri pandang pada sang Bunda yang tengah sibuk memasukkan bekal ke kotak makan.

“Bunda cantik banget hari ini,” celetuk Dion polos.

Anetta berhenti sejenak, menoleh, lalu mencubit pipi anak itu gemas. “Kamu ini, ya. Baru umur empat tahun udah bisa gombal.”

“Aku kan laki-laki, Bunda. Harus bisa bikin cewek tersenyum,” jawabnya enteng, membuat Anetta seketika terpingkal.

Setelah sarapan, Anetta membantu Dion mengenakan sepatu. Ia merapikan rambut putranya dengan sisir kecil. Ada rasa haru setiap kali ia menatap mata anak itu. Ya mata yang jelas-jelas milik Anthony. Setiap pagi, ia diingatkan lagi pada satu malam panas yang tak pernah ia bayangkan berbuah begini besar.

Sekolah Dion hanya berjarak sepuluh menit dari apartemen mereka. Anetta selalu mengantarnya dengan mobil kecil peninggalan almarhum sang ayah. Sepanjang jalan, Dion cerewet menceritakan hal-hal kecil. Tentang dinosaurus baru yang ia lihat di buku, tentang temannya yang suka makan permen, bahkan tentang cita-citanya ingin jadi arsitek.

“Arsitek itu mirip sama Bunda, kan?” tanya Dion polos.

“Kenapa mirip?” Sahut Anetta dengan pertanyaan juga.

“Soalnya Bunda suka bikin gambar rumah, desain, terus kerja di tempat yang ada komputer besar. Aku lihat kemarin pas Bunda lagi kerja di laptop.” Jawab Dion lugas.

Anetta tersenyum, tangannya refleks mengusap kepala anak itu saat mereka berhenti di lampu merah. “Iya, mirip. Tapi Bunda lebih sering bikin rumah jadi cantik. Kalau arsitek, bikin bangunannya dulu.”

“Kalau gitu, nanti aku jadi arsitek, Bunda jadi desainer. Kita kerja bareng!” seru Dion dengan semangat, membuat mata Tata berkaca-kaca. Kagum akan kecerdasan sang putra.

Setelah mengantar Dion, mobil dikendarai oleh Anetta melaju ke kantornya yang kecil tapi nyaman. Sebagai desainer interior freelance yang perlahan berkembang, ia punya satu ruang kantor mungil dengan dua karyawan muda yang membantunya.

Hari itu ia punya janji dengan seorang klien besar, seorang pemilik restoran yang ingin membuka cabang baru. Anetta datang dengan blazer krem dipadukan celana hitam, rambutnya terurai rapi. Senyum hangatnya profesional, tapi pikirannya masih tertinggal pada Dion.

Di ruang meeting, Anetta menjelaskan konsep desain dengan penuh percaya diri. Ia menampilkan slide berisi visualisasi 3D restoran bernuansa modern tropis. Kliennya tampak terkesan, beberapa kali mengangguk puas.

“Anda sangat detail, Bu Anetta. Saya suka. Kita lanjut ke tahap kontrak, ya,” kata pria paruh baya itu.

“Terima kasih, Pak. Saya akan siapkan semua dokumen dalam dua hari.”

Pekerjaan itu berarti tambahan besar bagi keuangan Anetta. Ia tak hanya harus membayar cicilan apartemen, tapi juga biaya sekolah Dion, asuransi kesehatan, dan kebutuhan lain. Menjadi orangtua tunggal bukanlah hal mudah, tapi setiap kali melihat senyum anaknya, semua lelah yang Tata rasakan lenyap begitu saja.

Tepat sore hari, Anetta menjemput Dion di day care. Yang masih satu lingkup dan dikelola oleh pihak sekolah. Bocah itu langsung berlari keluar gerbang, melambaikan tangan kecilnya begitu melihat sosok sang ibu muncul. “Bunda!” Seru Dion antusias, seraya semangat berlari menghampiri Anetta.

“Eh, hati-hati jatuh!” seru Anetta sambil membuka pintu mobil.

Di dalam perjalanan, Dion menceritakan banyak hal lagi, kali ini tentang lomba mewarnai yang akan diadakan minggu depan. “Bunda harus datang, ya! Aku mau Bunda lihat gambarku.” Titah Dion, jelas tak mau penolakan.

“Tentu saja, Sayang. Bunda nggak akan ketinggalan.” Jawab Anetta yang langsung disambut tawa riang oleh Dion.

Sesampainya di unit apartemen mereka, Anetta melepas high heels, mengganti pakaian, lalu menemani Dion mengerjakan tugas kecil dari sekolah. Sesekali mereka bercanda, hingga tawa bocah itu memenuhi ruangan.

Malamnya, setelah Dion terlelap, Anetta duduk sendirian di balkon kecil. Secangkir teh hangat di tangannya, matanya menatap jauh ke lampu-lampu kota.

Hatinya sering dihantui ketakutan. Bagaimana jika suatu hari Anthony tahu? Bagaimana jika Dion tiba-tiba ingin tahu siapa ayahnya? Bagaimana jika takdir mempertemukan mereka lagi?

Pertanyaan demi pertanyaan itu seperti bayangan gelap yang menempel di sudut pikiran Anetta. Tapi setiap kali ia menoleh ke arah kamar, melihat Dion tidur pulas dengan wajah damai, ia tahu jawabannya sederhana yaitu apapun risikonya kelak, ia akan melindungi anak itu dengan seluruh hidupnya.

“Bunda…” suara kecil Dion terdengar lirih dari kamar. Tata segera masuk, melihat sang anak menggeliat di kasur.

“Kenapa, Sayang?” Tany Anetta begitu lembut.

“Aku mimpi jelek.” Cicit Dion memberitahu.

Anetta langsung berbaring di samping Dion, dan memeluk tubuh kecil itu erat. “Tenang, Bunda di sini. Nggak ada yang bisa sakiti kamu.”

Dion menyusup ke pelukan ibunya, perlahan kedua mata Dion kembali terpejam. Anetta menatap wajah mungil itu, lalu mengecup keningnya lama. Tanpa dikomando, air mata mengalir diam-diam.

“Kalau suatu hari kamu tahu siapa ayahmu, semoga kamu mengerti, Nak…” bisiknya pelan. Ada perasaan sesak yang mengelanyuti dada Anetta, bila teringat kembali akan sosok ayah biologis dari putranya.

Di luar, kota masih bising dengan aktivitas malam. Namun di dalam kamar itu, ada dunia kecil yang hanya milik mereka berdua, hangat, rapuh, dan penuh cinta.

Malam semakin larut, setelah menidurkan Dion, Anetta beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di balkon apartemen sambil menatap lampu kota. Angin berhembus pelan, membawa rasa cemas yang tiba-tiba menggelayuti hatinya. Entah kenapa, ia merasa sesuatu akan berubah dalam hidupnya. Mungkin itu hanya perasaan lelah. Atau mungkin, sebuah pertanda.

Ponselnya bergetar. Sebuah email masuk dari salah satu klien baru yang ingin bertemu untuk membicarakan proyek apartemen mewah. Nama klien itu membuat jantung Anetta berhenti sesaat,

Anthony Reynard.

Tangannya gemetar. Tidak... jangan sekarang.

Dunia yang ia bangun dengan susah payah selama empat tahun terakhir tampaknya akan segera terguncang.

Ia menatap kamar, melihat Dion tidur dengan damai. Perlahan, ia berbisik dalam hati: Apapun yang terjadi… aku akan melindungi Dion. Tapi… apa aku siap menghadapi Anthony lagi?

Pertemuan itu tak terelakkan. Dan Anetta tahu, takdir tak pernah datang tanpa menagih harga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Malam Itu   Bab 21 - Kamu Pencuri!

    Pagi itu, cahaya matahari menembus tirai tipis ruang tamu, menyingkap wajah Anetta yang masih duduk di sofa dengan mata sembab. Malam tadi seolah tidak berakhir, bayangan Anthony masih tertinggal, bersama tatapan Dion yang polos tapi menusuk.Anetta menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Tangannya gemetar. Ia tahu, sejak momen itu, tidak ada jalan kembali. Dion sudah melihat terlalu banyak. Anthony sudah melangkah terlalu jauh. Dan dirinya… sudah kehabisan alasan untuk terus bersembunyi.Suara langkah kecil terdengar dari lorong. Dion muncul dengan rambut acak-acakan, membawa boneka dinosaurus kesayangannya. “Ma…” suaranya serak, “Om Anthony beneran nggak bakal datang lagi?”Pertanyaan itu menusuk dada Anetta seperti pisau tumpul. Ia berusaha tersenyum, meski bibirnya kaku. “Sayang… Om Anthony sibuk. Dia mungkin nggak bisa sering datang.”Dion menunduk, memeluk bonekanya erat. “Tapi aku suka Om, Ma. Dia bikin aku nggak takut sama gelap.” Mata kecil itu mengangkat pandangan, men

  • Rahasia Malam Itu   Bab 20 - Bagian Dari Dirinya

    “Good girl…” gumam Anthony, suaranya pelan tapi cukup menusuk ke telinga Anetta. Pintu terbuka hanya sejengkal, menyingkap sosok pria tinggi dengan jas gelap yang rapi, aroma maskulin khasnya langsung menyeruak ke ruang tamu. Mata ambernya menatap tajam ke arah Anetta yang berdiri kaku di balik pintu, wajahnya pucat pasi. “Anthony…” suara Anetta bergetar, setengah berbisik, setengah menahan panik. “Kamu nggak seharusnya di sini.” Anthony melangkah masuk tanpa menunggu izin, bahunya mendorong pintu hingga terbuka penuh. “Aku sudah terlalu sering dilarang dengan kata ‘seharusnya’, Tata. Dan lihat hasilnya, kamu sembunyikan Dion selama lima tahun dariku.” Anetta refleks menutup pintu cepat-cepat, takut suara keras membangunkan Dion. “Jangan keras-keras… Dion sudah tidur.” Anthony mencondongkan tubuhnya sedikit, wajahnya mendekat, menurunkan nada suara. “Justru itu. Aku ingin melihatnya… bahkan hanya sekilas.” “Tidak,” Anetta segera menyela, tubuhnya bergerak menghalangi jalan ke lo

  • Rahasia Malam Itu   Bab 19 – Jejak Amber di Mata Dion

    Pagi menjelang siang, kantor Atelier Anetta tampak sibuk. Beberapa desainer junior sibuk menyiapkan moodboard, sementara staf administrasi bolak-balik membawa dokumen. Di salah satu ruang kerja terbuka, Anetta berdiri di depan papan besar, mencoba mengarahkan timnya, tapi pikirannya masih terlempar pada percakapan terakhir dengan Anthony.Napasnya berat setiap kali ingatan itu kembali pada tatapan mata amber yang menuntut, suara parau yang menyinggung Dion."Kalau memang Dion anakku… aku nggak akan biarkan dia tumbuh tanpa tahu siapa ayahnya."Anetta memejamkan mata sesaat, lalu memaksa fokus kembali pada layar laptop yang menampilkan render desain lobby Skyline.“Bu Anetta,” suara Karin, asisten pribadinya, memecah lamunan. “Ada telepon dari sekolah Dion. Guru wali kelas ingin bicara sebentar.”Deg. Anetta menoleh cepat, tangannya refleks meraih ponsel kantor. “Halo, ini ibunya Dion. Ada apa, Miss Clara?”Suara hangat guru wali terdengar di seberang, meski dengan nada sedikit cemas.

  • Rahasia Malam Itu   BAB 18 - Ruang CEO Reynard Group

    Pagi itu, gedung tinggi Reynard Group berkilau diterpa sinar matahari Jakarta. Orang lalu-lalang di lobby megah, sibuk dengan ritme korporat yang padat. Di lantai paling atas, sebuah pintu kayu berukir elegan menandai ruangan CEO—Anthony Reynard. Nama itu kini membuat perut Anetta mengeras setiap kali mendengarnya. Dan sialnya, pagi ini ia justru berdiri di depan pintu itu, menahan napas sebelum mengetuk. “Bu Anetta Aileya?” suara resepsionis lantai eksekutif yang mendampingi terdengar sopan. “Silakan masuk. Pak Anthony sudah menunggu.” Anetta menelan ludah. Ia merapikan blazer putih gadingnya, menenteng map desain revisi untuk proyek kerjasama kantornya dan Reynard Group. “Baik…” jawabnya lirih. Tangannya sempat gemetar sebelum akhirnya mendorong pintu besar itu. Ruang CEO Reynard Group selalu memberi kesan megah dan dingin. Langit-langit tinggi dengan kaca jendela setebal empat lapis memperlihatkan pemandangan Jakarta yang berlapis-lapis: gedung pencakar langit, jalan raya pada

  • Rahasia Malam Itu   Bab 17 – Aku Butuh Tau

    Malam itu udara Jakarta terasa lebih lembap dari biasanya. Anetta duduk di ruang tamu, menatap layar laptop yang masih terbuka di meja, tapi pikirannya melayang ke tempat lain. Setiap kali ia mencoba membaca ulang proposal desain, justru wajah Anthony muncul begitu saja.Sial. Ucapan terakhir pria itu, “Aku bakal ada di sini sampai kamu berhenti pura-pura,” masih bergema jelas di telinga Anetta.Anetta mengusap wajah dengan kedua tangan, berusaha menghapus bayangan itu. Tapi semakin ia berusaha, semakin kuat Anthony merasuk ke dalam benaknya. Bersama bayang lima tahun lalu ikut meliuk-liuk di dalam ingatan Anetta.Belum lagi efek dari sentuhan jemari Anthony pada garis rahangnya tadi, kembali menguar memori malam panas yang mereka berdua habiskan saat itu.Ding!Suara notifikasi ponsel memecah hening dan berhasil membuyarkan lamunan Anetta. Dengan ragu, ia meraih ponsel di samping laptop.[Anthony]: “Udah tidur, Baby? Atau masih mikirin aku hmm?”Anetta membeku. Tangannya gemetar sesa

  • Rahasia Malam Itu   BAB 16 - Kebetulan Lewat

    Huft! Anetta menghembuskan nafas kasar, setelah pintu apartemen tertutup rapat, Anetta masih duduk terdiam di kursi makan. Tangannya meremas apron yang masih melekat di tubuh, wajahnya panas, jantungnya berdebar tak karuan. Ucapan terakhir Anthony 'See you soon, Baby' masih terngiang jelas di telinganya. Sial. Kenapa pria itu selalu tahu cara mengguncang pertahanannya? Monolog Anetta di dalam hati. “Ma, Lego-ku jatuh di bawah ranjang,” seru Dion dari dalam kamar, memecah lamunan. Anetta buru-buru bangkit, mencoba menenangkan dirinya. “Iya, sayang, mama ambilin.” Ia berjalan ke kamar Dion, membantu bocah itu mengambil Lego, lalu merapikan ranjang kecilnya. Dion menatap ibunya dengan polos. “Om Anthony baik ya, Ma. Dia lucu.” Kalimat itu membuat jantung Anetta berhenti sejenak. Dion tidak boleh terlalu dekat dengan Anthony. Setidaknya… belum sekarang. “Om Anthony itu teman lama Mama, Nak,” jawab Anetta hati-hati, mengusap rambut Dion. “Tapi Dion jangan terlalu banyak nanya dulu, y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status