Share

Lelaki Misterius

Ternyata perempuan tomboy itu berlari cukup kencang. Ditambah lagi motor dan mobil yang berlalu-lalang membuat Rion sedikit kesulitan ketika hendak berlari untuk mengejar Kenzie.

Tepat di depan gerbang kampus, Kenzie terlihat sudah berkacak pinggang dengan bibir merah muda yang tersenyum seolah-olah meledek.

"Haiii, Rion? Baru sampe?" ucap Kenzie saat melihat Rion dengan napas ngos-ngosan dan tangan yang mengusap peluh di dahi.

"Kamu curang, Enzie," kata Rion dengan napas yang masih tersengal-sengal. "Bisa-bisanya kamu menghitung tiga, tanpa adanya dua terlebih dahulu. Dasar licik!" kesal Rion.

"Wait! Dari mana liciknya? Bukannya gue bilang, setelah hitungan ketiga, kita langsung berlari?"

Sejenak Rion terdiam. Dia menelaah apa yang diucapkan oleh perempuan bermata kehijauan itu.

"Sial! Sepertinya kamu ngerjain aku, ya?"

Kenzie tertawa terbahak-bahak ketika meyakini kalau Rion memang polos dan begitu mudah dikerjai.

"Emang enak?! Gue tunggu hadiah dari lu, Rion. Byeee!" Kenzie berlalu pergi meninggalkan Rion yang masih berdiri di depan pintu gerbang kampus.

Tidak berselang lama, seorang dosen perempuan memasuki kelas Rion. Suasana menjadi hening saat wanita yang terkenal galak itu hendak memulai mata kuliah pagi ini.

Tiba-tiba saja sang dosen mengadakan kuis tanpa pemberitahuan. Sontak semua mahasiswa dan mahasiswi di kelas itu memprotes karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Namun, hal itu tidak berpengaruh apa-apa karena kuis tetap berjalan dan keadaan pun semakin hening.

"Silakan dikerjakan, saya ke toilet sebentar," kata sang Dosen yang bangkit dari singgasananya, lalu merapikan pakaian yang dikenakannya.

Tentu saja hal itu dimanfaatkan oleh semua anak kampus yang berada di kelas tersebut. Semuanya riuh untuk mencontek pada orang yang dianggap pintar di kelas tersebut.

"Enzie!" Rion berseru memanggil sahabatnya, tetapi dengan suara yang dipelankan. Sementara Kenzie hanya menjawab sahutan Rion dengan alis yang diangkat sebagai kata ganti 'apa?'.

"Aku lihat." Tanpa menunggu persetujuan Kenzie, Rion menyambar lembar jawaban milik sahabatnya itu dari mejanya.

"Ya, ya, ya, ambil saja. Hitungannya nanti gue satuin dengan reward juara lari."

"Terserah kamu!" Tanpa memandang, Rion berucap dengan mata terfokus pada selembar jawaban.

Tiga puluh menit berlalu. Semua jawaban pun telah terkumpul di meja dosen yang katanya hanya ke toilet sebentar itu. Namun, nyatanya dia malah tidak kembali ke kelas entah karena alasan apa.

"Kita makan?" ajak Rion ketika dia bangkit dari tempat duduknya.

"Gak-lah. Gue lagi gak ada duit," ucap perempuan tomboy, tetapi berparas cantik itu.

"Aku yang nraktir," ujar Rion yang membuat Kenzie mendongakkan pandangan ke arah Rion yang telah berdiri di sebelah mejanya sejak tadi.

"Serius?" Sepasang mata kehijauan itu menatap Rion.

"Iya." Rion menjawab singkat.

"Asyiiikkk!" Kenzie berdiri dari tempat duduknya. "Eh, tunggu dulu! Ini bukan imbalan untuk contekan tadi, bukan?" Kenzie memastikan.

"Emmm ... termasuklah."

"Oh ... gak jadi kalo gitu. Gue ingin reward lain dari lu soalnya," jawab Kenzie yang kembali duduk.

"Hahaha ... enggak. Aku hanya bercanda. Ayoklah, kita makan dan ini merupakan traktiran aku buat kamu. Hanya traktiran, bukan reward, seperti apa yang kamu inginkan."

Tentu saja Kenzie bersemangat untuk pergi ke kantin karena Rion yang mentraktir dirinya. Siapa, sih, orang yang tidak ingin ditraktir?

Rion berjalan santai sambil sesekali membetulkan kacamatanya, sedangkan Kenzie tampak ceria dengan ocehan-ocehan cerewetnya.

Akhirnya, mereka berada di kantin dan di sana ada satu meja yang kosong dan mereka memutuskan untuk duduk di sana. Namun, saat hendak melangkah, Kenzie menarik tangan Rion.

"Kenapa?" tanya Rion dengan wajah heran ketika menatap Kenzie.

"Gue gak mau duduk di sana."

"Laaahhh ... kenapa? Hanya meja itu yang kosong. Kita mau duduk di mana lagi kalau bukan di sana, Enzie?"

"Kita pesan saja, nanti makan di taman atau di bangku luar kampus," usul Kenzie.

"Ada-ada saja." Rion menggelengkan kepala akan permintaan sahabatnya itu.

Rion rupanya tidak menyadari kalau seorang perempuan cantik dari fakultas sebelah sudah duduk di dekat meja kosong yang tadi hendak dia duduki. Di sana ada Wanda, gadis cantik dan stylish, tetapi mempunyai adab yang tidak baik.

"Mbak, saya pesan mie goreng spesial dan es teh manis dua, dibungkus, ya?" ucap Rion setelah tadi menanyakan apa yang mau dipesan oleh Kenzie.

"Baik, Mas. Ditunggu, ya?" jawab si pelayan kantin yang ramah.

Rion berdiri di depan meja kasir untuk menunggu pesanannya bersama Kenzie. Namun, tiba-tiba saja suatu hal yang tidak mengenakkan terjadi.

"Culun, minggir, lu!" ucap Wanda sambil mendorong pundak Rion dengan kasar.

Rion yang tidak tahu apa-apa akhirnya sedikit oleng, tubuhnya hampir terhempas karena dia tidak ada persiapan untuk menangkis atau bahkan sekadar pertahanan diri.

"Dasar culun, budek lagi. Gue bilang minggir, beg*k!"

"Heh! Lu bisa baik-baik ngomongnya, kan? Hanya karena terhalangi tubuh Rion saja, lu udah begini sewot. Mau lu apa, hah?!" ucap Kenzie yg tersulut emosi.

Wanda tersenyum sarkastik mendengar ucapan Kenzie yang dianggap tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dirinya.

"Keinginan gue dari si Culun?" tanya Wanda dengan membulatkan mata. "Cih! Gue gak mau apa-apa dari orang cupu seperti dia!"

Rion bingung dengan kedua perempuan yang malah saling menyerang omongan tersebut. Dia sesungguhnya tidak ingin ada keributan, apalagi hanya karena hal sepele seperti saat ini. Untung saja, pesanan Rion telah siap. Pemuda culun itu akhirnya meraih tangan Kenzie dan berlalu pergi begitu saja setelah membayar pesanan mereka.

"Lepasin!" Kenzie mengempaskan tangan Rion yang sedang menggenggam erat jemarinya.

Dengan sekali hentakkan, tangan Rion pun berhasil lepas.

"Maaf," ucap Rion.

"Rion, kenapa harus seperti ini? Lu dipermalukan, loh, sama si Wanda. Apa lu gak sakit hati? Gue aja yang cuma jadi pendengar ngerasa gedek dengan ucapannya yang seperti sampah!"

Rion tersenyum saat mendengarkan luapan kekesalan Kenzie.

"Rion! Kenapa malah ketawa?"

"Mau gimana lagi?"

"Lawan, dong! Harga diri lu di mana?"

"Yaelah, kamu udah lupa kalau aku laki-laki, sedangkan dia perempuan? Bagaimana aku melawannya? Udah dikatain culun, mau dibilang banchii, pula?"

Sejenak Kenzie terdiam ketika menyimak semua perkataan Rion yang memang benar. Akhirnya, pemuda berkacamata itu mengajak Kenzie untuk menikmati mie goreng yang telah dia pesan.

Bangku taman di pinggir jalan akhirnya menjadi pilihan mereka berdua. Menikmati laju kendaraan di bawah pohon rindang siang hari ternyata cukup mengasyikkan ketika melewatinya dengan sahabat sambil menikmati mie goreng juga es teh manis.

Diam-diam, Kenzie menatap wajah Rion yang sedang menikmati makan siangnya. Menu yang sama persis dengannya.

'Rion, emang gue gak tau lu itu siapa? Yang gue tau, lu pria culun dan apa adanya. Lu terlihat biasa-biasa saja dan hal ini yang bikin gue nyaman ketika ada di samping lu. Lu laki-laki yang sederhana, Rion,' ujar Kenzie di dalam hatinya.

Uhuk!

Rion terbatuk dan pada saat itu juga, Kenzie segera mengakhiri lamunannya karena tidak mau ketahuan oleh laki-laki pemilik tubuh kerempeng itu.

"Minumlah." Kenzie menyodorkan cup yang berisi es teh.

"Makasih." Rion pun segera menyeruput es tersebut hingga setengah gelas dan Kenzie masih memandangi wajah polos Rion.

Tiba-tiba, sebuah mobil Mercy berwarna hitam berhenti tepat di depan Rion dan Kenzie. Perempuan tomboy itu akhirnya terfokus pada pria yang baru saja turun dari mobil tersebut. Terlebih, dia menghampiri bangku yang sedang mereka duduki.

"Rion?" sapa seorang lelaki yang baru turun dari mobil tersebut.

Hal itu menjadi sebuah tanda tanya besar bagi Kenzie. Bagaimana bisa, lelaki yang tampak seperti orang kaya itu mengenali Rion.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Az Zahwa Zahwa
owen yg datang ya
goodnovel comment avatar
Vivi Nisfiatul Khoiroh
Upin, Zank
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status