Share

Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan
Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan
Penulis: Lann

1. Pertemuan Tak Terduga

Penulis: Lann
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 15:22:43

Malam itu, hujan turun deras di kota Jakarta. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan terlihat lebih lengang dari biasanya, meskipun lampu-lampu jalan tetap menyala terang, menciptakan bayangan keemasan di atas genangan air yang mengkilap. Di sebuah gedung megah di pusat kota, acara amal tahunan sedang berlangsung. Para tamu undangan datang dengan pakaian elegan, gaun-gaun indah dan setelan jas mahal menjadi pemandangan umum di ruangan mewah itu. Musik lembut dari band jazz mengalun pelan, menciptakan atmosfer yang tenang namun anggun.

Alya, seorang wanita muda berusia dua puluh lima tahun, merasa tidak nyaman berada di tengah keramaian itu. Ia bukan tipe orang yang suka berada di bawah sorotan. Namun, ia hadir karena permintaan bosnya, seorang pengusaha yang sangat dihormati di lingkungan bisnis. Bosnya telah memintanya untuk membantu mengatur beberapa detail acara malam itu, termasuk memastikan bahwa semua tamu penting mendapatkan minuman mereka tepat waktu. Alya, yang baru saja bergabung dengan perusahaan tersebut beberapa bulan lalu, merasa ini adalah kesempatan bagus untuk menunjukkan dedikasinya. Meski begitu, ia tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan rasa gugup yang melingkupi dirinya.

Ia mengenakan gaun sederhana berwarna biru tua, pilihan yang ia pikir cukup pantas untuk acara semacam ini tanpa terlalu mencolok. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai, hanya dihiasi oleh satu atau dua jepit rambut kecil agar tetap rapi. Wajahnya tampak segar meskipun ia sudah bekerja keras sejak pagi hari. Dengan nampan kecil di tangannya, ia berkeliling ruangan, menawarkan minuman kepada para tamu yang tampak semakin banyak seiring berjalannya waktu. Ia mencoba tersenyum ramah kepada semua orang, meskipun dalam hati ia merasa seperti ikan kecil di lautan besar, tersesat di antara para hiu bisnis yang berpengaruh.

Saat itulah, insiden pertama terjadi. Seorang pria paruh baya yang tampak agak mabuk menabraknya dari belakang, membuat beberapa gelas di nampannya terguling dan jatuh ke lantai marmer yang licin. Suara pecahan kaca memecah keheningan sesaat, dan semua mata tertuju padanya. Alya merasa wajahnya memanas karena malu. Ia buru-buru membungkuk untuk membersihkan kekacauan itu, tetapi salah satu staf hotel yang bertugas dengan cepat datang membantu. Setelah situasi sedikit terkendali, Alya mundur ke sudut ruangan, berharap tidak ada yang memperhatikannya lagi.

Namun, takdir tampaknya belum selesai bermain dengannya. Saat ia mencoba menenangkan diri, matanya menangkap sosok seorang pria tinggi yang berdiri di dekat bar. Pria itu tampak berbeda dari yang lain. Ia mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya, dengan dasi abu-abu gelap yang memberikan kesan formal namun tidak kaku. Rambutnya yang hitam disisir rapi ke belakang, dan wajahnya memiliki garis-garis tegas yang menunjukkan ketegasan dan kekuatan. Namun, ada sesuatu dalam caranya berdiri—posturnya tegak namun santai—yang membuatnya tampak tidak seperti tamu biasa.

Alya tidak tahu siapa pria itu, tetapi entah mengapa ia merasa ingin mendekatinya. Mungkin karena ia tampak lebih pendiam dibandingkan para tamu lain yang sibuk berbicara dan tertawa. Dengan langkah ragu-ragu, ia mendekati bar, berniat memesan segelas air mineral untuk menenangkan diri. Saat ia sampai di sana, pria itu berbalik dan menatapnya dengan mata cokelat gelap yang tajam. Alya merasa napasnya terhenti sesaat. Tatapan pria itu begitu intens, seolah-olah ia bisa melihat langsung ke dalam jiwanya.

"Maaf," kata Alya dengan suara pelan, merasa perlu menjelaskan keberadaannya di sana. "Apakah Anda butuh sesuatu?"

Pria itu mengangkat alisnya sedikit, tampak terkejut oleh pertanyaan itu. "Kau mengira aku pelayan?" tanyanya dengan nada datar, meskipun ada sedikit nada geli dalam suaranya.

Alya merasa wajahnya memerah lagi. "Oh, maafkan saya," katanya dengan cepat, merasa semakin malu. "Saya... saya hanya..."

"Tidak apa-apa," potong pria itu, meskipun ekspresinya masih dingin. "Tapi jika kau benar-benar ingin memesan sesuatu, aku bisa meminta bartender untuk membantu."

Alya menggeleng cepat. "Tidak, tidak perlu. Saya hanya... butuh udara segar." Ia merasa ingin segera melarikan diri dari situasi memalukan ini, tetapi kakinya seolah-olah terpaku di tempat.

Pria itu menatapnya selama beberapa detik lagi sebelum akhirnya berkata, "Nama saya Adrian. Adrian Hartanto."

Alya terkejut. Nama itu terdengar familiar. Ia ingat pernah mendengarnya disebut-sebut oleh bosnya sebagai salah satu CEO paling berpengaruh di Indonesia. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan bertemu dengannya secara langsung, apalagi dalam situasi seperti ini.

"Alya," balasnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Alya Putri."

Adrian mengangguk sekilas, lalu berbalik untuk melanjutkan percakapannya dengan bartender. Alya merasa lega sekaligus kecewa. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu dalam tatapan Adrian yang membuatnya merasa penasaran. Namun, ia juga sadar bahwa ia hanyalah seorang pegawai biasa, dan pria seperti Adrian mungkin tidak akan pernah memperhatikannya lebih dari sekadar orang asing yang salah mengira dia sebagai pelayan.

Setelah beberapa saat, Alya akhirnya berhasil meninggalkan bar dan mencari tempat yang lebih sepi di ruangan. Ia berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke kota, menatap hujan yang masih turun deras. Pikirannya dipenuhi oleh perasaan malu dan kebingungan. Ia tidak tahu apakah ia harus merasa bersyukur atau menyesal atas pertemuannya dengan Adrian. Yang jelas, ia tahu bahwa malam itu akan menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga.

Di sudut ruangan, Adrian melirik sekilas ke arah Alya. Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang menarik perhatiannya. Bukan hanya karena insiden memalukan tadi, tetapi karena ada kepolosan dan ketulusan dalam sikapnya yang jarang ia temui di dunia bisnis yang keras ini. Adrian tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia merasa bahwa pertemuannya dengan Alya bukanlah kebetulan semata.

Adrian melirik sekilas ke arah Alya yang berdiri di dekat jendela besar, menatap hujan yang masih turun deras. Gadis itu tampak begitu kecil dibandingkan dengan kemegahan gedung dan keramaian acara malam itu. Namun, ada sesuatu dalam caranya berdiri—postur tubuhnya tegak meskipun terlihat rapuh, tatapannya kosong namun penuh pikiran—yang membuat Adrian tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ia merasa ada magnet tak terlihat yang menarik perhatiannya pada gadis itu, seolah-olah ia sedang menyimpan rahasia besar yang belum terungkap.

Alya tampak tidak menyadari bahwa ia sedang diamati. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Pertemuannya dengan Adrian tadi adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Bagaimana mungkin ia bisa salah mengira seorang CEO terkenal sebagai pelayan? Itu adalah kesalahan yang memalukan, dan ia yakin bahwa Adrian pasti sudah membencinya karena hal itu. Namun, anehnya, Adrian tidak menunjukkan tanda-tanda kemarahan atau ketidakpuasan. Sebaliknya, ia tampak... tertarik. Setidaknya, itulah yang Alya rasakan dari tatapan dingin namun tajam yang dilemparkan Adrian padanya beberapa saat lalu.

Namun, bukan hanya tatapan Adrian yang membuat Alya merasa cemas. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Seolah-olah pertemuan mereka tadi bukanlah kebetulan semata. Apakah ini hanya perasaan paranoidnya? Ataukah ada sesuatu yang lebih dalam yang sedang terjadi?

Sementara itu, Adrian mulai merasa gelisah. Ia tidak biasa merasa penasaran terhadap orang lain, apalagi seorang gadis yang bahkan tidak ia kenal. Namun, ada sesuatu dalam diri Alya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentangnya. Mungkin karena cara dia meminta maaf dengan tulus, atau mungkin karena ekspresi malunya yang begitu polos dan alami. Apapun alasannya, Adrian merasa bahwa ia tidak bisa begitu saja melupakan pertemuan ini.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benak Adrian. Ide yang awalnya terdengar gila, tetapi semakin ia memikirkannya, semakin masuk akal. Ia membutuhkan seseorang seperti Alya—seseorang yang tidak terlibat dalam dunia bisnis yang keras, seseorang yang bisa ia percaya untuk menjaga rahasia besar yang selama ini ia simpan. Seseorang yang bisa menjadi... istri kontrak.

Ya, istri kontrak. Itu adalah solusi sempurna untuk masalah yang sedang ia hadapi. Beberapa minggu terakhir, ia mendapat tekanan besar dari keluarganya untuk menikah. Ayahnya, yang merupakan pendiri perusahaan tempat Adrian bekerja, telah memberikan ultimatum: jika Adrian tidak menikah dalam waktu dekat, ia akan kehilangan kendali atas perusahaan. Adrian tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk membangun reputasi dan kekuasaannya di dunia bisnis. Ia tidak akan membiarkan siapa pun—termasuk keluarganya sendiri—mengambil semua itu darinya.

Namun, Adrian tidak ingin menikah karena cinta. Ia tidak percaya pada cinta. Baginya, cinta hanyalah ilusi yang diciptakan oleh manusia untuk melemahkan diri mereka sendiri. Ia hanya membutuhkan seseorang yang bisa memenuhi syarat sebagai istri di atas kertas, seseorang yang bisa ia kendalikan sepenuhnya. Dan Alya, dengan kepolosannya dan ketulusannya, tampak seperti kandidat yang sempurna.

Tapi bagaimana cara mendekatinya? Adrian tahu bahwa ia tidak bisa langsung mengajukan tawaran seperti itu kepada Alya. Gadis itu pasti akan menolak mentah-mentah. Ia harus mencari cara untuk membuat Alya merasa bahwa ini adalah keputusan terbaik baginya. Mungkin dengan menawarkan sesuatu yang tidak bisa ia tolak—uang, misalnya. Atau mungkin dengan memanfaatkan situasi sulit yang sedang dialami Alya.

Adrian tidak tahu banyak tentang kehidupan pribadi Alya, tetapi ia cukup cerdas untuk menyadari bahwa gadis itu bukan berasal dari keluarga kaya. Pakaian sederhana yang dikenakannya malam itu, serta cara dia bekerja keras untuk melayani para tamu, adalah indikasi yang cukup jelas. Jika ia bisa mengetahui lebih banyak tentang masalah keuangan Alya, mungkin ia bisa menggunakan itu sebagai senjata untuk membuatnya menerima tawaran ini.

Namun, sebelum Adrian bisa melanjutkan rencananya, ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Di sudut ruangan, seorang wanita muda berambut pirang pendek mendekati Alya. Wanita itu tampak sangat familiar bagi Adrian—terlalu familiar. Ia adalah Nadine, sekretaris pribadinya, yang selama ini selalu setia mendampinginya dalam urusan bisnis. Nadine adalah salah satu orang kepercayaannya, tetapi ada sesuatu dalam tatapan matanya saat ia berbicara dengan Alya yang membuat Adrian merasa tidak nyaman.

Nadine tersenyum ramah kepada Alya, tetapi Adrian bisa melihat bahwa senyum itu palsu. Ia tahu bahwa Nadine memiliki ambisi besar untuk menjadi lebih dari sekadar sekretaris. Selama ini, ia menduga bahwa Nadine memiliki perasaan terhadapnya, meskipun ia tidak pernah memberikan isyarat apa pun yang menunjukkan bahwa ia tertarik pada Nadine. Namun, sekarang, melihat cara Nadine mendekati Alya, Adrian mulai curiga bahwa ada sesuatu yang sedang direncanakan.

Alya tampak tidak menyadari niat buruk Nadine. Ia tersenyum ramah kepada wanita itu, menjawab pertanyaannya dengan sopan. Namun, Adrian bisa melihat bahwa Nadine sedang mencoba menggali informasi tentang Alya. Apa yang Nadine inginkan dari gadis itu? Apakah ia mencoba mencari tahu sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan Adrian?

Pikiran-pikiran ini membuat Adrian semakin gelisah. Ia tidak bisa membiarkan Nadine mengacaukan rencananya. Ia harus segera bertindak sebelum segalanya menjadi lebih rumit. Tapi apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia langsung menghampiri Alya dan mengajukan tawaran itu? Atau haruskah ia menunggu waktu yang tepat?

Sebelum Adrian bisa memutuskan, ia melihat Alya meninggalkan ruangan dengan langkah cepat. Nadine tampak tersenyum puas, seolah-olah ia telah berhasil mencapai tujuannya. Adrian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia harus menemukan Alya sebelum Nadine melakukan sesuatu yang bisa merusak rencananya.

Tanpa ragu, Adrian meninggalkan bar dan mulai berjalan menuju pintu keluar. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Apa yang Nadine katakan kepada Alya? Apakah Alya akan menerima tawarannya jika ia mengajukannya sekarang? Dan yang paling penting, apakah ia benar-benar bersedia untuk melibatkan seorang gadis polos seperti Alya dalam dunia yang keras dan penuh intrik ini?

Langkah Adrian semakin cepat saat ia mendekati pintu keluar. Hujan masih turun deras, dan angin dingin mulai menusuk kulitnya. Namun, ia tidak peduli. Ia harus menemukan Alya sebelum terlambat. Ia harus memastikan bahwa rencananya berjalan sesuai dengan yang ia inginkan.

Namun, saat ia melangkah keluar, ia tidak menemukan Alya di mana pun. Hanya ada genangan air yang mengkilap di bawah lampu jalan, dan suara hujan yang memecah keheningan malam. Alya telah menghilang, meninggalkan Adrian dengan pertanyaan-pertanyaan yang semakin membingungkan.

Di mana Alya pergi? Apa yang Nadine katakan kepadanya? Dan yang paling penting, apakah Adrian akan berhasil menemukannya sebelum segalanya menjadi terlalu rumit?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    43. Malam yang Mengubah Segalanya

    Alya menggenggam kemudi erat-erat, matanya menatap lurus ke depan sementara pikirannya berkecamuk. Jalanan malam yang sepi membentang di depannya, hanya diterangi oleh cahaya lampu jalan yang berpendar suram. Napasnya sedikit memburu, bukan karena ketakutan, tetapi karena antisipasi yang menggelitik dadanya. Pelabuhan lama. Tempat itu selalu menjadi perbincangan orang-orang, terkenal karena kisah-kisah kelam yang menyelimutinya. Tempat bagi mereka yang ingin menyembunyikan sesuatu, tempat pertemuan bagi orang-orang yang tidak ingin diketahui keberadaannya. Pikirannya masih melayang ke Adrian. Tatapan pria itu saat memergokinya tadi masih terukir jelas dalam ingatannya. Ketidakpercayaan, kemarahan, dan sesuatu yang lain—sesuatu yang tidak dapat Alya artikan dengan pasti. Tapi yang jelas, Adrian tidak menyukai kepergiannya. Tapi ia tidak peduli. Ada hal yang lebih penting yang harus ia lakukan saat ini. Setelah beberapa menit berkendara, ia akhirnya sampai di lokasi yang dituju. Pel

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    42. Rahasia di Balik Cinta yang Terpendam

    Hujan rintik-rintik mengguyur kota malam itu, seolah menjadi saksi bisu atas kekacauan yang baru saja terjadi. Alya duduk di tepi ranjangnya, matanya terpaku pada lantai kayu yang dingin. Suasana hatinya serupa badai, penuh dengan kekhawatiran dan pertanyaan yang tak terjawab.Wanita yang mengaku sebagai istri Adrian telah meninggalkan ruangan itu dengan senyuman penuh arti, menyisakan kebisuan yang menghantui. Adrian, seperti biasanya, memilih untuk tidak memberikan penjelasan apa pun. Hanya keheningan yang membuat Alya semakin tenggelam dalam labirin pikirannya.Namun malam itu berbeda. Alya tidak bisa lagi menelan diam Adrian seperti sebelumnya. Selama ini, ia telah mengorbankan banyak hal untuk hubungan yang penuh teka-teki ini, tetapi kehadiran wanita itu memecahkan sesuatu dalam dirinya. Ia tidak lagi bisa bersikap pasrah.Langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Pintu kamar mereka terbuka perlahan, memperlihatkan sosok pria itu dengan wajah yang penuh dengan ketegangan. Ia berdi

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    41. Pelukan Dosa yang Tak Terhindarkan

    Alya memejamkan matanya, merasakan setiap helai udara yang dingin menyentuh kulitnya. Seluruh tubuhnya masih gemetar, bukan hanya karena hawa malam yang menusuk, tetapi juga akibat dari perasaan yang meluap-luap dalam hatinya. Kata-kata Adrian, pria yang selama ini ia anggap penyelamat sekaligus penjaranya, terus terngiang di benaknya.Langkah-langkah kecil Alya terdengar lemah saat ia melintasi koridor panjang rumah itu. Masing-masing langkahnya terasa berat, seolah ada rantai tak kasat mata yang mengikat kakinya. Tatapannya kosong, tapi pikirannya penuh. Suara Adrian, perasaan pengkhianatan, dan wajah pria asing yang tiba-tiba muncul malam itu bercampur menjadi satu, menciptakan badai dalam hatinya.Ketika tiba di kamarnya, Alya mengunci pintu dan menyandarkan tubuhnya di baliknya. Nafasnya memburu, dan ia mencoba menenangkan dirinya. Namun, pikirannya kembali mengarah pada wajah Adrian—wajah yang penuh dengan kepedihan, penyesalan, dan cinta yang membingungkan."Apa yang sebenarnya

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    40. Dosa yang Terungkap

    Alya berdiri di depan cermin besar di kamar mereka, matanya masih basah oleh air mata yang tak kunjung berhenti. Pikirannya penuh dengan kebenaran pahit yang baru saja ia temukan. Dokumen-dokumen itu masih berserakan di atas meja, seperti hantu yang terus mengejarnya. Setiap kata yang ia baca terasa seperti belati yang menusuk jantungnya berulang kali.Adrian, lelaki yang ia percayai, lelaki yang ia cintai, ternyata menyimpan rahasia yang begitu mengerikan. Rahasia yang bukan hanya menghancurkan kepercayaannya, tetapi juga seluruh kehidupannya. Alya menggigit bibirnya, mencoba menahan isak yang semakin keras. Namun, tubuhnya bergetar hebat, tangannya mengepal dengan kekuatan yang hampir melukai dirinya sendiri.Adrian berdiri di ambang pintu, diam dan penuh kehancuran. Tatapannya kosong, tapi wajahnya jelas menunjukkan penderitaan yang tak kalah dalam dari Alya. Ia ingin mendekat, ingin memeluk Alya, tapi langkahnya terasa begitu berat. Jarak di antara mereka kini lebih lebar dari sam

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    39. Nafsu dalam Bayang Kehancuran

    Denting jam di dinding terasa begitu menggema di ruangan yang sunyi. Alya duduk di sudut ruangan dengan tubuh gemetar, tangannya mencengkeram dokumen yang baru saja ia baca. Kata-kata dalam dokumen itu seakan menampar kenyataan yang selama ini ia pikir aman dan terkendali. Ia menatap Adrian dengan tatapan penuh kebingungan, namun lelaki itu tampak membisu, seolah waktu telah berhenti di antara mereka. "Apa maksud semua ini, Adrian?" Alya akhirnya bertanya dengan suara bergetar, mencoba mencari jawaban dari tatapan lelaki itu. "Kenapa semua ini terasa seperti jebakan yang kau buat sendiri?" Adrian tidak langsung menjawab. Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap langit malam yang kelam seakan mencari kekuatan di balik kegelapan itu. Sorot matanya menyiratkan campuran rasa bersalah, kemarahan, dan ketakutan. "Aku tidak pernah menginginkan ini terjadi," katanya pelan, suaranya hampir seperti bisikan yang terbawa angin. "Jadi, kau tahu tentang ini?" Alya mendesak, nadanya meni

  • Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan    38. Dilema di Balik Janji yang Terselubung

    Hujan mengguyur deras di luar jendela, menciptakan simfoni yang menenangkan sekaligus penuh kecemasan di hati Alya. Ia duduk di sofa ruang kerja Adrian, tangannya menggenggam secangkir teh yang kini sudah mulai mendingin. Tatapannya terpaku pada tumpukan dokumen di meja Adrian, dokumen-dokumen yang sebagian besar bertuliskan nama yang tidak ia kenal.Adrian, yang biasanya begitu tenang dan terkendali, terlihat berbeda malam ini. Ia berjalan bolak-balik di ruang kerja dengan raut wajah tegang. Bibirnya terkatup rapat, seolah-olah ia sedang mencoba menahan kata-kata yang tak ingin diucapkan.“Adrian...” panggil Alya, suaranya terdengar ragu. “Ada apa sebenarnya? Kau tampak gelisah.”Adrian menghentikan langkahnya, menatapnya sejenak dengan tatapan yang sulit diartikan. “Ini bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan, Alya,” jawabnya, mencoba terdengar meyakinkan.Namun, Alya tahu lebih baik daripada percaya pada kata-kata itu. Selama beberapa minggu terakhir, ia telah belajar membaca emos

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status