Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan

Rahasia Sang CEO: Istri dalam Bayangan

last updateLast Updated : 2025-01-29
By:  LannOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
43Chapters
270views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Alya, gadis sederhana dengan bayang-bayang masa lalu yang menghantui, tiba-tiba terjerat dalam permainan hidup yang tak pernah ia duga. Adrian Setiawan, CEO berhati baja yang menyimpan luka terkubur di balik kesempurnaannya, menyeretnya ke dalam kontrak pernikahan palsu—sebuah sandiwara untuk membungkam desakan keluarganya. Bagi Adrian, Alya hanyalah bidak pengalih, tapi setiap detik bersama gadis itu menggerogoti tembok dinginnya. Senyum tulus Alya, gigihnya menghadapi tekanan, dan caranya menyibak rahasia tersembunyi Adrian membuatnya terjebak di antara kalkulasi logika dan gejolak hati yang membara. Namun, pernikahan transaksional ini berubah menjadi labirin penuh duri. Rahasia kelam Adrian tentang mantan kekasihnya yang mengincar balas dendam, konspirasi bisnis licik, dan kehadiran sosok misterius yang mengintai Alya mengubah sandiwara menjadi pertaruhan nyawa. Ketika musuh lama Adrian menghantam dengan bukti-bukti kehancuran, Alya dihadapkan pada pilihan: melarikan diri dari kebohongan yang menjeratnya atau berdiri tegak di samping pria yang mulai ia rindu—meski itu berarti menantang bayang-bayang kelam yang siap melumatkan mereka berdua.

View More

Chapter 1

1. Pertemuan Tak Terduga

Malam itu, hujan turun deras di kota Jakarta. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan terlihat lebih lengang dari biasanya, meskipun lampu-lampu jalan tetap menyala terang, menciptakan bayangan keemasan di atas genangan air yang mengkilap. Di sebuah gedung megah di pusat kota, acara amal tahunan sedang berlangsung. Para tamu undangan datang dengan pakaian elegan, gaun-gaun indah dan setelan jas mahal menjadi pemandangan umum di ruangan mewah itu. Musik lembut dari band jazz mengalun pelan, menciptakan atmosfer yang tenang namun anggun.

Alya, seorang wanita muda berusia dua puluh lima tahun, merasa tidak nyaman berada di tengah keramaian itu. Ia bukan tipe orang yang suka berada di bawah sorotan. Namun, ia hadir karena permintaan bosnya, seorang pengusaha yang sangat dihormati di lingkungan bisnis. Bosnya telah memintanya untuk membantu mengatur beberapa detail acara malam itu, termasuk memastikan bahwa semua tamu penting mendapatkan minuman mereka tepat waktu. Alya, yang baru saja bergabung dengan perusahaan tersebut beberapa bulan lalu, merasa ini adalah kesempatan bagus untuk menunjukkan dedikasinya. Meski begitu, ia tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan rasa gugup yang melingkupi dirinya.

Ia mengenakan gaun sederhana berwarna biru tua, pilihan yang ia pikir cukup pantas untuk acara semacam ini tanpa terlalu mencolok. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai, hanya dihiasi oleh satu atau dua jepit rambut kecil agar tetap rapi. Wajahnya tampak segar meskipun ia sudah bekerja keras sejak pagi hari. Dengan nampan kecil di tangannya, ia berkeliling ruangan, menawarkan minuman kepada para tamu yang tampak semakin banyak seiring berjalannya waktu. Ia mencoba tersenyum ramah kepada semua orang, meskipun dalam hati ia merasa seperti ikan kecil di lautan besar, tersesat di antara para hiu bisnis yang berpengaruh.

Saat itulah, insiden pertama terjadi. Seorang pria paruh baya yang tampak agak mabuk menabraknya dari belakang, membuat beberapa gelas di nampannya terguling dan jatuh ke lantai marmer yang licin. Suara pecahan kaca memecah keheningan sesaat, dan semua mata tertuju padanya. Alya merasa wajahnya memanas karena malu. Ia buru-buru membungkuk untuk membersihkan kekacauan itu, tetapi salah satu staf hotel yang bertugas dengan cepat datang membantu. Setelah situasi sedikit terkendali, Alya mundur ke sudut ruangan, berharap tidak ada yang memperhatikannya lagi.

Namun, takdir tampaknya belum selesai bermain dengannya. Saat ia mencoba menenangkan diri, matanya menangkap sosok seorang pria tinggi yang berdiri di dekat bar. Pria itu tampak berbeda dari yang lain. Ia mengenakan setelan jas hitam yang pas di tubuhnya, dengan dasi abu-abu gelap yang memberikan kesan formal namun tidak kaku. Rambutnya yang hitam disisir rapi ke belakang, dan wajahnya memiliki garis-garis tegas yang menunjukkan ketegasan dan kekuatan. Namun, ada sesuatu dalam caranya berdiri—posturnya tegak namun santai—yang membuatnya tampak tidak seperti tamu biasa.

Alya tidak tahu siapa pria itu, tetapi entah mengapa ia merasa ingin mendekatinya. Mungkin karena ia tampak lebih pendiam dibandingkan para tamu lain yang sibuk berbicara dan tertawa. Dengan langkah ragu-ragu, ia mendekati bar, berniat memesan segelas air mineral untuk menenangkan diri. Saat ia sampai di sana, pria itu berbalik dan menatapnya dengan mata cokelat gelap yang tajam. Alya merasa napasnya terhenti sesaat. Tatapan pria itu begitu intens, seolah-olah ia bisa melihat langsung ke dalam jiwanya.

"Maaf," kata Alya dengan suara pelan, merasa perlu menjelaskan keberadaannya di sana. "Apakah Anda butuh sesuatu?"

Pria itu mengangkat alisnya sedikit, tampak terkejut oleh pertanyaan itu. "Kau mengira aku pelayan?" tanyanya dengan nada datar, meskipun ada sedikit nada geli dalam suaranya.

Alya merasa wajahnya memerah lagi. "Oh, maafkan saya," katanya dengan cepat, merasa semakin malu. "Saya... saya hanya..."

"Tidak apa-apa," potong pria itu, meskipun ekspresinya masih dingin. "Tapi jika kau benar-benar ingin memesan sesuatu, aku bisa meminta bartender untuk membantu."

Alya menggeleng cepat. "Tidak, tidak perlu. Saya hanya... butuh udara segar." Ia merasa ingin segera melarikan diri dari situasi memalukan ini, tetapi kakinya seolah-olah terpaku di tempat.

Pria itu menatapnya selama beberapa detik lagi sebelum akhirnya berkata, "Nama saya Adrian. Adrian Hartanto."

Alya terkejut. Nama itu terdengar familiar. Ia ingat pernah mendengarnya disebut-sebut oleh bosnya sebagai salah satu CEO paling berpengaruh di Indonesia. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan bertemu dengannya secara langsung, apalagi dalam situasi seperti ini.

"Alya," balasnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan. "Alya Putri."

Adrian mengangguk sekilas, lalu berbalik untuk melanjutkan percakapannya dengan bartender. Alya merasa lega sekaligus kecewa. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu dalam tatapan Adrian yang membuatnya merasa penasaran. Namun, ia juga sadar bahwa ia hanyalah seorang pegawai biasa, dan pria seperti Adrian mungkin tidak akan pernah memperhatikannya lebih dari sekadar orang asing yang salah mengira dia sebagai pelayan.

Setelah beberapa saat, Alya akhirnya berhasil meninggalkan bar dan mencari tempat yang lebih sepi di ruangan. Ia berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke kota, menatap hujan yang masih turun deras. Pikirannya dipenuhi oleh perasaan malu dan kebingungan. Ia tidak tahu apakah ia harus merasa bersyukur atau menyesal atas pertemuannya dengan Adrian. Yang jelas, ia tahu bahwa malam itu akan menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga.

Di sudut ruangan, Adrian melirik sekilas ke arah Alya. Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang menarik perhatiannya. Bukan hanya karena insiden memalukan tadi, tetapi karena ada kepolosan dan ketulusan dalam sikapnya yang jarang ia temui di dunia bisnis yang keras ini. Adrian tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia merasa bahwa pertemuannya dengan Alya bukanlah kebetulan semata.

Adrian melirik sekilas ke arah Alya yang berdiri di dekat jendela besar, menatap hujan yang masih turun deras. Gadis itu tampak begitu kecil dibandingkan dengan kemegahan gedung dan keramaian acara malam itu. Namun, ada sesuatu dalam caranya berdiri—postur tubuhnya tegak meskipun terlihat rapuh, tatapannya kosong namun penuh pikiran—yang membuat Adrian tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ia merasa ada magnet tak terlihat yang menarik perhatiannya pada gadis itu, seolah-olah ia sedang menyimpan rahasia besar yang belum terungkap.

Alya tampak tidak menyadari bahwa ia sedang diamati. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Pertemuannya dengan Adrian tadi adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Bagaimana mungkin ia bisa salah mengira seorang CEO terkenal sebagai pelayan? Itu adalah kesalahan yang memalukan, dan ia yakin bahwa Adrian pasti sudah membencinya karena hal itu. Namun, anehnya, Adrian tidak menunjukkan tanda-tanda kemarahan atau ketidakpuasan. Sebaliknya, ia tampak... tertarik. Setidaknya, itulah yang Alya rasakan dari tatapan dingin namun tajam yang dilemparkan Adrian padanya beberapa saat lalu.

Namun, bukan hanya tatapan Adrian yang membuat Alya merasa cemas. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Seolah-olah pertemuan mereka tadi bukanlah kebetulan semata. Apakah ini hanya perasaan paranoidnya? Ataukah ada sesuatu yang lebih dalam yang sedang terjadi?

Sementara itu, Adrian mulai merasa gelisah. Ia tidak biasa merasa penasaran terhadap orang lain, apalagi seorang gadis yang bahkan tidak ia kenal. Namun, ada sesuatu dalam diri Alya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentangnya. Mungkin karena cara dia meminta maaf dengan tulus, atau mungkin karena ekspresi malunya yang begitu polos dan alami. Apapun alasannya, Adrian merasa bahwa ia tidak bisa begitu saja melupakan pertemuan ini.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benak Adrian. Ide yang awalnya terdengar gila, tetapi semakin ia memikirkannya, semakin masuk akal. Ia membutuhkan seseorang seperti Alya—seseorang yang tidak terlibat dalam dunia bisnis yang keras, seseorang yang bisa ia percaya untuk menjaga rahasia besar yang selama ini ia simpan. Seseorang yang bisa menjadi... istri kontrak.

Ya, istri kontrak. Itu adalah solusi sempurna untuk masalah yang sedang ia hadapi. Beberapa minggu terakhir, ia mendapat tekanan besar dari keluarganya untuk menikah. Ayahnya, yang merupakan pendiri perusahaan tempat Adrian bekerja, telah memberikan ultimatum: jika Adrian tidak menikah dalam waktu dekat, ia akan kehilangan kendali atas perusahaan. Adrian tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk membangun reputasi dan kekuasaannya di dunia bisnis. Ia tidak akan membiarkan siapa pun—termasuk keluarganya sendiri—mengambil semua itu darinya.

Namun, Adrian tidak ingin menikah karena cinta. Ia tidak percaya pada cinta. Baginya, cinta hanyalah ilusi yang diciptakan oleh manusia untuk melemahkan diri mereka sendiri. Ia hanya membutuhkan seseorang yang bisa memenuhi syarat sebagai istri di atas kertas, seseorang yang bisa ia kendalikan sepenuhnya. Dan Alya, dengan kepolosannya dan ketulusannya, tampak seperti kandidat yang sempurna.

Tapi bagaimana cara mendekatinya? Adrian tahu bahwa ia tidak bisa langsung mengajukan tawaran seperti itu kepada Alya. Gadis itu pasti akan menolak mentah-mentah. Ia harus mencari cara untuk membuat Alya merasa bahwa ini adalah keputusan terbaik baginya. Mungkin dengan menawarkan sesuatu yang tidak bisa ia tolak—uang, misalnya. Atau mungkin dengan memanfaatkan situasi sulit yang sedang dialami Alya.

Adrian tidak tahu banyak tentang kehidupan pribadi Alya, tetapi ia cukup cerdas untuk menyadari bahwa gadis itu bukan berasal dari keluarga kaya. Pakaian sederhana yang dikenakannya malam itu, serta cara dia bekerja keras untuk melayani para tamu, adalah indikasi yang cukup jelas. Jika ia bisa mengetahui lebih banyak tentang masalah keuangan Alya, mungkin ia bisa menggunakan itu sebagai senjata untuk membuatnya menerima tawaran ini.

Namun, sebelum Adrian bisa melanjutkan rencananya, ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Di sudut ruangan, seorang wanita muda berambut pirang pendek mendekati Alya. Wanita itu tampak sangat familiar bagi Adrian—terlalu familiar. Ia adalah Nadine, sekretaris pribadinya, yang selama ini selalu setia mendampinginya dalam urusan bisnis. Nadine adalah salah satu orang kepercayaannya, tetapi ada sesuatu dalam tatapan matanya saat ia berbicara dengan Alya yang membuat Adrian merasa tidak nyaman.

Nadine tersenyum ramah kepada Alya, tetapi Adrian bisa melihat bahwa senyum itu palsu. Ia tahu bahwa Nadine memiliki ambisi besar untuk menjadi lebih dari sekadar sekretaris. Selama ini, ia menduga bahwa Nadine memiliki perasaan terhadapnya, meskipun ia tidak pernah memberikan isyarat apa pun yang menunjukkan bahwa ia tertarik pada Nadine. Namun, sekarang, melihat cara Nadine mendekati Alya, Adrian mulai curiga bahwa ada sesuatu yang sedang direncanakan.

Alya tampak tidak menyadari niat buruk Nadine. Ia tersenyum ramah kepada wanita itu, menjawab pertanyaannya dengan sopan. Namun, Adrian bisa melihat bahwa Nadine sedang mencoba menggali informasi tentang Alya. Apa yang Nadine inginkan dari gadis itu? Apakah ia mencoba mencari tahu sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan Adrian?

Pikiran-pikiran ini membuat Adrian semakin gelisah. Ia tidak bisa membiarkan Nadine mengacaukan rencananya. Ia harus segera bertindak sebelum segalanya menjadi lebih rumit. Tapi apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia langsung menghampiri Alya dan mengajukan tawaran itu? Atau haruskah ia menunggu waktu yang tepat?

Sebelum Adrian bisa memutuskan, ia melihat Alya meninggalkan ruangan dengan langkah cepat. Nadine tampak tersenyum puas, seolah-olah ia telah berhasil mencapai tujuannya. Adrian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia harus menemukan Alya sebelum Nadine melakukan sesuatu yang bisa merusak rencananya.

Tanpa ragu, Adrian meninggalkan bar dan mulai berjalan menuju pintu keluar. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Apa yang Nadine katakan kepada Alya? Apakah Alya akan menerima tawarannya jika ia mengajukannya sekarang? Dan yang paling penting, apakah ia benar-benar bersedia untuk melibatkan seorang gadis polos seperti Alya dalam dunia yang keras dan penuh intrik ini?

Langkah Adrian semakin cepat saat ia mendekati pintu keluar. Hujan masih turun deras, dan angin dingin mulai menusuk kulitnya. Namun, ia tidak peduli. Ia harus menemukan Alya sebelum terlambat. Ia harus memastikan bahwa rencananya berjalan sesuai dengan yang ia inginkan.

Namun, saat ia melangkah keluar, ia tidak menemukan Alya di mana pun. Hanya ada genangan air yang mengkilap di bawah lampu jalan, dan suara hujan yang memecah keheningan malam. Alya telah menghilang, meninggalkan Adrian dengan pertanyaan-pertanyaan yang semakin membingungkan.

Di mana Alya pergi? Apa yang Nadine katakan kepadanya? Dan yang paling penting, apakah Adrian akan berhasil menemukannya sebelum segalanya menjadi terlalu rumit?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
43 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status