Share

Bab 4. Tak punya pilihan

Author: Ida Andriani
last update Last Updated: 2023-07-15 23:45:56

"Lepasin dia, atau aku akan merubuhkan tempat ini sekarang juga!"

Pria bernama Zio itu hendak menghampiri Mas Salman, tapi di cekal oleh Ririn. Ririn menghampiri Mas Salman. "Tuan, tenanglah! Apa Anda juga ingin memboking Ana? Anda bis-"

"Lepasin istriku, atau aku akan menutup tempat ini sekarang juga!" Mas Salman menatap Ririn dengan Ririn. "Kamu tahu siapa saya? Salman Emir, dan wanita itu adalah istriku."

Ririn membekap mulutnya terkejut. Tentu saja mereka tahu siapa keluarga Emir, pengusaha paling berpengaruh di kota itu. Walau pun mereka tidak pernah ikut campur urusan club', tapi Ririn tahu resiko yang akan di tanggungnya karena berurusan dengan keluarga Emir.

*****

Sepanjang perjalanan aku hanya bisa terisak. Menangisi hidupku yang begitu pahit. Setelah aku di sesak oleh kenyataan dari Mas Salman. Kini aku pun di buat sesak karena hampir saja kehilangan harga diri karena kebodohanku yang percaya begitu saja pada Ririn.

Entah apa yang Mas Salman bicarakan tadi dengan wanita bernama Mami Sela. Karena Mas Salman langsung membawaku ke mobilnya. Yang jelas aku melihat Mas Salman seperti tengah bertransaksi dengan pemilik klub itu. Entahlah, aku pun tidak ingin memikirkannya lagi. Yang aku tahu aku bersyukur Mas Salman datang tepat waktu. Jika tidak, mungkin aku sekarang sudah kehilangan keperawanan bukan oleh suamiku.

"Kamu bilang kamu bisa tanpaku, Ana? Yang ada kamu malah merepotkan'ku," kata Mas Salman pada akhirnya.

Walau hatiku lelah, aku menoleh pada Mas Salman. "Apa maksudmu, Mas?"

Mas Salman kembali menyeringai sambil terus menyetir. "Kamu pikir saya ambil kamu dari tempat tadi gratis?"

Dadaku kembali kembang kempis mendengar ucapan Mas Salman. Pemikiran buruk lain pun berdatangan di benakku. Sungguh aku ingin sekali berteriak jika saja aku mau Mas Salman semakin mengejekku.

"Kamu sudah buang-buang waktu juga uangku 100 juta untuk menebusmu pada wanita tua itu."

Aku membelalakkan mata terkejut. "100 juta, Mas?"

Mas Salman menoleh padaku. "Ingat, Ana. Waktumu hanya satu hari. Kamu harus bisa mengembalikan uang itu juga membayar pengobatan ibumu setelah 24 jam dari waktu yang tadi aku tetapkan."

Aku meremas jok mobil yang aku duduki sekarang. Baru saja aku bahagia karena Mas Salman berhasil menyelamatkan'ku dari palacuran. Kini, Mas Salman membuatku mati kutu kembali karena harus mengembalikan uang yang dipakainya untuk menebusku dari Mami Sela.

"Kenapa kamu kejam sekali padaku, Mas? Apa salahku padamu?" sentakku dengan amarah yang menggebu-gebu walau nyatanya Mas Salman begitu santai menghadapi amarahku.

"Sudah lah, Ana. Aku tidak ingin lebih banyak lagi membuang waktuku hanya untuk mengurusimu." Mas Salman keluar dari mobilnya dan membukakan pintu untukku. "Turun! Saya masih ada urusan. Lagi pula ini sudah malam, kamu istirahatlah. Dan mulai kembali memikirkan cara untuk mengembalikan uang padaku," ucapnya kembali menyeringai puas karena telah kembali menjeratku.

"Aaakkkhh ... hiks, hiks, kenapa kamu setega ini, Mas? Padahal aku begitu memujamu." Aku meremas dadaku yang teramat sesak.

Aku menarik napasku berat. Demi apapun ujian ini sungguh berat. Dengan langkah gontai aku kembali masuk ke rumah sakit karena Mas Salman menurunkan aku di jalan dekat rumah sakit Ibu di rawat.

Menyesal, sungguh menyesal karena lagi-lagi aku tertipu oleh perlakuan baik Mas Salman. Mungkin memang benar Mas Salman sudah berhasil membawaku dari tempat haram tadi. Nyatanya, Mas Salman memang memanfaatkannya untuk kembali menjeratku. Kini beban yang harus aku hadapi semakin bertambah karena aku harus mendapatkan uang lain untuk menggantikan uang Mas Salman.

"Bagaimana mungkin aku bisa mengembalikan uang itu dalam waktu 12 jam." Aku mengusap wajahku mengingat waktu yang di berikan Mas Salman hanya 12 jam lagi.

Aku menarik napas dengan begitu panjang dan dalam sambil terus berpikir apa yang harus aku lakukan sekarang. Apa aku harus diam dalam kebodohan mengikuti keinginan dari suamiku? Aku bingung karena aku tidak punya tempat untuk mengadu. Aku pun tidak mungkin menceritakan semuanya pada ibu juga ayah mertuaku karena jika itu terjadi, maka semua alat yang ada di tubuh Ibu saat ini sudah di pastikan tidak terpasang lagi.

"Astagfirullah Robbi." Aku mengusap wajahku dan menyeka air mata yang terus-menerus mengalir itu, dengan segenap jiwa dan raga aku bangkit dan memutuskan untuk tidak pulang dan akan tidur di rumah sakit bersama Ibu.

******

"Apa kamu masih belum menyerah, Ana?" Terdengar suara Mas Salman yang berteriak.

Aku pun mengerjapkan mata dan membuka mataku yang masih sembab. Semalaman, ya, hampir semalaman aku menangis dalam sujudku pada sang Ilahi, terakhir aku menangis di samping ibuku yang masih terbaring lemah. Ibu, hanya ibu yang membuatku harus bertahan dengan perjanjian batil yang diminta oleh suamiku.

"Apa kamu sudah siap ibumu sekarat karena semua alat yang membuatnya masih hidup di lepas, Ana?" Mas Salman menatapku dengan senyum penuh ejekan. "Tepat jam 08.00, kamu sudah menghabiskan waktu 12 jam untuk berpikir, Ana. Jadi, pastikan kamu sudah siap untuk kehilangan ibumu, 12 jam dari sekarang."

Aku menatap Mas Salman tak percaya. Bagaimana mungkin pria baik hati berstatus suamiku itu tega mengancamku seperti itu. Perih, sesak dan bingung menjadi satu karena tak mungkin aku bisa mencari jalan lain untuk pengobatan Ibu yang tak sedikit jumlahnya hanya dalam waktu 12 jam lagi.

"Kamu kejam, Mas! Kamu kejam!" Aku memukul tubuh Mas Salman, tak tahan dengan sikapnya yang tak punya hati itu.

"Sssttttt ... hentikan, Ana!" Mas Salman menyimpan jarinya di bibirku. "Karena marahmu hanya membuang-buang waktu untuk ibumu bernapas, hihihi." Mas Salman semakin membuatku murka pada tawa seringainya.

"Aku enggak akan nyerah, Mas! Aku yakin Allah akan membantuku pergi dari manusia tak punya hati sepertimu!"

"Baiklah, kalau begitu saya tunggu 12 jam dari sekarang, jam delapan malam nanti aku ke sini lagi. Dan aku pastikan kamu sudah siap dengan semuanya, Ana." Mas Salman mengedipkan matanya mengejekku lalu beranjak pergi meninggalkan rumah sakit.

Aku kembali meremas dadaku. Sungguh sesak tak berkesesudahan dan itu adalah perbuatan suamiku sendiri. Suami yang nyatanya tak mencintaiku dan lebih mencintai sesama jenisnya.

Aku berusaha berpikir kembali bagaimana caranya aku bisa mendapatkan uang untuk mengembalikan uang Mas Salman dan biaya pengobatan Ibu sementara. Pikiranku kalut, karena memang tidak ada cara lain. Tabungan yang aku punya pun tak banyak, karena aku memang tidak pernah meminta uang dari Mas Salman dan hanya minta padanya jika butuh. Aku pikir yang terpenting hidupku dan pengobatan Ibu terjamin, maka aku pun tak harus meminta banyak uang pada Mas Salman.

"Apa aku harus minta bantuan Mas Azzam?" Aku tak punya pilihan karena waktuku hanya 12 jam lagi dan mungkin sekarang sudah tinggal 11 jam lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 49. Akhir Cerita

    Aku, Mas Al dan Ibu juga Ayah hanya menatap bingung pada Akilah yang begitu kekeh ingin mempertahankan pernikahannya dengan Mas Azzam. Walau aku tahu mungkin karena besarnya cinta Akilah pada Mas Azzam. Seperti halnya dulu saat Mas Al meminta maaf padaku.Akikah menarik napasnya. "Mas, aku tanya sama kamu. Apa kamu benar-benar tidak bisa mencintaiku, Mas? Aku tahu mungkin cintamu hanya untuk Kak Ana. Tapi, Kak Ana itu istri dari Mas Al. Jika saja kamu bisa menerimaku seperti hal nya Mas Al dulu menerima Kak Ana, insya Allah aku akan memaafkanmu dan menerimamu."Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan dari Akilah. "Astaghfirullah, Kila.""Kila, putri Ayah, pikirkan baik-baik tentang keputusanmu, Nak." Ayah merangkul Akilah meyakinkan keputusan Akilah.Mas Azzam menatap Akilah. "Kila, apa kamu benar-benar mau memaafkanku?"Semua orang pun menoleh pada Mas Azzam. Ada hati yang tergores mendengar ucapan Mas Azzam karena aku pikir apa yang dilakukan oleh Mas Azzam sungguh j

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 47.

    "Aaarrggghh!" Bugh!Bugh! Bugh! Mas Al memukul Mas Azzam tanpa henti. Amarahnya mungkin sudah tidak bisa ditahannya lagi setelah beberapa menit Mas Al menahannya. Aku dan Akilah pun berusaha untuk menarik tubuh Mas Al karena Mas Azzam semakin babak belur sebab tidak melawan sama sekali. "Mas, hentikan!" Kami menarik tubuh Mas Al dengan sekuat tenaga kami, namun, tenaga Mas Al masih bukan tandingan untuk kami. "Mas, Ku mohon hentikan! Jangan sakiti suamiku, Mas!" Akilah akhirnya menghalangi tubuh Mas Azzam dari depan, sehingga pukulan itu terkena juga pada Akilah. "Aw!" "Kila, astaghfirullah. Hentikan, Mas!" Aku menghalangi Mas Salman. Perlahan Mas Al pun berhenti memukul wajah Mas Azzam. "Aku akan menghabisimu." Bugh! "Akh!" Aku terkena pukulan Mas Al, setelah Akilah kini aku pun terjatuh karena terpukul oleh Mas Al. "Ana." Mas Al segera menghampiriku. "Maaf, sayang."Akilah kembali menghampiri Mas Azzam. "Mas, kamu tidak apa-apa? Kita ke dokter sekarang." Akilah merangkul t

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 46.

    "Mas, kamu kenapa sih? Aku lihat kamu itu murung terus? Ada apa?" Aku mengapit wajah Mas Salman dengan lembut. "Aku mohon jangan ada rahasia diantara kita." Mas Salman menatapku begitu dalam. "Tidak ada, sayang. Aku hanya tidak ingin banyak bicara aja." Aku menatap Mas Salam tak percaya. Setelah semua yang terjadi, aku tahu bagaimana keadaan raut wajah suamiku saat kesal, saat marah dan saat bahagia. Aku yakin Mas Salman menyembunyikan sesuatu dariku. "Ooh. Mas, aku ...." Aku menggantung ucapanku. "Enggak jadi deh." Aku pun beranjak dari duduk, namun, Mas Salman tak membiarkanku pergi dan menarik tubuhku. "Kamu apa, Ana?" tanya Mas Salman yang begitu penasaran karena ucapanku yang tergantung. Aku menarik napas panjang. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghirup udara sore di balkon," dalihku kembali beranjak, namun, lagi-lagi Mas Salman tak membiarkanku. "Jangan bohong, Ana. Kamu tidak bisa membohongiku." Aku pun kembali menarik napas dan duduk di samping Mas Salman dan mera

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 45. Amarah Mas Salman

    "Aw!" Akilah sedikit terkejut karena tangannya di tarik oleh Mas Azzam. "Ada apa sih, Mas?" Mas Azzam menatap tajam Akilah dengan cekalan tangan yang semakin kuat. "Jika sampai mereka tahu keadaan rumah tangga kita. Itu berarti salah kamu, Kila!" Akilah meringis karena cengkeraman tangan Mas Azzam tidak main-main. "Kamu benar-benar sakit, Mas. Aku pikir pria sepertimu tidak memiliki penyakit seperti itu, tapi nyatanya kamu benar-benar gila." Mendengar cemohan Akilah, tangan Mas Azzam beralih mencengkram dagu Akilah. "Ya, aku memang sakit. Dan itu semua karena Kakakmu, Kila. Jadi, kamu yang harus menanggung akibatnya. Jika aku sakit dan gila karena aku tidak bisa memiliki Ana, maka kamu pun harus merasakan hal yang sama." Akilah kembali merembeskan air matanya, dengan sekuat tenaga Akilah mencoba untuk menghentikan cengkeraman Mas Azzam. "Sakit, Mas, hiks! Kenapa? Kenapa harus aku yang harus menanggung akibatnya? Aku mencintaimu tapi kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, Mas? Ji

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 44. Curiga

    Setelah Akilah akhirnya hilang dari pandangan kami, aku dan Mas Al bersiap-siap untuk membereskan barang-barangku. Pandanganku tertuju pada benda pipih yang tergeletak di kursi tempat Akilah tadi. Aku mengambilnya dan benar saja itu adalah handphone milik Akilah."Astaghfirullah, ini handphonenya Akilah ketinggalan, Mas." "Handphone Kila?" "Heem,, ini." Aku memberikan handphonenya itu pada Mas Al."Heeh dasar, masih muda udah pikun!" "Ist, ko gitu amat sih, Mas? He he. Nanti kita mampir dulu aja ke rumah mereka gimana? Kita juga akhirnya enggak jadi ikut antar mereka kan kemaren?"Mas Al terlihat berpikir. "Ya, baiklah." Setelah selesai membereskan barang-barangku, Mas Al membereskan administrasi terlebih dahulu sebelum kami keluar dari rumah sakit. Setelah itu kita pun segera menuju rumah Akilah karena kebetulan letak rumah Akilah lebih dekat dari rumah sakit di banding ke rumahku atau Ibu. Hanya beberapa menit kita pun sampai di rumah baru Akilah. "Assalamualaikum, Bi, Kila ada

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 43. Kembali Cemas

    "Mas, alhamdulillah." Aku segera memeluk Mas Al saat Mas Al datang setelah beberapa jam menghilang. "Kamu ke mana aja, Mas? Aku khawatir." Mas Al memeluk dan mengecupi wajahku. "Maafkan aku, Ana. Aku terlalu lemah dan tidak bisa mengendalikan diriku."Aku mengapit wajah Mas Al. "Aku takut kamu melakukan hal bodoh, Mas."Mas Al menatapku dengan sendu. "Tidak, Ana. Aku tidak akan membiarkanmu menjanda." Aku mengerutkan kening dan sedikit mengerucutkan bibirku. "Apa maksudmu, Mas?"Mas Al tersenyum tipis penuh arti. "Bukankah kamu pikir aku akan melakukan hal bodoh? Kamu pikir aku akan bunuh diri begitu?""Ist, bukan itu. Aku pikir kamu sama Santi ...." Aku menunduk tak sanggup melanjutkan ucapanku. Mas Al menatapku dengan tersenyum getir. Nyatanya tidak hanya bagiku, trauma masa lalu itu tidak mudah bagi Mas Al. Sungguh, luka itu tidak hanya untukku, tapi juga untuk Mas Al. "Maaf, Mas. Maaf aku membuatmu-" Cup!"Kamu tidak salah, sayang. Aku yang salah." Dalam sejenak kami terdiam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status