(POV SARAH)Teman wanitaku? Apa itu Mbak Wati? Memang tadi ia ikut menyerang tetapi aku sama sekali tidak melihatnya saat baku tembak di luar. Mungkin saja saat itu ia mengejar Sulis yang melarikan diri."Akhirnya perempuan jahat ini tertangkap!""Ayo kita bunuh dia!""Ya, bunuh saja dia. Dia sudah membuat hidup kami sengsara selama ini!""Dasar perempuan biadab! Kamu tega memisahkan aku dengan adikku yang ada di kota! Kamu harus bertanggung jawab!"Pantas saja warga sekitar terlihat biasa saja tidak mencurigai Sulis sama sekali, ternyata yang di jadikan tahanan itu para wanita yang berasal dari kota bukan dari desa ini.Suasana terdengar riuh, para wanita itu terus berteriak memaki-maki Sulis. Aku pun beringsut turun dari ranjang lalu melangkah keluar sambil membawa belati dengan tangan bergetar.Rasa lelahku kian hilang kala mendengar ada Sulis di dalam bangunan ini, rasanya aku sudah tidak sabar ingin menyiksa wanita itu dan bertanya dimana keberadaan anakku saat ini.Dan benar saja
(Pov Wati)Dulu aku hanyalah seorang pemulung, aku tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal yang layak di Kota.Di kota aku hanya tinggal di tempat pembuangan sampah, di sebuah gubug yang di bangun dengan terpal dan kayu-kayu sisa sebagai penyangganya.Gubug ini tentu saja tidak dihuni secara gratis, aku menyewa tempat ini dengan membayar dua ratus ribu setiap bulannya. Nominal yang cukup besar untuk orang sepertiku. Tak hanya itu lantai gubug ini juga beralaskan kardus-kardus bekas atau apa saja asalkan aku dan adikku Lisa bisa tidur nyenyak. Ya, Lisa adalah anak dari seorang ibu yang sebelumnya tinggal di gubug ini. Namun, beberapa saat kemudian ibunya meninggal dan sejak itulah kami menjadi saudara lalu berjuang keras bersama untuk melanjutkan hidup.Hingga suatu ketika aku bertemu Bu Sulis saat aku sedang memulung di tempat pembuangan sampah di Kota ini."Hei Nak, siapa namamu? Apa setiap hari kamu selalu memulung di tempat ini?" tanya Bu Sulis ketika aku sedang beristirahat.A
(Pov Wati)"Ketempat baru kalian," jawabnya, membuatku bertanya-tanya sekaligus ketakutan."Ayo cepat! Mau jalan sendiri atau mau kami paksa, hah!?" tegasnya.Terpaksa aku mengikuti mereka di belakang sambil berpegangan tangan dengan adikku. Saat aku menoleh ke lantai atas, ternyata Bu Sulis sedang memperhatikan kami dengan senyum tipis di atas sana.Kecurigaanku terbukti saat kami memasuki sebuah gudang, lalu masuk ke sebuah ruangan di bawah tanah."Ki-kita mau kemana, Bang?" tanyaku pelan."Sudah, jangan banyak tanya! Kalian ikuti saja kami!" jawabnya ketus.Aku begitu terkejut saat sampai di ruangan bawah tanah, ternyata ada beberapa orang wanita sedang duduk dengan tatapan putus asa di balik jeruji besi."Kak, ini tempat apa? Aku takut!" tanya Lisa sambil mengeratkan pegangan."Mulai sekarang, ini tempat baru kalian! Ingat, kalian harus patuh kalau tidak akan ada resikonya."Tempat apa ini? Kenapa sekarang aku dan adikku harus ada di sini? Apa Nyonya Sulis sudah menjebakku?Kedua
(Pov Wati)Usai berdandan, aku di bawa ke dalam kamar Tuan Rama. Ternyata ia berusaha merenggut keperawananku, ia melakukannya berkali-kali tidak memperdulikan rasa sakit yang kurasakan.Tuan Rama juga meminta pada ibunya, agar aku di jadikan asisten rumah tangga saja sekaligus teman tidurnya. Akhirnya Nyonya Sulis menyetujui permintaan anaknya dengan syarat aku harus patuh. Sejak saat itu aku menjadi mainan pelepas nafsu Tuan Rama, melayaninya siang dan malam kapan pun ia inginkan. Hingga akhirnya aku hamil dan melahirkan anaknya dua kali. Dan Nyonya Sulis pun mendapatkan keuntungan besar dari bayi-bayi yang sudah ku lahirkan.Tetapi di kehamilan ketiga, sepertinya ia mulai bosan. Ia mulai memperbolehkan lelaki lain menikmati tubuhku, termasuk Tuan Reza kakaknya itu. Bahkan Tuan Rama tak berhenti meniduriku saat ia sudah menikah dengan gadis bernama Sarah.***Sampai hari ini aku melarikan diri bersama Non Sarah dan berencana menyelamatkan para wanita yang Menjadi tahanan Sulis. Tet
(Pov Sarah)Tubuh Sulis terus berputar di atas meja bundar itu, ia terus berteriak kesakitan, tetapi para wanita yang sebelumnya menjadi tahanannya malah terbahak menyaksikan penderitaannya."Mampus kau! Rasakan kesakitan itu!""Bagaimana jika kita bunuh saja dia?" "Jangan! Aku masih ingin melihat dia menderita,"Teriakkan para wanita itu begitu memekakkan telinga. Kini ruangan ini begitu sesak, dipenuhi dengan para wanita tahanan Sulis yang sebelumnya sudah di tahan di bangunan ini masih ditambah dengan tahanan yang dibawa dari ruang bawah tanah itu.Padahal aku ingin berbicara empat mata dengan Sulis, aku ingin bertanya dimana keberadaan anakku saat ini. Tetapi para wanita itu malah terus berteriak membuat kepalaku bertambah pusing saja.Aku pasrah terduduk di lantai dengan tatapan kosong menatap ke arah ibu mertuaku itu. Rasanya tubuh ini lelah sekali, aku ingin beristirahat walau hanya sebentar di tempat yang nyaman."Rah, kamu kenapa? Kok wajahmu pucat begitu?" Kak Dimas mengham
(Pov Sarah)"Emm, berarti benar dugaanku semalam yang menyiram bensin dan membakar tempat ini adalah anak buah Sulis untuk mengelabuhi kita," ucap Mbak Wati.Aku menoleh menatap wajahnya, "Jadi maksudmu kebakaran semalam itu di sengaja, Mbak?""Iya disengaja, karena aku melihatnya sendiri ada seseorang yang sengaja membakar tempat ini," jawab Mbak Wati.Ia pun menceritakan saat kami semua menyiksa Sulis, ia melihat ada seorang lelaki yang menyiramkan sesuatu ke sekeliling bangunan ini lalu lelaki itu melemparkan korek api hingga membuat api berkobar membakar tempat ini."Bisa jadi orang itu suruhan Rama dan Reza, licik juga ternyata mereka semua," sahut Kak Dimas."Sudahlah lebih baik kita pergi saja dari tempat ini, oh iya apa di antara kalian ada yang tahu jalan keluar dari hutan ini?" tanyaku pada para wanita tahanan."Aku tahu, tetapi kita akan menempuh perjalanan yang tidak sebentar," sahut seorang perempuan."Kamu yakin, kamu tahu jalan keluar dari hutan ini?" tanyaku lagi."Sep
(Pov Rama)Tepat pukul dua dini hari kami bersiap pergi meninggalkan rumah setelah Ibu mendapatkan telepon dari salah satu pengawalnya yang mengabarkan jika ada mobil polisi yang melaju ke arah rumah kami.Karena Ibu tidak ingin ada polisi yang menemukan bukti saat mereka menggeledah rumah kami, akhirnya kami membawa para tahanan wanita yang ada di ruang bawah tanah ke bangunan yang ada di tengah hutan. Katanya ia juga belum siap memberikan keterangan palsu pada aparat kepolisian, oleh sebab itu ia lebih memilih menghindar untuk sementara waktu.Menggunakan beberapa mobil Jeep dengan di kawal beberapa pengawal bersenjata lengkap, kami berangkat ke hutan menembus dinginnya udara malam. Beruntung para wanita itu tidak ada yang berani memberontak sehingga kami tidak perlu repot-repot memberi obat bius pada mereka.Namun, saat sampai di depan bangunan aku terkejut lantaran satu persatu pengawal Ibu di hajar oleh seseorang dari dalam bangunan itu."Sepertinya ada penyusup di dalam bangunan
(Pov Rama)Akhirnya Yoyok melakukan tugasnya, menyiramkan bensin yang sengaja kami simpan di mobil untuk cadangan ke area depan dan samping kanan bangunan, sementara kami mengawasi dari jauh sesuai dengan rencananya. Hingga tak lama kemudian api terlihat membumbung tinggi setelah Yoyok melemparkan korek api ke arah bangunan itu."Ayo, kita bergerak sekarang," bisik Bang Reza.Kami melangkah pelan sambil berjongkok, dapat kudengar para wanita itu saling berteriak menyuruh temannya yang lain untuk keluar.Akhirnya kami tiba di sebuah pintu samping kiri, yang mana pintu tersebut langsung tembus ke dalam kamar penjaga dan beruntung pintu ini hanya diketahui oleh para pengawal ibu saja jadi para wanita itu tidak akan tahu jika kami masuk ke dalam bangunan ini melewati pintu samping ini.Karena area samping kiri bangunan ini tidak tersentuh si jago merah, akhirnya kami pun berhasil masuk kedalam tanpa ada api yang menghalangi langkah kami.Ruangan ini sudah sesak oleh asap, bahkan pengliha