Share

Wanita yang Mengaku Istri Kedua Suamiku

Alana terbangun dengan kondisi kepala pening. Ia baru bisa tidur sebentar setelah salat subuh tadi. Sekarang tubuhnya terasa begitu berat.

Untungnya ada asisten rumah tangga yang membantu Alana untuk menyiapkan kebutuhan anak-anak Alana. Jadi meskipun Alana tak turun tangan, anak-anak masih ada yang menyiapkan kebutuhan mereka sebelum berangkat sekolah. 

"Ronald," desis Alana sambil menahan air mata. 

Alana sebetulnya berharap, kejadian semalam hanyalah mimpi buruk saja. Namun sebuah panggilan telepon membuat Alana harus meyakini bahwa Ronald memang benar-benar mati terbunuh dengan sangat tragis.

"Dengan Ibu Alana?" sapa sang penelepon dengan sopan.

"Ya benar, Pak," jawab Alana sambil mengerjapkan mata.

"Bu Alana, bisakah Ibu ke kantor polisi segera untuk memberikan keterangan lebih lanjut? Kami membutuhkan itu untuk membuat BAP," jelas sang penelepon yang sepertinya dari kepolisian tersebut.

Alana menghela napas berat sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan si penelepon. Seluruh dirinya masih belum bisa menerima atas kejadian yang baru saja ia alami ini. Bahkan anak-anaknya belum tahu bahwa Ronald sudah meninggal.

"Bagaimana, Bu Alana? Jam berapa Ibu bisa datang ke Kantor Polisi?" ulang sang petugas kepolisian itu.

"Ya ba-baik, Pak. Saya akan bersiap-siap dulu dan segera berangkat ke kantor polisi," jawab Alana kemudian. 

Alana menutup telepon dan mengusap wajah lelahnya dengan kedua telapak tangan. Matanya masih bengkak dan sembab, kepalanya terasa pening akibat kurang tidur dan rambutnya kusut masai.

"Ronald, ya Tuhan! Benarkah semua ini terjadi? Aku masih tidak percaya kau meninggalkanku dengan cara seperti ini," desis Alana yang kemudian kembali terisak.

Alana terpekur di tepian ranjang dengan pundak bergetar hebat karena meredam tangisnya. Ia tergugu beberapa saat untuk meluapkan sesak di hatinya.

"Bukan hanya kasus perselingkuhan yang membuatku terluka. Kau juga membuat aku berada di posisi sulit dengan kasus kematianmu yang miterius. Mengapa kau harus pergi dengan cara seperti ini, Ronald?" lirih Alana mengiringi air matanya yang terus mengalir.

Baru beberapa saat kemudian Alana bisa menguasai dirinya dan membersihkan air mata. Wanita itu segera bangkit dan beranjak ke kamar mandi untuk bersiap-siap menuju kantor polisi. Alana tidak tahu akan ada kejutan lain menanti saat nanti ia berada di kantor polisi nanti.

***

"Jadi Bu Alana tidak tahu siapa yang dijumpai Pak Ronald untuk terakhir kalinya? Ibu yakin dengan keterangan tersebut?" tanya petugas yang membuat berita acara kasus kematian Ronald.

"Saya tidah tahu, Pak. Saya bahkan tidak tahu siapa yang mengirim pesan kepada saya dan memberikan foto-foto itu," jelas Alana sekali lagi.

"Kami sudah melacak nomor telepon yang menghubungi Bu Alana. Sepertinya nomor ini sudah tidak aktif lagi sekarang," jelas petugas yang memeriksa Alana.

"Tolong segera temukan titik terang untuk kasus suami saya ini, Pak!" pinta Alana sedikit memaksa.

"Kami sedang melacak, Bu Alana. Semoga saja, akan segera terungkap siapa wanita yang bersama Pak Ronald semalam dan siapa penelepon yang mengirim foto-foto itu pada Bu Alana," jelas petugas yang memeriksa Alana. 

"Tolong segera ungkap kasus ini dengan sejelas-jelasnya!" tegas Alana tak sabar. 

Alana merasa begitu gemas dengan kasus kematian suaminya ini. Terlalu banyak tanda tanya dan kejanggalan dalam kematian Ronald. Alana tidak bisa terus-menerus menunggu dalam segala ketidakpastian yang terjadi.

"Kami sedang memprosesnya, Bu. Akan berusaha semaksimal mungkin karena memang kasus ini sangat penting. Suami Ibu adalah CEO sebuah perusahaan besar," jawab petugas polisi itu.

Setelah selesai memberi keterangan Alana lalu diminta untuk menunggu hingga prosesnya selesai. Wanita itu terlihat sendirian saja duduk di bangku ruang tunggu di kantor polisi. 

Rahman dan Om Prasojo sedang sibuk mengurusi jenazah Ronald di rumah sakit. Petugas kepolisian bilang, dua orang terdekat Ronald itu, sudah dimintai keterangan sejak semalam. Hanya tinggal Alana yang belum memberikan keterangan.

[Jenazah Ronald mungkin baru selesai diautopsi besok, Lana. Bersabarlah dan persiapkan dirimu]

Sebuah pesan dari paman bungsu sang suami membuat Alana kembali menghela napas berat. Ia sudah paham apa yang dimaksud Om Prasodjo dengan 'persiapkan diri' itu. 

Alana harus menyiapkan sebuah uparaca pemakaman yang layak untuk sang suami. Alana juga harus siap memberikan penjelasan pada keluarga besar Ronald yang nantinya akan berdatangan.

[Ya, Om. Lana sudah persiapkan semuanya. Ronald pernah memberi tahu Lana kalau sudah membeli kavling tanah di San Diego Hills. Mungkin pemakaman Ronald akan diletakkan di situ]

Alana membalas pesan Om Prasodjo tanpa banyak perpikir. Otaknya tidak menangkap kejanggalan pada ucapan sang suami beberapa bulan sebelum kematiannya itu. Kepala Alana sudah dipenuhi banyak pertanyaan sehingga tak sanggup menarik benang merah dari keanehan sikap Ronald sebelum meninggal.

Alana masih harus berpikir bagaimana akan memberi tahu anak-anaknya tentang kematian suaminya. Namun belum sampai Alana menemukan cara, sesosok perempuan menarik perhatiannya. 

Wanita itu melangkah melewati lorong dengan pakaian seksi dan sepatu hak tingginya. Sungguh kontras dengan penampilan Alana yang syari dan islami.

"Kak Lana, ya. Kenalkan aku Maria, istri kedua Mas Ronald." 

Seorang wanita yang terlihat baru saja tiba di kantor kepolisian, menyapa Alana dengan sikap yang membuat wanita itu terkejut. Alana sama sekali tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini dari seorang wanita yang tak dikenalnya. 

"I-istri kedua? Ronald tidak pernah menyampaikan padaku bahwa ia ingin menikah lagi. Ronald juga tak ada izin aku untuk menikah lagi. Jangan memancing di air keruh, siapa kau?" hardik Alana cukup kencang. 

Suara lantang Alana itu sontak membuat banyak orang di kantor polisi jadi bergerak mendatangi dirinya dan wanita bernama Maria yang mengaku istri kedua Ronald tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status