Sebuah pesan disertai foto sang suami yang tengah menghabiskan malam bersama seorang wanita membuat Alana panik. Dirinya memang sedang cemas karena Ronald belum pulang. Situasi semakin genting saat Alana bersama Rahman, sang sopir, menemukan mobil Ronald memang tengah terparkir di sebuah basement hotel. Terlebih saat Alana kemudian menemukan tubuh suaminya di salah satu kamar hotel tengah tertelungkup bersimbah darah dan sudah tak bernyawa. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ketika semuanya masih samar-samar malah hadir Maria yang mengaku istri kedua Ronald?
View MoreMalam itu Alana merasa resah. Hatinya terasa gundah-gulana. Ia tengah menunggu Ronald, sang suami yang tak kunjung pulang ke rumah. Wanita itu berjalan mondar-mandir dari ruang tamu ke kamarnya.
"Ke mana dia? Tidak biasanya Ronlad pulang telat begini," gumam Alana khawatir.
Wanita berusia tiga puluh empat tahun itu mulai menggigit-gigit kukunya karena khawatir. Alana punya kebiasaan seperti itu sejak belia. Ketika dirinya merasa cemas refleks ia akan menggigit-gigit kukunya sambil berjalan mondar-mandir.
[Sayang, kau di mana? Kenapa belum pulang juga? Ini sudah hampir jam dua belas malam]
Alana yang semakin cemas mengirim pesan ke nomor suaminya. Ini sudah pesan ketiga belas. Namun, meskipun centang dua terlihat di aplikasi hijau milik suaminya tak satu pun pesan Alana dibaca, bahkan dibalas oleh Ronald.
"Mungkin aku harus meneleponnya sekarang," desis Alana yang mulai tak sabar. Hatinya dipenuhi kekhawatiran atas suaminya.
Sembari menggigit-gigit kuku jemari di tangan kanannya, tangan kiri Alana cekatan memencet nomor Ronald untuk dihubungi. Suara dering nada sambung ke handphone Ronald terdengar. Namun sampai deringannya habis tak juga diangkat.
"Nomor yang anda tuju, sedang sibuk. Anda bisa tinggalkan—"
Alana mematikan panggilan saat suara operator telepon belum menyelesaikan kalimatnya. Artinya semakin khawatir pada kondisi Ronald. Suaminya tidak pernah seperti ini selama sepuluh tahun pernikahan mereka.
Ronald adalah sosok suami yang baik. Pria itu adalah seorang ayah yang selalu hangat terhadap istri dan anak-anaknya. Ia adalah seorang pria yang lurus dan tidak pernah terlibat skandal meski jabatannya di perusahaan cukup tinggi.
"Ronald, ya Tuhan. Kau ini ke mana sih?" keluh Alana mulai kesal. Wanita itu menjadi sangat tidak sabar dan semakin khawatir pada suaminya.
Meski sudah jelang tengah malam akhirnya Alana memutuskan untuk menelepon sekretaris suaminya. Ia yakin sekali sang sekretaris akan tahu apa yang dilakukan suaminya terakhir sebelum pulang ke rumah.
Dering nada sambung kembali terdengar di handphone Alana. Wanita itu dengan sabar menunggu sampai sekretaris suaminya mengangkat telepon.
"Halo selamat malam." Sebuah suara mengantuk seorang perempuan muda terdengar di ujung telepon.
"Malam, Livia. Maaf saya mengganggumu malam-malam begini. Boleh saya menanyakan sesuatu?" tanya Alana sedikit tidak nyaman. Alana tahu sikapnya tidak sopan, tetapi ia tidak bisa menemukan cara lebih efisien dari yang harus di lakukan saat ini.
"Nyo-nyonya Alana, a-ada apa malam-malam begini menelepon?" tanya Livia. Suaranya terdengar takut-takut itu mengetahui siapa yang menelepon.
"Begini, Livia. Saya ingin menanyakan apa kamu tahu suami saya tadi pulang kantor jam berapa?" sahut Alana to the poin.
Tidak langsung menjawab, Livia sempat terdiam beberapa saat. Wanita muda itu seperti mengingat-ingat pukul berapa tepatnya atasannya itu pulang.
"Tuan Ronald pulang tepat waktu, Nyonya Alana. Saya ingat tadi tepat pukul 17.00 Tuan Ronald meninggalkan kantor. Saya lalu pulang tiga puluh menit kemudian," jelas Livia kemudian.
"Apa suami Saya tidak ada janjian lain di luar kantor? Biasanya kau tahu semua jadwal suami saya," tanya Alana kembali mengorek keterangan dari Livia. Dirina semakin panik mendengar penjelasan sang sekretaris.
"Jadwal Tuan Ronald sore ini kosong. Saya tidak tahu urusan Tuan Ronald di luar jam kerja kantor. Sebaiknya Nyonya bertanya saja kepada Bang Rahman," jelas Livia menyebutkan nama sopir pribadi sekaligus tangan kanan Ronald.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak, Livia. Maaf jika aku mengganggu waktu tidurmu," sahut Alana langsung mengakhiri panggilan. Setelah mematikan sambungan telepon dengan sekretaris sang suami, Alana lalu menelpon Rahman.
"Halo selamat malam, Nyonya Alana. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rahman yang sepertinya masih belum tidur. Lelaki muda yang masih bujang itu mungkin sedang begadang malam ini.
"Man, kau sudah pulang ke rumah? Apa kau tahu di mana suami saya berada?" tanya Alana sama seperti ketika menelepon Livia. Wanita itu langsung to the point menanyakan tentang suaminya tanpa basa-basi.
"Apa Tuan Ronald belum pulang, Nyonya?" Rahman balik bertanya.
"Belum, Man. Apa tadi Tuan tidak langsung minta di antar pulang ke rumah?" sahut Alana semakin tegang.
Berbagai pikiran buruk menggelayut semakin tak karuan di kepala Alana. Pada detik itu ia sangat yakin ada yang tidak beres dengan Ronald. Rahman jelas-jelas tidak sedang bersama Ronald.
"Begini, Nyonya. Itu tadi kami sudah setengah jalan pulang. Tiba-tiba saja Tuan Ronald mendapat telepon. Tuan lalu meminta saya turun di mal terdekat dan memberikan ongkos pulang menggunakan taksi online pada saya," jelas Rahman panjang-lebar.
"A-apa? Menurunkanmu di mal terdekat? Memangnya siapa yang menelepon, Man? Suamiku tidak biasanya seperti itu kan?" Alana langsung memberondong Rahman dengan banyak pertanyaan karena panik.
Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ketegangan dalam dirinya semakin meningkat. Sambil mondar-mandir dan memegang telepon Alana terus mengobrol dengan Rahman. Sesekali wanita cantik itu menggigit-gigit kuku di jemarinya pada tangan yang bebas tidak memegang handphone.
"Saya kurang paham, Nyonya Alana. Tapi yang saya lihat, raut wajah Tuan Ronald mendadak berubah muram sesaat setelah mengangkat telepon," jelas Rahman lebih terperinci.
"Lalu setelah menurunkanmu di mall suamiku pergi ke mana?" tanya Alana terus mengejar.
"Saya tidak tahu, Nyonya Alana," jawab Rahman yang membuat Alana langsung terduduk lemas.
Wanita itu sangat cemas dengan kondisi suaminya. Sambil menelepon Rahman, ia sempat memeriksa obrolan pribadi dengan Ronald pada aplikasi hijau. Pesannya sama sekali tidak dibaca bahkan dibalas.
"Apa ada masalah dengan Tuan Ronald, Nyonya?" tanya Rahman seperti bisa membaca kecemasan yang sedang melanda Alana.
Alana menghela napas berat, sebelum menjawab pertanyaan Rahman. Ia menguatkan hatinya agar tidak lepas kendali dan menjadi emosional karena panik.
"Suamiku belum pulang hingga saat ini, Man. Handphonenya kuhubungi aktif tapi tidak menjawab telepon. Bahkan pesanku sejak pukul delapan tadi tak satu pun yang dibalas," jelas Alana sesingkat mungkin.
Meskipun suaranya terdengar bergetar karena air mata yang sudah mengambang di pelupuk mata, tetapi Alana masih berusaha berbicara dengan tenang. Ia tidak ingin Rahman tahu kecemasan yang ia rasakan.
“Ini sudah tengah malam, Nyonya. Harusnya Tuan Ronald sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu!" sergah Rahman ikut panik.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Ronald?
"Inilah yang sedang ingin saya pastikan, Nyonya Alana. Saya belum bisa pastikan mereka itu siapa, sampai saya melakukan penyamaran seperti ini. Ini jugalah yang mendasari saya mengajukan permintaan pada Nyonya Alana," jelas Rahman panjang lebar. Alana menatap tajam ke arah Rahman. Wanita cantik itu menggigit bibir bawahnya pertanda ia sedang merasakan sebuah kecemasan. "Apa permintaan yang ingin Kau ajukan, Man?" tanya Alana kemudian. "Nyonya, bisakah kita berpura-pura saya masih linglung?"Alana langsung mengangguk setuju. "Satu lagi, Nyonya," imbuh Rahman dengan wajah menegang. Alana tetap fokus memperhatikan Rahman tanpa banyak bicara. "Bisakah mulai hari ini saya menginap di rumah Nyonya. Ada beberapa hal yang ingin saya pastikan soal Nyonya Maria. Saya sangat yakin ia berada di balik semua kejahatan terhadap saya ini."Alana langsung setuju begitu saja dengan permintaan Rahman. Baginya keberadaan Rahman di rumah adalah sebuah jaminan keamanan. Mengingat Maria semakin berani
Alana hanya mengangguk lalu memilih masuk ke kamar barunya untuk beristirahat. Bibik sendiri akhirnya pergi ke dapur bersama asisten rumah tangga muda, kepercayaannya. "Mbak! Maksudnya apa mempermalukan aku begitu di depan Nyonya Alana?" Asisten rumah tangga mata-mata Maria itu tidak terima dan menarik kasar pundak Bibik. "Kenapa, Minah? Ada masalah?" tanya Bibik pura-pura bodoh. Ia memang sengaja memancing emosi rekan kerjanya yang berkhianat itu. "Mbak membuat aku terlihat bodoh di depan Nyonya Alana. Kenapa sampai Nyonya enggak boleh jawab pertanyaan saya?" "Kamu bertanya hanya untuk mencari bahan kan. Kamu ini sungguh tidak tahu malu. Bekerja pada Nyonya Alana, dibayar setiap bulan oleh Nyonya Alana, tapi berkhianat padanya." Bibik langsung menyindir tanpa basa basi. Wanita bernama Minah itu langsung diam seribu bahasa. Ia tak menyangka Bibik akan secepat itu tahu kalau dirinya membantu Maria. ***Alana mengerjap tak percaya saat Rahman berada du depannya. Seperti sebuah kea
"Apa? Iya, aku akan sampaikan pada Bos Besar. Kali ini akan aku berikan hasil yang baik agar dia tidak kecewa." Maria masih saja terus mengobrol sambil kembali berjalan mendekati lemari tempat Bibik bersembunyi. Wanita itu kali ini tidak ada lagi penghalang yang membuat dirinya menghentikan tindakan. Bibik yang berada di dalam lemari hanya bisa menahan nafas sambil memejamkan mata. dalam sepersekian detik situasinya benar-benar sangat menegangkan. "Sedang apa Tante Maria di kamar Mami? Keluar! Jangan lagi mengacau!"Sebuah bentakan dari seseorang yang tengah berdiri sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar Alana, sekali lagi menyelamatkan Bibik. Maria yang panik langsung membalik badan dan jadi serba salah. "Ah, Milan. Kamu sudah pulang rupanya. Ehem tante hanya, merasa kamarku di bawah tidak terlalu sejuk. Jadi mencoba AC di kamar ini," sahut Maria beralasan. Wanita itu langsung berusaha menguasai situasi sembari membu
"Nyonya, Bibik sepertinya sudah bergerak. Dia akan memberi tahu Nyonya Alana perbuatan Anda di rumah ini." Seseorang segera berlari ke tempat peristirahatan Maria di rumah itu. Sosok itu berlari terengah-engah untuk segera mencapai tempat Maria. "Terima kasih, kau memang sangat bisa diandalkan," sahut Maria sambil menyelipkan beberapa lembar ratusan ribu pada baju pelayan wanita itu. "Anda mau apa, Nyonya?" tanya sosok itu saat Maria bangkit dan segera bergerak menuju kamar utama Alana. "Tentu saja memanfaatkan peluang. Setidaknya dalam beberapa menit, wanita itu akan sibuk dengan Alana dan tak lagi mengawasi aku. Anak-anak juga belum pulang kan?" Maria gegas menuju kamar utama. Sementara di dapur, Bibik sedang bercakap dengan Alana lewat pesan. Alana sempat meminta sang asisten untuk ganti aplikasi[Nyonya, Non Maria sering sekali berkeliaran di rumah utama. Saya pantau beberapa kali Non Maria berusaha membuka pintu ruang kerja Tuan Ronald dan kamar utama tempat Nyonya dan Tuan
"Mami, Milan tidak suka Tante Merry tinggal di rumah kita. Milan merasa Tante Maria mengganggu mata dengan memakai pakaian tidak sopan dan tiba-tiba muncul di kamarku atau kamar Paris!" tegas Milan yang sudah beranjak remaja. "Memakai pakaian yang tidak sopan seperti apa? memangnya Apa yang dia lakukan selama Mami di rumah sakit?" tanya Alana pada Milan. "Tante Maria sering tiba-tiba muncul di beberapa ruangan dalam rumah utama kita. Mami tahu sendiri kan Tante Maria itu pakaiannya terlalu seksi. Milan jadi merasa merusak pandangan mata jika melihat Tante Maria," jelas Milan yang memang sejak kecil dimasukkan ke sekolah Islam. Putra sulung Alana itu memang lebih tegas tentang agama karena pendidikan di sekolahnya. Saat ini pun Alana menyekolahkan ia di Sekolah Menengah Pertama yang berbasis agama. "Kata Ustaz, kalau Kami sering melihat aurat lawan jenis, juga pemandangan yang tidak enak di mata karena lawan jenis ada hafalan kami yang akan hilang," imbuh Milan lagi. Penjelasan Mil
Alana mengusap air mata dan membaca pesan dalam handphone miliknya. Matanya mengerjap beberapa kali dan jantungnya tiba-tiba saja berdetak dua kali lebih cepat. "Tante, bagaimana ini? Dokter itu meminta berjumpa? Lana rasanya masih belum sanggup untuk bangun dan beraktivitas hari ini," ucap Alana meminta nasihat dari Tante Anjani. "Dia kan dokter, Lana. Suruh saja temui di rumah sakit ini agar tidak menimbulkan kecurigaan kubu Maria. Nanti kita atur supaya aku dan Om Prasodjo juga bisa hadir dan menemani dirimu," usul Tante Anjani lagi. Alana berpikir dan merasa apa yang disampaikan Tante Anjani benar juga. Berjumpa di rumah sakit akan menjadi tempat yang paling aman untuk saat ini. ***"Pak Ronald menghubungi saya saat beliau ada kunjungan kerja ke Surabaya," ucap dr. Azhari memulai pembicaraan saat berjumpa dengan Alana di rumah sakit. "Untuk apa suami saya mendatangi Dokter? Anda ini seorang dokter estetika kan?" tanya Al
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments