Share

RDCI: Lima

Author: Ladiy Piaanti
last update Huling Na-update: 2024-06-21 19:11:04

"Maaf Mel, aku ngak bisa membawamu pergi dari sini . Tapi aku berjanji akan selalu melindungi dan menjagamu sebisaku," ucapku menolak permintaan Melati.

Bukan karena aku tak mampu tapi karena aku tak bisa, posisiku saat ini tak semudah itu. Selain itu ada konsekuensi yang besar di depan sana.

Siapa yang tak kenal sepak terjang Pak Mario, Papanya Melati. Kedudukan yang ia punya bisa memudahkan segalanya.

Kemudian bayangan Alinda terlintas dalam benakku, aku tahu ini salah saat aku berdekatan dengan Melati sebab ada bumerang di depan sana untuk kami nanti.

Selain itu tak mungkin untukku melepaskan Alinda, karena dalam hatiku masih terlalu ambigu untuk memahami seperti apa kehidupan yang akan kujalani bersama Alinda kedepanya.

Biarlah sementara waktu kurahasiakan pada Melati bahwa aku telah menikah. Jika aku berterus terang, aku tak yakin hubungan kami masih bisa sedekat ini.

"Tapi kenapa Bi? Jangan katakan karena kamu uda ngak cinta lagi padaku, itu semua bohong kan? Sebab aku masih bisa melihat ada cinta disana."

Aku tak menjawab juga tak menanggapi ucapan Melati, jika aku menjawab ia. Aku tak mau membuat Melati semakin berharap. Satu yang perlu diketahui kenanganku bersama Melati terlalu indah untuk dilupakan.

Lalu bagaimana jawabanku menikahi Alinda padahal pertemuan kami baru setengah tahun, semua itu terlalu sulit untuk dijawab yang jelas aku tertipu oleh penampilannya.

"Aku ngak bisa Mel!"

Aku tersentak kaget ketika Melati memelukku dengan erat, tubuhku semakin lemas ketika kami berdekatan seperti ini.

Entah siapa yang dulu memulai tapi kini indra pengecap kami saling bertautan, beberapa detik aku terbuai dalam suasana yang kami ciptakan.

Sampai akhirnya aku sadar bahwa ini salah, ucapan Alinda tentang kami tak ada bedanya terngiang ngiang dalam pikiranku.

Gegasku dorong Melati menjauh hingga gadis itu hampir terjungkal, tatapanku menyapu kesegala arah. Untunglah tak ada yang melihat.

"Bi, kamu menolakkku?" tanya Melati terlihat kecewa.

"Bukan begitu Mel, ini semua ngak benar," jawabku gusar.

"Aku rela menyerahkan semuanya padamu Bian dari pada sama Alex." Tidak, aku tak mungkin melakukan sesuatu yang terlarang bersama Melati. Harusku tegaskan pada diri sendiri bahwa aku dan Alinda berbeda bukan murahan.

"Lupakan apa yang telah terjadi, aku tak mau kedekatan kita menjauh hanya karena nafsu."

"Nafsu katamu Bi? Jelas-jelas kita melakukannya melibatkan cinta," sungut Melati terlihat murka.

"Kita tenangkan dulu diri masing-masing."

***

Sesuai keinginanku ingin pindah, hari ini aku pulang cepat karena kebetulan perkerjaanku telah selesai.

Setelah mengemasi barang-barang kami, aku dan Alinda siap untuk berangkat.

Bunda terlihat sedih melepasksn kami. Ah tidak, tepatnya sedih melepaskan Alinda mantu serasa anak sendiri.

Bunda terlibat perbincangan singat bersama Alinda, sepertinya hanya boleh diketahui mereka berdua saja. Aku pun tak terlalu peduli.

"Bunda percaya kamu wanita hebat Alin! Jangan lupa berdo'a sebelum tidur agar mimpi buruk itu tak menggangumu."

"Terimakasih Bun, Bunda terlalu menyayangi Alin seperti anak sendiri. Semoga kedekatan ini tak pernah pudar ya Bun!"

"Tentu saja nak, apa yang kamu takutkan?"

"Alin sayang, ayo kita pergi lagi. Takut kemalaman sampai kerumah baru kita."

Sengaja menghentikan drama tangis Bunda dan Alin, sebab rasa bosan telah menyerang.

"Baiklah. Bun, Alin sama Mas Bian pergi dulu ya," pamit Alinda.

"Jika sampai jangan lupa kabari Bunda ya!"

Setelah mengucapkan salam, barulah Alinda masuk kemobil sempat kubisikan bahwa ia lama sekali. Setelah itu barulah kendaraan ini berjalan, menatap jengan Alinda terus melambai pada Bunda.

Waktu tempuh 2 jam barulah aku dan Alinda sampai kerumah yang akan kami huni, jarak kekantor pun tak terlalu jauh.

Menatap nanar bangunan kokoh dari satu bulan lalu telah kurancang dengan indah, namun semuanya berubah karena Alinda wanita penipu dan aku benci itu.

Hari berjalan seperti biasanya mengenai sikapku pada Alindah tak ubahnya sedingin es. Tapi tanpaknya Alinda tak pernah bosan untuk mengambil simpati dariku.

Ia selalu mengerjakan perkerjaan rumah dengan rapi juga selalu memasakan makanan kesukaanku, mungkin tahu dari Bunda.

Semakin kesini aku sadar bahwa aku lelaki yang egois, hanya karena sebuah masalalu membuatku bisa menghancurkan masadepan seseorang.

"Dah.. Hati-hati dijalan ya Mas! Assalamualaikum."

Setiap pagi Alinda selalu berkats manis begitu juga ketika menyambutku saat pulang kerja. Menghembuskan nafas berat, akhirnya aku sadar bahwa Alinda istri tanpa cela dan cacat.

"Ya! Waalsikumsalam."

"Kamu jawab salamku Mas," pekik Alinda bahagia, memang baru pagi ini kutanggapi ocehannya.

Sampai dikantor aku termenung memikirkan kata-kata untuk diungkapkan pada Alinfa, kata yang pertama minta maaf , lalu kata-kata manis lainya setelah itu barulah kami bercinta.

Bohong jika selama ini aku tak tertarik pada Alinda, bahkan sangat menyiksa.

"Oh iya! Melati ngak kelihatan, ngak kerja dia?" tanyaku pada Soraya, rekan kantor paling dekat dengan Melati.

Sampai asiknya memikirksn Alinda, aku sampai lupa Melati yang tak terlihat.

Aku pun baru sadar semenjak kejadian ciuman ditaman waktu itu, kami terasa canggung, hingga tak sedekat dulu lagi.

"Dia sakit pak, kabarnya karena habis bertengkar dengan Papanya," jelas Soraya.

"Apa?" tanyaku kaget, Soraya hanya mengganguk.

Kini aku dilanda kebingungan waktu yang singat harus kupilih dengan benar. Ini antara Alinda dan Melati dua wanita akhir-akhir ini mengisi hatiku.

Pasti Alinda sedang menunggu kedatanganku sedangkan Melati disana juga sangat membutuhkanku.

Sungguh pilihan yang sulit!!.

-

-

-

Bersambung.

Ladiy Piaanti

Penasaran rahasia apa di masa lalu Alinda, ya?

| Like
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   24: Terpaksa Berpisah

    "Apa?.. Alin mengidap kanker otak?"Sontak saja tubuhku menegang mendengar pertanyaa Alinda."Sayang..." kataku berusaha berkilah."Mau sampai kapan kalian merahasiakanya pada Alin?""Dr. Indra!" sahut kami secara bersamaan.Alinda menatap kearahku dan juga Bunda dengan pandangan getir, tak lama kemudian air mata telah lolos membasahi pipi putih pucatnya."Sayang..!" Aku langsung memeluk Alinda untuk menenangkan kondisinya.Bisa dibayangkan seperti apa mental Alinda saat ini, siapa pun ia tak akan sanggup dengan penyakit ganas yang telah Alinda alami. Apalagi dari penuturan Bunda sudah stadium tiga. Memikirkan itu semua menghancurkan pertahananku agar tidak menangis.Memang pada kenyataanya maut telah ditentukan, tapi ada kala masa kematian itu jangan dulu menghampiri setidaknya sampai siap. Tapi menunggu kata 'siap' tentu tak mudah. Tapi terlepas dari semuanya, satu harapan agar ihklas melepaskan yaitu puncak tertinggi dari bahagia telah dirasakan. "Kita hadapi sama-sama, oke!" ucap

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   23: Penyakit Ganas Alinda

    Sekujur tubuhku rasanya bergetar hebat ketika menyaksikan rekaman CCTV di mana Alinda mengalami kekerasan dari lelaki gila itu, siapa lagi kalau bukan Bram.Awal mula sepertinya Alinda mendengar bunyi ketukan pintu tanpa suara salam seseorang. Detik selanjutnya Alinda terdorong masuk hingga terhempas jatuh kelantai. Aku melihat dengan pandangan nyilu betapa sakit yang dirasakan Alinda. Bisa di lihat berkali - kali Alinda mencoba melindungi area perutnya.Dalam rekaman tanpak Alinda dan Bram terlibat perbincangan berhasil memancing emosi terbukti dari gurat wajah saling menegang, meskipun aku tak tahu apa yang mereka katakan. Sebab suara tidak terlalu jelas terdengar.Rekaman selanjutnya Bram telah mengijak perut Alinda hingga Alinda mengerang kesakitan, namun Alinda masih mencoba melindungi diri juga kedua nyawa anak kami dengan cara mengigit tangan Bram.Tapi justru kepala Alinda di tarik bahka bahkan jilbabnya ikut terlepas, kemudian tubuh Alinda telah melayang keras pada meja berba

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   22: Kecewa

    Menatap kearah dua makam kecil masih terlihat baru terbukti dari tanah yang merah juga masih terlhat basah. Padahal sudah dua hari berlalu tapi masih belum kering mungkin saja karena faktor hujan yang menyerang deras bumi siang tadi."Berbahagia lah kalian di sana nak!" Setelah menyertakan bacaan Al- Fatiha aku beranjak pergi. Pasalnya awan di langit terlihat bergumpal - gumpal, aku yakin cepat atau lambatnya awan itu akan segera mencair dan menjatuhkan diri ke bumi.Mengusap air mata kasar karena rasa sakit masih kentara terasa. Ternyata penantianku selama ini hanya berujung sia - sia, lalu pantaskan diri ini untuk kecewa?."Bian!..." Gerakanku ingin membuka pintu mobil terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namaku."Melati," sapaku karena ternyata yang memanggil namaku adalah Melati.Meskipun hampir tiga tahun kami tak pernah bertemu tapi wajah itu masih teringat jelas dalam ingatanku. Sepertinya ia ingin mengunjungi makan orang tuanya. "Haii! Apa kabar Bian?" "Baik." jaw

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   2l: Berita Duka

    "Mohon isi surat persetujuanya dulu Pak, bahwa Ibu Alinda akan segera kami oprasi. Untuk melihat perkembangan lebih lanjut terkait Ibu dan jan*innya."Dengan tangan gemeter aku meraih pulpen yang diberikan oleh suster itu, detik berikutnya garis tinta telah melekat diatas kertas putih persetujuan orpasi yang akan dilakukan pada Alinda.Menit berikutnya aku tersadar bahwa suster tadi telah pergi setelah mengucapkan terimakasi. Mataku tertuju pada pintu ruangan oprasi yang sudah tertutup beberapa menit yang lalu. Lampu diatas menyala terang membuktikan oprasi sedang berjalan.Mengusap wajah berkali - kali bahwa saat ini aku sedang frustasi. Tidak memperdulikan perut yang terasa melilit akibat belum diisi. Belum lagi tubuh terasa gerah karena tidak menjumpai air dari pagi tadi.Kilasan bayangan demi bayangan yang telah kulalui hari ini terus mengusik pikiranku. Masih teringat jelas banyaknya darah Alinda yang berceceran apalagi saat aku mengangkatnya kemobil. Mengingat itu semua aku tak

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   20: Penuh Kejutan

    Aku menatap kearah Dr. Liona dengan perasaan kesal luar biasa. Bukanya tadi ia membawaku kesini untuk makan dan juga berdiskusi masalalu Alinda.Tapi hampir 10 menit berlalu ia tak kunjung buka suara, ia makan dengan tenang tanpa mengubris siapa pun. Termasuk menawarkanku untuk ikut makan juga tidak. "Allhahdulilah! Sudah selesai." Aku semakin kesal ketika Dr. Liona memandangiku tanpa rasa bersalah atau merasa tidak enak. Padahal ia makan sudah sangat lama walaupun hanya menghabiskan nasi goreng yang ukuranya tak seberapa."Kenapa tidak bicara? Apa perlu saya lebih dulu bersuara?""Saya punya adab. Menghormati ketika orang makan." Dr. Liona mengganguk singat seolah tak peduli."Yang saya ketahui Alinda mengalami trauma berat akibat masalalunya. Setahu saya sudah hampir beberapa tahun yang lalu Alinda keluar dari masa pengobatanya, karena sudah clear.. Intinya Alinda telah sehat berhasil melalui masa traumanya dengan baik. Lalu apa lagi yang perlu dipermaslahkan?""Dokter ingat saat s

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   19: Mencari Solusi

    Mas! Aku lihat kamu akhir - akhir ini sering melamun deh! Kenapa?. Seharusnya senang karena ngak lama lagi keluarga kita akan lengkap," ucap Alinda. Berhasil membuyarkan lamunanku.Menampilkan senyuman kemudian mendekat pada Alinda. "Mas ngak sedang melamun, cuma kepikiran sama tugas kantor yang akhir - akhir ini menumpuk," kataku menyakinkan Alinda, benar saja Alinda mengganguk percaya.Padahal aku sedang memikirkan Pamanya, Bram Wijaya. Selain memukirkan ucapan sekaligus fakta yang ia katakan aku juga berfikir bagaimana membuat ia tidak pernah bertemu dengan Alinda.Meskipun itu mustahil apalagi setelah mendengar ancamanya ketika di lobi kantor tadi. Dari penampilanya sosok Bram tak pernah main - main dari apa yang ia katakan.Tapi setidaknya jika Bram dan Alinda bertemu jangan sekarang, setidaknya sampai anak kami nanti lahir kedunia.Aku tak mau kondisi Alinda memburuk dan berakibat fatal pada calon anak kami. Apalagi dengan kondisi Alinda seperti yang dikatakan Dr. Indra.Sangat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status