Share

RDCI: Enam

Author: Ladiy Piaanti
last update Last Updated: 2024-06-21 19:13:39

Bunyi sepatu bergesekan pada lantai kramik rumah sakit memecahkan keheningan, waktu yang sudah sore tentu saja sudah tak banyak pengunjung rumah sakit.

Hanya sebagian orang saja, sebagian suster yang berlalu lalang dalam diam. Setelah menanyakan pada perawat dimana ruangan Melati Adista aku segera menuju ruang rawat Melati.

Aku hanya bisa berdo'a dalam hati bahwa pilihanku ingin menemui Melati lebih dulu adalah pilihan yang tepat, jika nanti tak ada lagi waktuku untuk berbicara pada Alinda tapi masih ada hari esok.

Sedangkan saat ini aku harus menghibur Melati sebab aku tahu bahwa jiwa gadis itu sedang terguncang.

Terlebih dahulu kuketuk pintu kamar, setelah itu barulah terdengar suara menyuruhku masuk.

"Bagaimana keadaanmu? Maaf datangnya agak telat," sapaku lebih dulu. Kemudian meraih bangku untuk kududuki tepat disamping Melati yang sedang berbaring.

Melihat kondisi lemah Melati aku hanya bisa diam penuh kasihan, kemarahanku semakin menjadi saat melihat bekas merah di pipi putihnya. Entah siapa dengan lancang menampar pipi wanita itu.

"Ngak masalah Bi, kamu datang aja uda buat aku bahagia," jawab Melati pelan sekali-kali ia meringis kesakitan.

Aku pun baru sadar disudut bibirnya terdapat luka sobek.

"Sudah makan?"

"Belum." Aku hanya bisa menghembuskan nafas keras, dari dulu Melati memang seperti itu. Dia tidak akan mau makan jika dalam masalah... Contohnya seperti saat ini.

"Yasudah! Sekarang makan, kebetulan aku tadi beli makanan kesukaanmu. Makan sekarang ya!" kataku sambil menegeluarkan makanan kesukaan Melati yang tadi sempat kubeli sebelum kesini.

"Suapiin," pinta gadis itu merengek manja.

"Hufft.. Baiklah," putusku langsung menyuapi Melati tanpak antusias setelah aku menyetujui untuk menyuapinya.

Saking bersemangatnya ia kini makanan habis tak tersisa, aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah Melati yang begitu mengemaskan.

"Kamu bertengkar lagi sama Papamu, masalah apa?" tanyaku setelah Melati selesai meneguk air dalam aqua botol itu.

"Iya Bi, Papa menyuruhku kembali kedunia model lagi. Tapi aku ngak mau, aku uda capek! Jadi model itu ngak seindah yang terlihat. Itu ini diatur, kamu kan tahu aku dari dulu ngak suka diatur. Yah, beginilah akhirnya kalau menentang permintaan Papa," jelas Melati terlihat sangat benci saat menyebut nama sang Papa. Tapi aku setuju Pak Mario memang pantas dibenci oleh Melati.

"Sementara waktu kamu ikuti aja kemauan Papamu, sampai situasi memungkinkan untukku mengamankanmu Mel. Kita jangan gegabah, kamu juga tahu seperti apa kuasa Papamu itu."

"Tapi Bi.."

"Mel, kali ini aja. Aku ngak mau lihat kamu kayak gini terus," sahutku menekan kalimat agar Melati mengerti ucapanku.

Untunglah Melati wanita yang penurut, meskipun butuh tenaga ekstra untuk membujuk wanita itu.

Tepat pada angka jam menunjukan 22.00, aku pulang secara diam-diam karena Melati terus merengek tak mau kutinggalkan. Sampai akhirnya barulah aku bisa pergi setelah Melati terlelap.

Membutuhku waktu yang singkat untukku sampai kerumah, rumah dalam keadaan sepi namun lampu masih menyala membuatku langsung bertanya-tanya.

Seperti biasa aku membuka pintu sendiri, karena memang memegang kunci serap yang kubawa kemana-mana.

Saat pintu terbuka seketika tubuhku lemas tak bertulang, melihat pemandangan didepanku saat ini, membuatku merasa begitu bersalah pada Alinda.

Pandanganku tertuju pada kue diatas meja berbentuk kue ulang tahun, mengumpat diri sendiri bagaimana mungkin aku bisa melupakan hari ulang tahunku.

"Jangan... Jangan, aku bilang jangan."

Aku menyeritkan dahi saat melihat Alinda terus meracau padahal matanya masih terpejam.

"Jangan.. Kumohon jangan lakukan itu. Tolong, kamu jahat, jahat. Jangan lakukan itu."

Bukannya berhenti Alinda semakin menjadi, membuatku penasaran apa yang sedang dimimpikannya. Yang jelas Alinda bermimpi hal menakutkan terbukti dari raut wajahnya ketakutannya.

Ketika air mata Alinda turut keluar, ketika ia terus meracau. Ada perasaan tak tega.

Hingga kuberanikan diri untuk mendekap erat wanita itu, Alinda langsung terjaga namun tak mengurangi rasa cemas diwajahnya. Ia balas memel**ukku dan kini ia telah menangis terisak dida*daku.

"Mas Bian, aku takut."

"Tenang, Mas ada disini. Kamu cuma mimpi buruk," kataku tanpa sadar mengusap kepalanya tertutup hijab.

"Ngak Mas, semua itu ngak mimpi buruk," bantahnya. Aku hanya bisa diam sibuk bertarung dengan pikiran, mungkinkah Alinda pernah mengalami trauma hingga memasukti waktu tidurnya.

Menit berlalu tak ada gerakan Alinda ingin menjauh dengan pelan aku menjauhkan diri dari Alinda, tak memperdulikan tatapan protes darinya.

"Semua ini kamu yang nyiapin?" tanyaku melihat kue besar berbentuk manis sekali, diatasnya terdapat kreasi angka 29 tahun.

Disisi kanan dan kirinya terdapat banyak aneka makanan kesukaanku, berhasil membuatku menelan ludah.

"Iya Mas, semoga kamu suka ya!" jawab Alinda kini tanpak tenang.

"Aku makan ya!" pintaku meminta persetujuan darinya karena cacing-cacing diperut sudah minta diisi.

Alinda mengganguk sambil mengembangkan senyum.

"Kamu sudah makan?" tanyaku, Alinda menggeleng. Aku menghembuskan nafas keras apa semua wanita tidak mementingkan pola makannya terlebih dahulu, atau memang aku dikelilingi oleh wanita seperti itu.

"Kita makan bersama," ajakku.

"Hemm.. Makasih ya Mas tentang tadi kamu uda beri ketenangan padaku."

"Ngak masalah bukan hal besar."

"Dimata Mas memang bukan hal besar, tapi berbeda bagi Alin. Yang pantas untuk berterima kasih." Aku hanya mengganguk.

"Juga berterimakasih Mas tak sedingin biasanya!" kata Alinda lagi.

"Mas berfikir untuk memulai semuanya dari awal, Alin," kataku menatapnya serius. Alinda balas menatapku seolah mencari kejujuran.

"Mas serius?"

"Apa Mas terlihat bercanda?" Alinda menggeleng.

"Mungkin agak terlambat tapi lebih baik daripada tidak ada. Pertama Mas ingin minta maaf. Bunda benar kita fokus kemasa depan saja, kamu mau kan Alinda?"

Mata Alinda berkaca-kaca menatapku penuh haru sejurus kemudian Alinda meme*lukku dengan erat. Pancaran kelegaan terlihat jelas.

Seperti yang kurencanakan, penutup kisah malam ini berakhir di ranjang.

***

Mengumpat kasar melihat pesan Melati secara beruntun, dikirim saat jam 22.30 malam tadi. Dan bo dohnya aku menonaktifkan ponsel dan baru pagi ini kuperiksa benda cangih ini.

Banyaknya pesan Melati membuat da*daku kian sesak, tanpa aba-aba aku meraih kunci mobil setengah berlari. Tanpa memperdulikan teriakan Alinda memanggilku berulang kali.

-

-

-

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   24: Terpaksa Berpisah

    "Apa?.. Alin mengidap kanker otak?"Sontak saja tubuhku menegang mendengar pertanyaa Alinda."Sayang..." kataku berusaha berkilah."Mau sampai kapan kalian merahasiakanya pada Alin?""Dr. Indra!" sahut kami secara bersamaan.Alinda menatap kearahku dan juga Bunda dengan pandangan getir, tak lama kemudian air mata telah lolos membasahi pipi putih pucatnya."Sayang..!" Aku langsung memeluk Alinda untuk menenangkan kondisinya.Bisa dibayangkan seperti apa mental Alinda saat ini, siapa pun ia tak akan sanggup dengan penyakit ganas yang telah Alinda alami. Apalagi dari penuturan Bunda sudah stadium tiga. Memikirkan itu semua menghancurkan pertahananku agar tidak menangis.Memang pada kenyataanya maut telah ditentukan, tapi ada kala masa kematian itu jangan dulu menghampiri setidaknya sampai siap. Tapi menunggu kata 'siap' tentu tak mudah. Tapi terlepas dari semuanya, satu harapan agar ihklas melepaskan yaitu puncak tertinggi dari bahagia telah dirasakan. "Kita hadapi sama-sama, oke!" ucap

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   23: Penyakit Ganas Alinda

    Sekujur tubuhku rasanya bergetar hebat ketika menyaksikan rekaman CCTV di mana Alinda mengalami kekerasan dari lelaki gila itu, siapa lagi kalau bukan Bram.Awal mula sepertinya Alinda mendengar bunyi ketukan pintu tanpa suara salam seseorang. Detik selanjutnya Alinda terdorong masuk hingga terhempas jatuh kelantai. Aku melihat dengan pandangan nyilu betapa sakit yang dirasakan Alinda. Bisa di lihat berkali - kali Alinda mencoba melindungi area perutnya.Dalam rekaman tanpak Alinda dan Bram terlibat perbincangan berhasil memancing emosi terbukti dari gurat wajah saling menegang, meskipun aku tak tahu apa yang mereka katakan. Sebab suara tidak terlalu jelas terdengar.Rekaman selanjutnya Bram telah mengijak perut Alinda hingga Alinda mengerang kesakitan, namun Alinda masih mencoba melindungi diri juga kedua nyawa anak kami dengan cara mengigit tangan Bram.Tapi justru kepala Alinda di tarik bahka bahkan jilbabnya ikut terlepas, kemudian tubuh Alinda telah melayang keras pada meja berba

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   22: Kecewa

    Menatap kearah dua makam kecil masih terlihat baru terbukti dari tanah yang merah juga masih terlhat basah. Padahal sudah dua hari berlalu tapi masih belum kering mungkin saja karena faktor hujan yang menyerang deras bumi siang tadi."Berbahagia lah kalian di sana nak!" Setelah menyertakan bacaan Al- Fatiha aku beranjak pergi. Pasalnya awan di langit terlihat bergumpal - gumpal, aku yakin cepat atau lambatnya awan itu akan segera mencair dan menjatuhkan diri ke bumi.Mengusap air mata kasar karena rasa sakit masih kentara terasa. Ternyata penantianku selama ini hanya berujung sia - sia, lalu pantaskan diri ini untuk kecewa?."Bian!..." Gerakanku ingin membuka pintu mobil terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namaku."Melati," sapaku karena ternyata yang memanggil namaku adalah Melati.Meskipun hampir tiga tahun kami tak pernah bertemu tapi wajah itu masih teringat jelas dalam ingatanku. Sepertinya ia ingin mengunjungi makan orang tuanya. "Haii! Apa kabar Bian?" "Baik." jaw

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   2l: Berita Duka

    "Mohon isi surat persetujuanya dulu Pak, bahwa Ibu Alinda akan segera kami oprasi. Untuk melihat perkembangan lebih lanjut terkait Ibu dan jan*innya."Dengan tangan gemeter aku meraih pulpen yang diberikan oleh suster itu, detik berikutnya garis tinta telah melekat diatas kertas putih persetujuan orpasi yang akan dilakukan pada Alinda.Menit berikutnya aku tersadar bahwa suster tadi telah pergi setelah mengucapkan terimakasi. Mataku tertuju pada pintu ruangan oprasi yang sudah tertutup beberapa menit yang lalu. Lampu diatas menyala terang membuktikan oprasi sedang berjalan.Mengusap wajah berkali - kali bahwa saat ini aku sedang frustasi. Tidak memperdulikan perut yang terasa melilit akibat belum diisi. Belum lagi tubuh terasa gerah karena tidak menjumpai air dari pagi tadi.Kilasan bayangan demi bayangan yang telah kulalui hari ini terus mengusik pikiranku. Masih teringat jelas banyaknya darah Alinda yang berceceran apalagi saat aku mengangkatnya kemobil. Mengingat itu semua aku tak

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   20: Penuh Kejutan

    Aku menatap kearah Dr. Liona dengan perasaan kesal luar biasa. Bukanya tadi ia membawaku kesini untuk makan dan juga berdiskusi masalalu Alinda.Tapi hampir 10 menit berlalu ia tak kunjung buka suara, ia makan dengan tenang tanpa mengubris siapa pun. Termasuk menawarkanku untuk ikut makan juga tidak. "Allhahdulilah! Sudah selesai." Aku semakin kesal ketika Dr. Liona memandangiku tanpa rasa bersalah atau merasa tidak enak. Padahal ia makan sudah sangat lama walaupun hanya menghabiskan nasi goreng yang ukuranya tak seberapa."Kenapa tidak bicara? Apa perlu saya lebih dulu bersuara?""Saya punya adab. Menghormati ketika orang makan." Dr. Liona mengganguk singat seolah tak peduli."Yang saya ketahui Alinda mengalami trauma berat akibat masalalunya. Setahu saya sudah hampir beberapa tahun yang lalu Alinda keluar dari masa pengobatanya, karena sudah clear.. Intinya Alinda telah sehat berhasil melalui masa traumanya dengan baik. Lalu apa lagi yang perlu dipermaslahkan?""Dokter ingat saat s

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   19: Mencari Solusi

    Mas! Aku lihat kamu akhir - akhir ini sering melamun deh! Kenapa?. Seharusnya senang karena ngak lama lagi keluarga kita akan lengkap," ucap Alinda. Berhasil membuyarkan lamunanku.Menampilkan senyuman kemudian mendekat pada Alinda. "Mas ngak sedang melamun, cuma kepikiran sama tugas kantor yang akhir - akhir ini menumpuk," kataku menyakinkan Alinda, benar saja Alinda mengganguk percaya.Padahal aku sedang memikirkan Pamanya, Bram Wijaya. Selain memukirkan ucapan sekaligus fakta yang ia katakan aku juga berfikir bagaimana membuat ia tidak pernah bertemu dengan Alinda.Meskipun itu mustahil apalagi setelah mendengar ancamanya ketika di lobi kantor tadi. Dari penampilanya sosok Bram tak pernah main - main dari apa yang ia katakan.Tapi setidaknya jika Bram dan Alinda bertemu jangan sekarang, setidaknya sampai anak kami nanti lahir kedunia.Aku tak mau kondisi Alinda memburuk dan berakibat fatal pada calon anak kami. Apalagi dengan kondisi Alinda seperti yang dikatakan Dr. Indra.Sangat

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   18: Fakta Bahagia Dan Mengejutkan

    "Selamat Pak, Bu. Kandungannya sudah jalan satu minggu. Karena masih sangat mudah jauhi dari beraktivitas membuat Ibunya kelelahan ya!."Sejenak aku mematung dengan mata berkaca - kaca seolah tak percaya. Benarkah ini nyata atau mimpi, jika ini mimpi biarlah selamanya seperti ini."Mas.." panggil Alinda dengan mata berkaca - kaca.Alinda mengengam tanganku, kehangatan yang diberikanya membuatku sadar bahwa ini nyata."Allahamdulilah! Terimakasi sayang!" ucapku dengan rasa senang ambil menc*iumi seluruh wajah Alinda."Terimakasih kembali Mas."Setelah diberi obat dan penjelasan terkait kesehatan Alinda bersama calon anak kami. Aku dan Alinda segera pulang. Sudah tidak sabar ingin memberi tahu Bunda berita bahagia yang sudah lama kami tunggu - tunggu."Apa? Ham*il!" kata Bunda berteriak girang sejurus kemudian beliau langsung memeluk Alinda sambil membisikan ucapan terimakasih.Aku ikut tersenyum haru dan bahagia, kini keluarga kami benar benar telah lengkap tinggal menunggu kelahiran

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   17: Hami*l?

    #BismillahRahasia Dibalik Cadar Istriku 17"Tunggu! Dia keponakan saya. Biarkan saya yang akan mengurusnya!"Menepis kasar tangan itu ketika ia ingin menggapai Alinda. Dengan cepat kumasukan Alinda ke dalam mobil."Jangan pernah befikir untuk menyakiti istri saya," tekanku berapi-api sambil melayangkan tatapan tajam padanya. Jika tidak mengingat kondisi Alinda sudah kuhajar ia habis-habisan."Istri?"Tanpa memperdulikan raut terkejut dari Bram aku segera melajukan mobil ke rumah sakit.Setelah sampai aku langsung membawanya keruangan Dr. Indra, tapi ternyata Dr. Indra tidak ada melainkan seorang Dokter muda."Tolong periksa istri saya Dok, dia mengalami sesak nafas," pintaku padanya.Dokter itu mengganguk kemudian menarik masker menutupi wajahnya, tidak ada senyum terukir disana hingga terkesan angkuh. Pantaskah aku mengatakan ia Dokter yang sombong?."Anda istrinya?" pertanyaanya membuyarkan lamunanku. Mengganguk singkat, kemudian duduk dihadapanya tanpa diminta.Sebelum itu sempat

  • Rahasia di Balik Cadar Istriku   16: Tidak Bisa Punya Anak?

    #BismillahRahasia Dibalik Cadar Istriku 16Terhitung angka pernikahanku dengan Alinda sudah menginjak angka satu tahun. Pahit dan manisnya telah kami tempuh dan kami lalui bersama.Semenjak kepergian Melati dari rumah kala itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabar dan bertemu denganya. Tentu saja aku bersyukur, tidak akan ada lagi pengusik rumah tangga kami.Satu hal yang belum terwujud yaitu seorang anak diantara aku dan Alinda. Mungkin jika sudah kami miliki, kebahagiaan kami akan sempurna.Pagi ini aku dan Alinda telah bersiap kerumah sakit untuk mengecek kesehatanku dan Alinda. Apakah aku atau Alinda terjadi sesuatu pada kesuburan kami. Atau bisa jadi keduanya.Bunda mengengam tangan Alinda erat seolah menguatkan. Memang akhir pekan Bunda sering menginap disini, tentu saja aku dan Alinda senang mendengarnya. Sebab dari awal kami telah mengajak Bunda untuk tinggal satu rumah, tapi beliau menolak karena tidak bisa meninggalkan rumah masa kecilku itu. Karena terlalu banyak kenanga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status