Menikahi wanita sholeha dan terjaga tentu impian setiap lelaki. Begitu juga dengan Biantara Narendra. Lelaki yang telah berusia matang itu bahagia karena berhasil menikahi Alinda Tasifa Bella, gadis bercadar yang telah berkenalan dengannya lima bulan lalu. Sayang, semuanya berubah setelah malam pertama mereka... Ternyata, ada rahasia yang disembunyikan istrinya itu! Sebelum itu jangan lupa subscribe, love dan ikuti akun author. Terima kasih.
View More"Buka cadarmu Alinda!" pintaku pelan kepada wanita bergamis hitam senada dengan kain yang menutupi kepala juga wajahnya.
Namanya Alinda Tasifa Bella, nama yang sangat indah. Seindah wajah dan tutur bahasanya. " Ta-tapi Mas.." Aku tersenyum maklum menanggapi wajah gugup wanita yang baru kunikahi siang tadi. Alinda wanita yang telah kukenal selama lima bulan telah berhasil kuikat dengan janji suci di depan saksi juga ahli agama. Alinda yatim piatu tinggal bersama Paman dan Bibinya, dia gadis yang mandiri, sebab itulah membuatku langsung jatuh hati. "Aku suamimu Alinda," ucapku mengingatkan setatus kami. Meskipun kegugupan masih kentara terlihat, Alinda tetap membuka cadar penutup wajahnya. Setelah kain itu terbuka seketika membuatku terpaku takjub dengan ciptaanya. Alinda, istriku benar benar cantik. "Kamu cantik Alin." Sambil beringsut mendekatinya. Gadis itu tersenyum malu-malu terlihat sangat mengemaskan. Kulit putih bersih terbukti karena ia sering berwuduh kini tanpak merona saat jari jemariku berhasil menjangkau wajahnya. "Bolehkah Malam ini?" pintaku tercekat "Besok pun sama saja, Alin," kataku sebelum Alinda menjawab. Senyumku melebar ketika Alinda mengganguk meskipun rasa gugup hingga berkeringat dingin tak luput dari perhatianku. "Tapi Mas...!" Aku menghentikan aksi ketika Alinda tanpak keberatan, namun pada akhirnya gadis itu mengganguk pasrah setelah berkali kali kuyakinkan. Bukankah hal konyol untuk menunda jika kami sudah menikah. Perlahan lahan tapi pasti kegugupan Alinda berangsur menghilang terbukti dari respon yang ia berikan. Tersenyum senang membayangkan setelah ini Alinda akan menjadi satu satunya istriku, kami akan hidup bahagia bersama anak-anak kami nanti. Namun saat memulai semuanya, keningku menyerit. Merasakan sesuatu yang berbeda. "Aku bukan yang pertama Alin, jujur katakan siapa yang pertama?" Setelah mengatakan itu aku segera bangkit kembali memakai pakaianku. Rasa kecewa dan amarah meletup letup didalam d4da, salahkah kami para suami mengingikan hal yang pertama? Bagiku itu sebuah keharusan. Sama saja semuanya sia sia aku menjaga diri jika akhirnya mendapatkan barang bekas. Arghh.. "Cepat katakan, siapa lelaki itu?" tuntutku menatap wanita itu nyalang. Tak ada jawaban hanya tangisan yang terdengar, isakan Alinda semakin membuat emosiku naik keubun-ubun. "Tak kusangka disebalik tertutupnya dirimu ternyata ada rahasia yang kau sembunyikan Alinda. Argh.. Kenapa harus kepadaku!" erangku frustasi. "Saat kamu melamar aku telah menolakmu duluan Mas, karena aku sadar diri tidak pantas bersanding dengamu Mas. Tapi kamu memaksa karena kamu terlihat benar benar mencintaiku dengan tulus," sahutnya disela tangisan. "Jadi kamu menyalahkanku Alin, asal kamu tahu dari awal jika kamu jujur padaku, tak akan sudi aku menikahimu." Benar benar wanita penipu, sosok yang dulu kupuja puja kini melihatnya sangat enggan terasa muak sekali. Bahkan menj*ijikan. "Ternyata kain penutup yang kau pakai hanya menutupi kebusukanmu saja Alinda. Lepaskan saja, kau tidak cocok mengenakannya." "Jaga ucapanmu Mas, aku diam ketika kamu menghinaku tapi tidak ketika menghina pakaianku. Jika kamu seperti itu, lalu apa bedanya kamu dengan orang munafik." "Kamu...!" "Apa Mas, tampar. Ayo tampar saja," teriak Alinda menantang. "Arghh.. Kurang ajar, gil4 ini sangat gil4." "Cepat bereskan barang-barang kamu, keluarlah dari rumah ini." "Baik. Aku akan pergi Mas!" Mengusap kasar pipinya. Alinda bergegas setelah mengenakan pakaian , memasukan pakiannya kedalam koper . Aku hanya diam kemudian membuka pintu kamar lebar lebar. Mempersilahkan Alinda keluar. "Ternyata bualan manismu selama ini omong kosong Mas, nyatanya rasa cintamu tak ada seujung kuku," sindir Alinda, tapi aku tak peduli. "Terserah, cepatlah enyah dariku wanita menji*jikan." Ia tak menjawab hanya menatapku penuh luka. "Siapa yang menyuruhmu pergi nak Alin? Jangan pernah pergi sebelum aku yang menyuruhmu. Selain itu tak ada yang berhak." "Bunda..!?" Bersambung."Apa?.. Alin mengidap kanker otak?"Sontak saja tubuhku menegang mendengar pertanyaa Alinda."Sayang..." kataku berusaha berkilah."Mau sampai kapan kalian merahasiakanya pada Alin?""Dr. Indra!" sahut kami secara bersamaan.Alinda menatap kearahku dan juga Bunda dengan pandangan getir, tak lama kemudian air mata telah lolos membasahi pipi putih pucatnya."Sayang..!" Aku langsung memeluk Alinda untuk menenangkan kondisinya.Bisa dibayangkan seperti apa mental Alinda saat ini, siapa pun ia tak akan sanggup dengan penyakit ganas yang telah Alinda alami. Apalagi dari penuturan Bunda sudah stadium tiga. Memikirkan itu semua menghancurkan pertahananku agar tidak menangis.Memang pada kenyataanya maut telah ditentukan, tapi ada kala masa kematian itu jangan dulu menghampiri setidaknya sampai siap. Tapi menunggu kata 'siap' tentu tak mudah. Tapi terlepas dari semuanya, satu harapan agar ihklas melepaskan yaitu puncak tertinggi dari bahagia telah dirasakan. "Kita hadapi sama-sama, oke!" ucap
Sekujur tubuhku rasanya bergetar hebat ketika menyaksikan rekaman CCTV di mana Alinda mengalami kekerasan dari lelaki gila itu, siapa lagi kalau bukan Bram.Awal mula sepertinya Alinda mendengar bunyi ketukan pintu tanpa suara salam seseorang. Detik selanjutnya Alinda terdorong masuk hingga terhempas jatuh kelantai. Aku melihat dengan pandangan nyilu betapa sakit yang dirasakan Alinda. Bisa di lihat berkali - kali Alinda mencoba melindungi area perutnya.Dalam rekaman tanpak Alinda dan Bram terlibat perbincangan berhasil memancing emosi terbukti dari gurat wajah saling menegang, meskipun aku tak tahu apa yang mereka katakan. Sebab suara tidak terlalu jelas terdengar.Rekaman selanjutnya Bram telah mengijak perut Alinda hingga Alinda mengerang kesakitan, namun Alinda masih mencoba melindungi diri juga kedua nyawa anak kami dengan cara mengigit tangan Bram.Tapi justru kepala Alinda di tarik bahka bahkan jilbabnya ikut terlepas, kemudian tubuh Alinda telah melayang keras pada meja berba
Menatap kearah dua makam kecil masih terlihat baru terbukti dari tanah yang merah juga masih terlhat basah. Padahal sudah dua hari berlalu tapi masih belum kering mungkin saja karena faktor hujan yang menyerang deras bumi siang tadi."Berbahagia lah kalian di sana nak!" Setelah menyertakan bacaan Al- Fatiha aku beranjak pergi. Pasalnya awan di langit terlihat bergumpal - gumpal, aku yakin cepat atau lambatnya awan itu akan segera mencair dan menjatuhkan diri ke bumi.Mengusap air mata kasar karena rasa sakit masih kentara terasa. Ternyata penantianku selama ini hanya berujung sia - sia, lalu pantaskan diri ini untuk kecewa?."Bian!..." Gerakanku ingin membuka pintu mobil terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namaku."Melati," sapaku karena ternyata yang memanggil namaku adalah Melati.Meskipun hampir tiga tahun kami tak pernah bertemu tapi wajah itu masih teringat jelas dalam ingatanku. Sepertinya ia ingin mengunjungi makan orang tuanya. "Haii! Apa kabar Bian?" "Baik." jaw
"Mohon isi surat persetujuanya dulu Pak, bahwa Ibu Alinda akan segera kami oprasi. Untuk melihat perkembangan lebih lanjut terkait Ibu dan jan*innya."Dengan tangan gemeter aku meraih pulpen yang diberikan oleh suster itu, detik berikutnya garis tinta telah melekat diatas kertas putih persetujuan orpasi yang akan dilakukan pada Alinda.Menit berikutnya aku tersadar bahwa suster tadi telah pergi setelah mengucapkan terimakasi. Mataku tertuju pada pintu ruangan oprasi yang sudah tertutup beberapa menit yang lalu. Lampu diatas menyala terang membuktikan oprasi sedang berjalan.Mengusap wajah berkali - kali bahwa saat ini aku sedang frustasi. Tidak memperdulikan perut yang terasa melilit akibat belum diisi. Belum lagi tubuh terasa gerah karena tidak menjumpai air dari pagi tadi.Kilasan bayangan demi bayangan yang telah kulalui hari ini terus mengusik pikiranku. Masih teringat jelas banyaknya darah Alinda yang berceceran apalagi saat aku mengangkatnya kemobil. Mengingat itu semua aku tak
Aku menatap kearah Dr. Liona dengan perasaan kesal luar biasa. Bukanya tadi ia membawaku kesini untuk makan dan juga berdiskusi masalalu Alinda.Tapi hampir 10 menit berlalu ia tak kunjung buka suara, ia makan dengan tenang tanpa mengubris siapa pun. Termasuk menawarkanku untuk ikut makan juga tidak. "Allhahdulilah! Sudah selesai." Aku semakin kesal ketika Dr. Liona memandangiku tanpa rasa bersalah atau merasa tidak enak. Padahal ia makan sudah sangat lama walaupun hanya menghabiskan nasi goreng yang ukuranya tak seberapa."Kenapa tidak bicara? Apa perlu saya lebih dulu bersuara?""Saya punya adab. Menghormati ketika orang makan." Dr. Liona mengganguk singat seolah tak peduli."Yang saya ketahui Alinda mengalami trauma berat akibat masalalunya. Setahu saya sudah hampir beberapa tahun yang lalu Alinda keluar dari masa pengobatanya, karena sudah clear.. Intinya Alinda telah sehat berhasil melalui masa traumanya dengan baik. Lalu apa lagi yang perlu dipermaslahkan?""Dokter ingat saat s
Mas! Aku lihat kamu akhir - akhir ini sering melamun deh! Kenapa?. Seharusnya senang karena ngak lama lagi keluarga kita akan lengkap," ucap Alinda. Berhasil membuyarkan lamunanku.Menampilkan senyuman kemudian mendekat pada Alinda. "Mas ngak sedang melamun, cuma kepikiran sama tugas kantor yang akhir - akhir ini menumpuk," kataku menyakinkan Alinda, benar saja Alinda mengganguk percaya.Padahal aku sedang memikirkan Pamanya, Bram Wijaya. Selain memukirkan ucapan sekaligus fakta yang ia katakan aku juga berfikir bagaimana membuat ia tidak pernah bertemu dengan Alinda.Meskipun itu mustahil apalagi setelah mendengar ancamanya ketika di lobi kantor tadi. Dari penampilanya sosok Bram tak pernah main - main dari apa yang ia katakan.Tapi setidaknya jika Bram dan Alinda bertemu jangan sekarang, setidaknya sampai anak kami nanti lahir kedunia.Aku tak mau kondisi Alinda memburuk dan berakibat fatal pada calon anak kami. Apalagi dengan kondisi Alinda seperti yang dikatakan Dr. Indra.Sangat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments