Share

Rahasia di Balik Pernikahanku
Rahasia di Balik Pernikahanku
Author: Titisan tinta

Bab 1. Tanggung Jawab

"Saya akan tanggung jawab sama kamu," ucap Reyhan.

"Tanggung jawab apa maksud Mas Reyhan?" tanya gadis yang saat ini sedang terbaring di ranjang rumah sakit.

"Saya akan tanggung jawab atas anak yang ada di perut kamu Frey."

Gadis bernama Freya itu pun terdiam, dia tidak pernah menyangka perkataan itu akan datang dari laki-laki yang kini duduk di sebelah ranjangnya, laki-laki yang selalu kaku dan jarang tersenyum. Bagaimana mungkin Reyhan mengatakan tentang tanggung jawab yang tidak seharusnya dia tanggung,

"Nggak perlu Mas, aku bisa menghadapi semuanya sendiri," ucap Freya.

Tidak, dia tidak ingin melibatkan orang yang tidak bersalah, dia tidak ingin menyeret orang lain ke dalam masalahnya, dan dia tidak ingin orang lain yang bertanggung jawab atas kesalahannya.

"Apa kamu tega membiarkan anak itu lahir tanpa seorang ayah?" tanya Reyhan.

"Aku akan mencari jalan keluarnya Mas."

"Jalan keluar seperti apa yang kamu maksud? Atau kamu berniat untuk menggugurkan anak yang ada di dalam kandungan kamu itu?" tuduh Reyhan dengan tatapan dingin.

"Mas Reyhan tidak berhak menghakimiku!"

"Saya berhak, bagaimanapun anak yang ada di perut kamu adalah keturunan dari Buana."

"Da-dari mana Mas Reyhan tahu?" tanya Freya terbata, dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari Reyhan. Freya kira Reyhan hanya merasa kasihan pada dirinya tanpa tahu siapa ayah dari anak dalam kandungannya tersebut.

"Saya tahu, saya tahu apapun tentang dirimu."

"Tapi Mas..."

"Tidak ada tapi, segera saya akan mendaftarkan pernikahan kita dan membawa kamu ke keluarga Buana, sebaiknya kamu istirahat agar bisa lekas keluar dari rumah sakit ini!" potong Reyhan.

Freya terdiam, entah bagaimana caranya Reyhan tahu tentang ayah dari anak dalam kandungannya. Benar, bagaimana pun juga anak dalam kandungannya memang salah satu keturunan keluarga Buana yang tidak lain adalah nama keluarga Reyhan. Anak itu adalah anak Vino yang tidak lain adalah adik kandung Reyhan sendiri. Meskipun begitu Freya tidak habis pikir mengapa Reyhan memutuskan untuk bertanggung jawab dengan menikahinya.

Laki-laki dengan setelan jas berwarna hitam itu pun segera menelpon seseorang untuk memerintahkan sesuatu.

"Urus semua berkas-berkas saya dan Freya, segera buat janji ke catatan sipil!"

Setelah mengatakan itu Reyhan langsung memutuskan sambungan dan menatap ke arah wanita yang masih terbaring sambil menatap bingung ke arahnya. Keduanya masih saling diam hingga ketukan suara sepatu datang menghampiri mereka.

"Selamat siang Nyonya Freya, apa kabarnya? Saya senang akhirnya Nyonya Freya sudah siuman. Saya periksa sebentar ya," ucap dokter ramah.

Freya hanya tersenyum canggung dan membiarkan dokter tersebut memeriksa keadaannya.

"Semuanya sudah stabil, Nyonya Freya hanya kelelahan dan stess, untuk kandungannya tidak ada masalah dan tergolong kuat, namun untuk selanjutnya Nyonya harus lebih memperhatikan pola makan, tidur dan aktifitas agar tidak kelelahan dan stess berlebihan," kata dokter bernama Ramond yang baru saja selesai memeriksa keadaan Freya.

"Kapan saya bisa pulang dari rumah sakit ini Dok?" tanya Freya pelan, sesungguhnya dia merasa tidak enak berada di rumah sakit ini karena dia yakin Reyhan yang menanggung semua biayanya.

"Sore ini Nyonya sudah bisa pulang, nanti saya resepkan obat dan vitamin yang harus Nyonya konsumsi selama di rumah ya."

"Baik, terimakasih Dokter."

Setelah percakapan sedikit dokter beserta dua suster pun keluar ruangan meninggalkan Freya dan Reyhan di sana. Segera suasana menjadi terasa canggung tanpa ada di antara mereka yang membuka percakapan kembali.

"Terimakasih Mas." Pada akhirnya Freya membuka percakapan.

"Hmmm," balas Reyhan dengan gumaman.

Freya tidak lagi membuka suara, laki-laki di sebelahnya tampak sibuk dengan handphone miliknya tanpa menoleh ke arahnya, hingga beberapa menit kemudian barulah Reyhan menatap ke arahnya dan membuka suara.

"Saya sudah mengurus kepulanganmu, setelah ini kamu akan tinggal di apartemen milikku dan segera kita akan ke catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahan.

"Tapi Mas..."

"Sudah saya bilang tidak ada tapi," potong Rayhan.

"Mas Reyhan kenapa melakukan ini semua?" tanya Freya penasaran.

Reyhan terdiam, dia tampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Freya.

"Saya merasa bertanggung jawab atas dirimu dan anak yang ada di dalam kandunganmu, saya tidak akan membiarkan penerus keluarga Buana terlahir tanpa seorang ayah dan hidup dengan tidak layak," jawab Reyhan kemudian.

"Tapi Mas Reyhan tidak harus berkorban sebesar itu untuk saya."

"Sudah saya bilang tidak ada kata tapi, sekarang istirahat dan nanti sore kita akan pulang ke apartemen, jangan banyak berpikir karena itu akan berakibat buruk pada anak yang ada di dalam kandungan kamu, kamu dengar kan tadi yang dokter bilang?" ucap Reyhan dingin dan penuh penekanan sehingga Freya tidak bisa lagi berkutik selain menganggukkan kepala.

Reyhan kembali fokus pada handphone di tangannya, sepertinya dia sedang membaca beberapa dokumen pekerjaan, rasa letih membuat Freya ingin tidur dan beristirahat namun keberadaan Reyhan di sampingnya membuat dia merasa canggung , bagaimana bisa dia tidur dengan nyenyak saat kulkas delapan pintu setia duduk di sebelahnya.

Hingga menjelang sore tibalah saatnya Freya untuk pulang dari rumah sakit, seperti yang dikatakan Reyhan kini Freya dibawa ke apartemen mewah di kota itu yang mana sudah pasti hanya dihuni oleh orang-orang kelas elite.

"Ini kamarmu, mulai sekarang kamu tinggal di sini, dan ini kartu ATMku, kamu bisa menggunakannya untuk keperluan sehari-hari," ucap Reyhan setibanya mereka di apartemen, kini keduanya sudah berada di dalam salah satu kamar apartemen tersebut.

"Tidak perlu Mas, aku tidak mau merepotkan Mas Reyhan lebih banyak lagi," tolak Freya saat Reyhan menyodorkan kartu yang berisi saldo rupiah tersebut.

"Jika kamu banyak menolak itu justru sangat merepotkan," balas Reyhan dingin.

"Tapi Mas ..."

"Sudah kubilang tidak ada tapi!" sanggah Reyhan sebelum Freya melanjutkan perkataannya.

Freya tidak lagi menjawab, dengan berat hati dia mengambil kartu ATM yang disodorkan kepadanya dan mengucapkan terimakasih. Setelah itu Reyhan memintanya untuk beristirahat di kamar dan mengatakan bahwa dia akan pergi ke kantor untuk urusan pekerjaan. Barulah setelah kepergian laki-laki itu Freya bisa bernapas dengan lega, sejak berada di rumah sakit dia merasa sangat tertekan dan harus berhati-hati bahkan hanya untuk sekedar bernapas.

Freya sudah mengenal Reyhan cukup lama, laki-laki itu adalah anak dari teman ayahnya, dan Freya mengenal Reyhan sebagai laki-laki dingin, bahkan mereka tidak banyak saling mengobrol saat saling bertemu selain hanya basa-basi dan bertegur sapa, laki-laki itu bagaikan kulkas delapan pintu yang selalu memasang wajah dingin mencekam. Entah bagaimana caranya dia bisa berada di rumah sakit bersama Reyhan, seingatnya dia baru saja kembali dari makam ayahnya setelah mendengar kabar tentang kepergian ayah dari anak di kandungannya itu ke luar negeri.

Dalam waktu tiga hari hidupnya yang selama ini baik-baik saja mendadak porak poranda, ayahnya yang selama ini menjadi keluarga satu satunya yang dia miliki mendadak meninggal dunia karena serangan jantung.

Tidak lama setelah itu dia baru mengetahui bahwa saat ini dia sedang hamil dua minggu namun ketika dia hendak menemui laki-laki yang merupakan ayah dari anak yang dikandungnya lagi-lagi dia harus menerima kenyataan pahit, laki-laki itu telah pergi meninggalkannya ke luar negeri untuk mengejar mimpi-mimpinya, meninggalkannya seorang diri dalam keadaan terpuruk tanpa arah.

Hingga saat di mana Freya merasa sangat lelah tak bertenaga setelah gagal mengejar ayah dari calon buah hatinya itu ke bandara. Dia yang sudah hilang arah pergi ke makam sang ayah untuk mengadu dan tak sadarkan diri setelahnya hingga terbangun di sebuah ranjang rumah sakit dengan sosok Reyhan yang ada di sebelahnya.

"Mas, apakah kita benar-benar akan menikah?" tanya Freya malam itu.

"Hmmm," jawab Reyhan.

"Bagaimana jika keluarga Mas Reyhan tahu kalau anak ini bukan anak Mas Reyhan?"

"Biarkan itu menjadi rahasia pernikahan kita, secepatnya kita akan menikah Frey."

"Ka-kapan?"

"Besok."

"Apa?" tanya Freya syok.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status