Home / Romansa / Rahasia di Ranjang Malam Pertama / 7 | Bukan Hanya tentang Cinta

Share

7 | Bukan Hanya tentang Cinta

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-08-01 14:48:55

Daisha menahan keras suara desahnya, bahkan sekadar lenguhan pun tidak dia biarkan lolos. Tak mau terkesan menikmati saat cara Garda mendatanginya tidak seperti di malam pertama yang Daisha kagumi. Kali ini berbeda, sangat.

Cengkeramannya di sprei kian menguat. Daisha memalingkan wajah. Baru kali ini dia ingin rungunya tak berfungsi, karena bunyi perjumpaan kulit yang dihantam-hantam tak ada unsur mesra.

Daisha pejamkan mata, tak mau melihat bagaimana raut Garda detik ini. Tak mau meninggalkan jejak buruk dari yang namanya bercinta.

Meski dulu pernah disenggama, tetapi Daisha tak pernah benar-benar tahu bagaimana kejadiannya. Garda masih yang pertama walau bukan si nomor satu.

Ah, ya ... bukankah Daisha pernah bilang bahwa dirinya dilecehkan oleh si peneror? Daisha sudah jujur satu poin kepada suaminya di subuh itu. Sayangnya, karena ketidakjujuran di awal, kejujuran Daisha diragukan. Karena sempat menutupi, keterbukaan Daisha tidak mudah dipercayai.

Lantas, yang Garda lakukan sekarang adalah buah dari kepercayaannya yang sudah Daisha cabik-cabik. Betul?

Jadi, biarkan penyatuan ini berlangsung tanpa Daisha paksa rampung. Biarkan Garda bertingkah sepuas hati, Daisha ikhlas walau tidak menikmati.

Daisha rasa Garda sangat berhak sekali pun menggoreskan kaca di lembar perasaannya. Membuat robek keping hati Daisha, Garda punya keistimewaan itu. Karena Daisha bahkan sudah lebih dulu mengoyak hati Garda. Benar demikian?

Suara geraman lelaki itu lantas terdengar jelas, bahkan iringan decap erotis yang dihasilkan dari pertumbukan kulit. Sangat berisik. Garda menumbuknya dengan cepat.

Tubuh Daisha mengikuti irama entakannya, tak bisa dia tahan-tahan agar tetap geming. Hanya suara dari mulutnya yang bisa Daisha kendalikan, meski sampai menggigit kuat-kuat bibir bagian dalam.

Tidak mau.

Daisha tak mau terbaca menikmati persetubuhan dengan cara yang semerendahkan ini walau dia memberikan izin.

Akan jadi serendah apa lagi nanti dirinya di mata suami?

Hingga kini ... Daisha mendapati dirinya terdampar cukup hina di kasur, di dalam kamar utama, yang baru saja Garda tingkahi.

Lelaki itu sudah pergi tadi, bahkan di saat jutaan sel calon anak bangsa dimuntahkan di atas perutnya. Daisha menutup mata dengan lengan, masih tak tertutup sehelai benang, sementara Garda langsung mengenakan celananya kembali yang memang tidak benar-benar dia lepaskan sepanjang memesrai.

Memesrai?

Sepertinya bukan, ya? Daisha tidak merasa Garda mesra tadi, meski tubuh satu sama lain saling dipertautkan.

Daisha bangun, diraihnya tisu, dia bersihkan perutnya. Lepas itu, dia ambil handuk yang teronggok di lantai. Kembali mandi.

Di bawah guyuran air, Daisha tercenung. Menanyakan pada hati, pilihannya untuk bertahan dan mengembalikan kehangatan rumah tangga apa hanya karena cinta?

Tidak.

Ini sudah bukan lagi tentang cinta. Kalau hanya cinta yang Daisha emban, mungkin mundur dan menyudahi adalah putusan yang bisa diambil dengan mudah saat kata 'murahan' keluar dari lisan Garda.

Dilemanya tidak sesederhana itu.

Bukan hanya soal cinta.

Lalu apa?

Daisha basuh tubuhnya dengan sabun, tetapi masih merasa kotor walau kemudian sudah dia bilas.

Bertahan untuk apa? Memerjuangkan kehangatan rumah tangga atas dasar apa? Citra orang tua?

Tapi bukan cuma itu.

Di sisi lain, Daisha merasa pantas mendapatkan kekecewaan Garda lebih daripada yang sudah-sudah. Sisi lainnya lagi, kalaupun bercerai detik ini, apa bisa menjamin hidupnya tidak lebih 'neraka' daripada yang sekarang?

Daisha mengukur batas kesanggupan. Untuk saat ini, dia akan menganggap semua yang terjadi kini adalah risiko dari pilihan yang dia ambil.

Pilihan apa memang?

Menikah.

Menutupi ketidaksempurnaan dengan sempurna hingga menjadi rahasia menahun.

Jadi, mundur dan bercerai untuk sekarang adalah pilihan dalam daftar solusi paling akhir. Daisha ingin berbenah dulu, alih-alih melarikan diri dan menghadirkan neraka yang baru.

Sekalian, anggap saja Daisha sedang membunuh cinta yang tumbuh itu. Dan ... anggap sedang menebus kekecewaan di diri pria sebaik suaminya.

Sampai tiba jam makan malam, Daisha keluar. Pas sekali. Melihat Garda, Daisha senyumi.

"Mau makan di luar, Kak?"

Tatapan pria itu tidak bisa Daisha definisi.

"Iya."

Daisha mengangguk. Dia melenggang ke dapur.

Terdengar suara motor meninggalkan pekarangan. Daisha meneguk air minumnya, lalu mengulum bibir.

Apa yang terjadi sore tadi seolah tidak pernah terjadi.

***

Keesokan harinya ....

"Aku mau kerja, Kak."

Bagaimanapun Garda masih suaminya. Daisha bukan minta izin memang, lebih kepada menginformasi langkah baru yang akan dia mulai.

"Uang nafkah nggak cukup?"

Begitu jawaban suami.

Daisha menggeleng. "Aku pengin punya kesibukan."

"Urus rumah aja. Itu juga bisa bikin kamu sibuk."

"Nanti aku pekerjakan ART, aku mau sibuk yang lain."

Tatapan Garda jatuh tepat di mata Daisha. "Kalo cuma pengin sibuk, urus rumah udah sibuk. Tapi kamu bahkan mau ngelimpahin urusan itu ke ART, dan kamu justru pengin cari kesibukan lain. Garis bawahi, intinya kamu pengin punya kegiatan di luar?"

"Aku—"

"Jawabannya cuma iya atau nggak," pangkas Garda.

Daisha diam sesaat sebelum menjawab, "Iya." Biar cepat.

Dan kalian tahu?

Satu sudut bibir Garda terangkat. "Bener juga. Dulu, kan, kamu aktivis, ya? Jadi kalau cuma berkegiatan di rumah, mana betah."

Itu benar, tetapi nada suara Garda saat mengatakannya terkesaan mencemooh. Atau hanya perasaan Daisha saja? Dia merasa kata 'aktivis' di sini bukan bermakna sekeren itu, tetapi sejenis ... apa, ya? Seolah memberi kesan 'cewek liar' alih-alih sosok perempuan aktivis.

"Tapi sekarang nggak usah neko-neko." Garda teguk air minumnya. "Kamu diem di rumah aja. Banyak hal yang bisa bikin kamu sibuk tanpa harus dicari."

Daisha menatap wajah putra Mama Gea. Ini Kak Garda yang dia kenal dulukah? Tentunya bukan, ini sosok Garda yang sudah Daisha buat hancur respeknya, kepercayaannya, dan hatinya.

"Di luar kerja, di rumah juga kerja. Kalo kamu mau kerja, ya, kamu urus rumah aja kayak biasa. Sama kayak kesibukan. Di rumah juga kamu bakal sibuk."

Oke, ralat.

"Lebih tepatnya, aku mau menghasilkan uang sendiri."

"Oh, iya. Yang kemarin belum dibayar, ya?"

Kening Daisha mengernyit. "Maksudnya?"

"Yang itu nanti Kakak transfer sekalian sama nafkah bulan ini."

"Maksudnya apa, Kak? Yang kemarin ... apa maksudnya?" Daisha menekankan ketidakpahamannya. Bukan yang benar-benar tak paham, hanya saja Daisha butuh validasi. Benarkah yang dirinya pahami ini selaras dengan maksud dari ucapan suami?

Tolong ... jangan.

Garda meneguk habis air minum yang sisa setengah itu. Dia bilang, "Servis."

Perasaan Daisha tak enak.

Terbukti dengan kelanjutan ucapan Garda setelahnya.

"Pas sore Kakak masuk ke kamar kamu, itu nanti Kakak bayar. Dengan begitu, di rumah aja pun kamu bisa menghasilkan uang tanpa harus nyari-nyari kerjaan."

Serasa ada bunyi dentum keras di dada Daisha.

Oh, seriuskah Garda dengan ucapannya?

***

NOTE:

Hai~

Terima kasih udah baca cerita ini. Ayo nantikan kelanjutannya dan pantau terus perkembangan karakter mereka. Jangan lupa masukkan ke perpus, komen, dan beri bintang, ya~ ♡

Big luv sekebon, Guys~

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Ziana Anindya
yang paling nyesell bakal siapaa, penasaranweehh
goodnovel comment avatar
Ekhani Susanti
bakal ngikutin jejaknya galen yg ditinggal istrinya disaat menyerah untuk memperjuangkan rumahtangganya
goodnovel comment avatar
Atnie_Lavoie
Siapa coba itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   56 | Ngidam

    Daisha melongok hasil lukisan yang Garda buat, masih belum rampung. Namun, begini saja sudah terlihat akan sebagus apa nanti. Daisha akui, karya Garda memang indah, tidak pernah gagal. Sosoknya yang sedang menggoreskan cat di kanvas juga tampak menakjubkan, pantas bila banyak wanita dari berbagai generasi menyukainya, tak hanya menyukai karyanya.Daisha usap-usap perut. Ini yang di dalam rahimnya juga hasil karya Tuhan dari perbuatan Garda. Daisha penasaran akan seelok apa nanti keturunan lelaki most wanted itu.Waktu di sekolah, Garda banyak penggemarnya walau mereka tidak seberisik fans Bang Daaron. Yang menyukai Garda kebanyakan para wanita pendiam, meski ada juga yang berisik. Daisha salah satu yang menganggumi Garda sewaktu sekolah dulu, jujur, Daisha akui pernah menyukai lelaki itu.Jadi teringat lagi kisah lama. Garda selain mahir melukis, tangannya itu penuh keajaiban, juga pandai bermain alat musik. Dia bisa memetik gitar, meski seringnya duduk di bagian drum band dan memuk

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   55 | Mangap Mingkem

    "Duduk kayak gini?" Daisha bertanya, di kursi yang Garda sediakan. Dengan kanvas yang sudah siaga beserta cat warna-warni.Yeah, Daisha mau dilukis. Semalam itu Ayla nelepon, awalnya tidak mau Garda angkat, tetapi Daisha yang lantas membuatnya menerima sambungan nirkabel itu. Bicara dan bicara, Ayla minta satu saja lagi lukisan terakhir—untuk hari kelulusannya.Garda hendak menolak, tetapi Daisha bilang, "Kasihan, toh buat kelulusan. Kenang-kenangan."Masih terhubung teleponnya.Ayla nyeletuk, "Aaaa! Makasih, Kak Istri."Sebutannya membuat kening Daisha mengernyit. Kok, jadi berasa sok akrab? Atau anak zaman sekarang memang begitu tingkahnya? Daisha tidak lupa bahwa Ayla pernah membuatnya sakit hati, sakit sekali.Mulai dari karet kucir, intensitasnya bersama Garda, kedekatan di tiap kali bertemu, hingga mangkuk lucu. Walaupun katanya, karet kucir itu ada sejarahnya; bahwa Garda sengaja membeli untuk Daisha.Namun, Garda lupa dan sedang di fase bingung-bingungnya. Mau memberi, tetapi

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   54 | Berproses

    Tidak habis pikir. Rasanya mustahil. Bagaimana bisa seseorang dapat menyimpan perasaan cinta hanya untuk satu orang sejak awal puber hingga menapaki umur tiga puluhan? Bagaimana bisa .... "Kamu nggak sempet naksir selain Ais gitu, Gar? Ais aja sempet—" Urung dilanjut. Ini sensitif. Hampir saja keceplosan bilang 'Ais sempat berpacaran dengan Ilias.' Takutnya, Daisha bersedih lagi. Ah, lihat itu! Benar saja ada raut sendu di Daisha. Mama Nuni lekas mengusap-usap lengan putrinya, mengganti kata maaf dengan sentuhan agar tersirat. Kalau dibahas, khawatir malah tambah jauh obrolan tentang Iliasnya. Garda senyum. "Anehnya, yang Garda suka cuma anak Mama. Kenapa, ya?" "Obsesi?" celetuk Daisha. "Mana ada," tukas Garda. Kisah masa lalu diakhiri sampai di momen Hari Kemerdekaan. "Tapi kayaknya, sih, karena lukisan Ais ada banyak di buku sketsa, jadi sering-sering nggak sengaja kelihatan, otomatis perasaan sukanya nggak hilang." "Sebanyak apa?" Daisha pun sudah beranjak dari sendu

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   53 | Menepi di Masa Transisi

    Sejenak, izinkan menepi pada kisah masa lalu yang manis itu. Mungkin untuk beberapa episode ke depan karena Garda dituntut bercerita oleh mama mertua. Kok, bisa naksir putrinya dari saat masih berseragam merah putih? Kira-kira begitu. Jadi, dulu itu .... Yeah, Daisha kelas 1 SD. Oh, tentu, Garda masih bocah juga. Belum ada rasa cinta-cintaan. Biasa saja, biasa. Murid baru kelas 1 lucu-lucu, Daaron menandai Daisha sebagai miliknya. Fyi, Daaronlah yang menyukai Daisha sedari masih TK. Soalnya, kebersamaan mereka dimulai sejak dini. Cinta ala anak TK gitu, lho. Yang belum betul-betul bisa disebut naksir. Hanya euforianya saja menyenangkan, membawa semangat untuk terus bisa bertemu. Paham, kan? Dulu .... Daaron menandai Daisha, anaknya Om Genta. Garda tidak tertarik. Belum. Sampai saat dirinya menapaki bangku kelas 6 SD. Semakin diperhatikan, kok, semakin menarik, ya, adik kelas yang selalu berjilbab itu. Siapa tadi namanya? Daisha. Sering diajak main juga oleh Daaron, aut

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   52 | Seolah Begini Baru Benar

    Garda sempat suuzan. Dia pikir mertuanya setega itu memisahkan. Soalnya, kan, sudah ada kesepakatan bahwa Garda siap pergi sesuai saran Mama Nuni asal hari ini diizinkan full dengan Daisha. "Nggaklah, Gar. Mama sama papa walau marah banget sama kamu atas tindakanmu ke Ais, tapi nggak sampai begitu ... apalagi tahu kamu juga beneran mau memperbaiki. Beda cerita misal kamunya naudzubillah." Mama Nuni berkata demikian di akhir obrolan sebelum kemudian Garda masuk ruang rawat Daisha. Tak lama setelahnya, papa kembali. Kemudian orang tua sang istri pamit pulang dulu, nanti kembali lagi.Awalnya Mama Nuni berat meninggalkan Daisha hanya bersama Garda, mengingat kasus yang sampai detik ini masih seperti benang kusut. Namun, pada akhirnya bisa diyakinkan bahwa kekhawatiran beliau tak akan terjadi. Garda menjamin. Kini hanya berdua. Garda dan Daisha saja. Tanpa dibicarakan, keduanya bersepakat untuk tidak menyinggung perkara yang sudah-sudah. Daisha juga menepikan segala rasa sakit yang se

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   51 | Berdamai untuk Keselamatan

    Apa yang terjadi?Kenapa bisa sampai seperti ini?Daisha tampak pucat dan punggung tangannya ditusuk jarum infus. Kelopak mata itu terpejam. Ada kembang-kempis stabil yang menjadi tanda bahwa Daisha masih bernapas.Satu kelegaan yang Garda dapatkan, tetapi ada banyak keresahan yang juga menyerang. Di sini. Garda sudah di sisi brankar yang Daisha tiduri. Garda tidak sendiri, ada Mama Nuni yang menemani. Papa Genta di masjid katanya.Garda masih tercekat untuk bertanya ... "Ais kenapa, Ma?" Tapi pada akhirnya dia ucapkan juga. Ditambahi dengan pertanyaan, "Kok, bisa masuk rumah sakit gini? Dokter bilang apa katanya, Ma? Dedeknya ...."Tercekat lagi.Apa kabar dengan janin di dalam kandungan itu?Garda tak sanggup melontarnya, kali ini sungguhan. Dia menelan pertanyaan terakhir. Garda takut, jujur. Takut bila calon buah hatinya kenapa-napa.Dan andai itu terjadi, sepertinya Garda tak akan bisa memaafkan diri sendiri. Sepanjang hidup mungkin dia akan digelayuti sesal tanpa henti walau a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status