Share

8 | Bergelayut Mesra

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-08-01 17:08:50

"Kak." Daisha menahan langkah suaminya yang hendak beranjak dari ruang makan. "Kakak cukup dengan ngatain aku murahan, nggak harus bikin aku jadi bener-bener kayak perempuan murahan, kan?"

Mata Daisha berembun, tetapi tak dia izinkan ada setitik pun air yang menetes dari pelupuknya.

"Aku yang nggak jujur dari awal, bukan berarti sampai sekarang semua yang kuomongin itu kebohongan." Untai kata Daisha dilisankan dengan suara pelan, ada desakkan perih di dada yang takutnya membuat air mata terpancing meluruh.

"Aku salah, aku tahu. Aku ...."

Henti di situ, Daisha melihat Garda meneruskan langkahnya. Seolah tak mau mendengar penuturan apa pun lagi darinya.

Gegas saja Daisha susul. Mau sampai kapan seperti ini, ya, kan?

Dan pergelangan tangan lelaki itu berhasil Daisha pegang, dia genggam erat-erat, dibuatnya langkah Garda kembali berhenti. Daisha berdiri di depan sang suami. Agak mendongak karena Garda lebih tinggi.

Percayalah, telapak tangan Daisha mendingin.

Tatapan keduanya bertumbukan.

Daisha sejenak mencari cinta yang konon Garda memiliki itu untuknya, apa sungguh sudah tidak bersisa? Sama sekali? Yang bisa Daisha harapkan hanya soal perasaan lelaki itu, bukankah begitu besar sampai kegigihannya menaklukkan Papa Genta?

"Aku dilecehkan, Kak." Daisha ulangi pernyataannya yang pernah dia sampaikan di hari pertama pindahan, terkait kejujuran soal ketidakperawanan di subuh pertama. "Dan aku sendiri yang menjamin kejujuranku soal ini."

Karena waktu itu Garda membalas dengan: 'Siapa yang bisa menjamin kalo kamu jujur sekarang?'

Daisha yakin sampai detik ini semua yang Garda ucap dan lakukan itu adalah bentuk dari kemarahan. Belum meluap semuanya. Karena alih-alih diluapkan hingga meledak-ledak, suaminya lebih pada bersikap dingin, diam yang terkesan tenang, lalu kejam.

Tutur kata yang tidak membentak, tetapi isi penyampaiannya mengoyak.

Sebuah keyakinan yang Daisha pegang walau mungkin itu salah satu caranya menghibur diri.

"Oke kalau dilecehkan. Kasih tahu, siapa orangnya? Di mana alamatnya? Dan kirimkan nomor yang waktu itu ke Kakak, terus kita bicarakan semua ini ke—kamu bahkan nggak mau ngasih tahu semua itu, Daisha."

Sebab, kepala Daisha geleng-geleng.

Garda kontan menarik tangannya dari cekalan sang istri.

"Kak ...."

"Kalau iya kamu dilecehkan, responsmu ini nggak wajar. Tahu?"

"Tapi Demi Allah aku—"

"Kamu bawa sumpah Tuhan juga nggak guna kalau tingkahmu seolah ngelindungin si pelaku!" Tidak membentak walau berseru. Namun karenanya, ada urat di leher Garda yang eksis sebab menahan gertakan emosi.

Daisha gemetar.

Kembang-kempis dada Garda, matanya juga agak berkilat-kilat menatap putri Papa Genta. Alhasil, perlahan sorot mata Garda melembut, termasuk nada bicaranya.

"Kan, kamu bilang dilecehkan. Terus buat apa kamu masih mau nutupin identitas si pelaku? Oh, ya. Pacar, ya, waktu itu?" Sekarang berubah mendesis. "Masih cinta?"

"Nggak. Bukan gitu." Daisha ingin mengatakannya, tetapi ... ada hal yang lebih kuat dan besar menahan jawabannya.

Garda mendengkus. Kesal. "Kamu tahu ke mana Kakak waktu nggak pulang hari itu?"

Yang kata Dikara, Garda selingkuh? Soal hari itu? Waktu kedapatan digandeng lengannya oleh perempuan lain, terus pulang-pulang bawa paper bag pink isi mangkuk lucu?

Daisha termundur karena Garda mengambil langkah maju, menyudutkannya.

"Ke tempat kamu kuliah dulu. Tahu?"

Mata itu kembali berkilat-kilat.

Daisha melihat kekecewaan besar di obsidian suaminya.

"Tapi nggak ada satu pun yang Kakak dapetin tentang kamu di sana. Bersih!"

Daihsa terimpit dinding. Tanpa sadar air matanya mengalir, bahkan tanpa ada suara isak. Hanya airnya saja yang luruh melintasi pipi.

Dan ... Daisha memejam kala ada kepalan tangan seolah hendak menghantam wajahnya, tetapi ternyata yang dihantam adalah dinding di sisi kepala Daisha.

Air mata itu jatuh lagi.

Tak berani menatap wajah Garda.

"Bahkan informasi soal 'Daisha pernah pacaran sama siapa' aja pun nggak ada."

Jadi, waktu itu ... Garda pergi ke luar kota? Datangi tempat di mana Daisha pernah menimba ilmu? Lalu yang Dikara lihat itu apa?

"Mereka kenal kamu, tapi nggak ada yang tahu secuil pun informasi soal kisahmu, bahkan ibu kos yang pernah kamu sewa kamarnya."

Mereka?

Maksudnya, mereka siapa?

Oh, mungkinkah orang-orang yang pernah muncul di media sosial dengannya? Dari foto unggahan?

"Daisha anak baik. Nggak, dia nggak pernah bawa laki-laki. Ibu kosnya inget kamu karena si Daisha ini satu-satunya anak kos yang paling khas dengan jilbabnya."

Dibukanya kelopak mata, Daisha menatap wajah Garda. Lelaki itu menatapnya sejak tadi, ya? Dan Daisha melihat ada seberkas kefrustrasian di mata itu.

Garda menarik tangannya. Saat itulah tatapan Daisha teralih pada jemari yang ... berdarah!

Daisha melirik tembok di sisinya. Orang gila mana yang secara sadar meninju tembok?

Kontan dia raih telapak tangan lelaki itu. Suaminya. Daisha terisak di detik melihat luka fisik di punggung tangan Garda. Isakan yang tidak keluar di beberapa saat lalu, akhirnya lolos dan itu karena luka tinjuan suami ke tembok.

Garda tidak menepis sentuhan Daisha di tangannya kali ini, hingga Daisha membawanya duduk di sofa, lalu dia meminta Garda menunggu sekadar untuk ambil kotak P3K.

Tangis itu Daisha pupuskan. Lekas kembali. Dia obati luka yang memang tidak seberapa di jari suaminya, tetapi luka kecil ini sukses membuat tangis Daisha eksis lagi.

Rasa bersalah.

Banyak beban perasaan yang menggelayut dan Daisha kesulitan karena itu.

"Maaf," bisiknya.

***

Jadi, ini mangkuk lucu titipan dari siapa? Dan yang Dikara lihat waktu itu apa? Soal dugaan Garda selingkuh.

Harusnya Daisha tanyakan, tetapi tak sempat karena waktu lisannya mau menyuarakan kalah cepat dari getar notifikasi di ponsel Garda.

Sekarang suami Daisha sedang pergi. Tidak mengucapkan tutur kata apa pun lagi sesudah kesengitan pagi ini.

Daisha letakkan kembali mangkuk lucu di bufet. Oh, ponsel Daisha yang kedapatan getar sekarang.

Ada telepon masuk dari sepupu, Dikara. Kenapa bisa pas sekali di saat Daisha sedang menyebutnya dalam pikiran di beberapa waktu lalu.

"Waalaikumsalam. Gimana, Ra?"

Perasaan Daisha agak kurang menyenangkan gara-gara hal yang dia dengar di rumah Dikara saat itu. Habisnya, Daisha belum sempat mengonfirmasi kepada suami.

"Mbak Ais ... lagi di mana?"

Tapi mungkin sepertinya Dikara mau ke sini sampai menanyakan posisi.

"Di rumah. Ada apa gitu? Mau main ke sini, ya?"

Hening untuk sejenak.

Tak lama alih jadi panggilan video.

"Mbak kenal perempuan itu? Maaf sebelumnya, aku kira itu Mbak Ais makanya kutelepon."

Jantung Daisha mulai berulah lagi, berdetak-detak menanjak. Menatap apa yang tersorot kamera.

"Tapi yang laki-laki, aku kenal. Mungkin Mbak lebih tahu."

Iya.

Sangat.

Bahkan hanya dengan melihat bajunya, Daisha tahu itu milik Garda.

Suaminya.

Namun, siapa perempuan yang Garda biarkan bergelayut di lengannya?

***

.

.

NOTE:

Coba tebak, siapa itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Felora Xabiru
mungkin memang setrauma itu Ais hingga belum bisa ngungkap kebenaran nya. Tapi sumpah..... aku jadi gk suka sama Garda. Garda itu anak Gea yg hasil rudapaksa itu jg kan?!!
goodnovel comment avatar
Lolly
tergoda cie tergoda buat baca ~~
goodnovel comment avatar
Susi Herliana
Ais obrolin atuh semuanya jangan ada yang ditutupi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   9 | Kesayangan Mertua

    "Buat apa mesin espresso itu?" Daisha menoleh. Sudah lewat satu minggu dari apa yang dia lihat di video call dan hingga detik ini belum Daisha bicarakan, sengaja. "Bikin kopi." Garda tahu. Lagi pula mesin espresso, kan, mesin untuk membuat kopi. "Kamu suka ngopi?" Soalnya Garda tidak terlalu. "Suka." Singkat jawaban Daisha. Dia sedang mencoba mesin baru. Ada rencana untuk buka kafe, tetapi masih sekadar rencana. "Ini aku beli pakai uang sendiri, kok." Barangkali maksud Garda menyinggungnya adalah karena terpikir menggunakan uang nafkah. Sama sekali tidak. Uang nafkah yang jadi terkesan seperti gaji itu mulai tidak Daisha senangi, tetapi tak protes. "Uang apa pun kalo adanya di dompet dan rekening kamu, ya, emang uang kamu sendiri." Daisha senyum. Sebatas itu. Garda pun berlalu. Kalau Daisha tidak banyak bicara maka rumah ini serasa tidak benar-benar ada penghuninya. Obrolan yang terajut cuma sepatah dua patah, habis itu sudah. Seringnya Garda diam di kamar, mungkin melukis

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   8 | Bergelayut Mesra

    "Kak." Daisha menahan langkah suaminya yang hendak beranjak dari ruang makan. "Kakak cukup dengan ngatain aku murahan, nggak harus bikin aku jadi bener-bener kayak perempuan murahan, kan?" Mata Daisha berembun, tetapi tak dia izinkan ada setitik pun air yang menetes dari pelupuknya. "Aku yang nggak jujur dari awal, bukan berarti sampai sekarang semua yang kuomongin itu kebohongan." Untai kata Daisha dilisankan dengan suara pelan, ada desakkan perih di dada yang takutnya membuat air mata terpancing meluruh. "Aku salah, aku tahu. Aku ...." Henti di situ, Daisha melihat Garda meneruskan langkahnya. Seolah tak mau mendengar penuturan apa pun lagi darinya. Gegas saja Daisha susul. Mau sampai kapan seperti ini, ya, kan? Dan pergelangan tangan lelaki itu berhasil Daisha pegang, dia genggam erat-erat, dibuatnya langkah Garda kembali berhenti. Daisha berdiri di depan sang suami. Agak mendongak karena Garda lebih tinggi. Percayalah, telapak tangan Daisha mendingin. Tatapan keduanya b

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   7 | Bukan Hanya tentang Cinta

    Daisha menahan keras suara desahnya, bahkan sekadar lenguhan pun tidak dia biarkan lolos. Tak mau terkesan menikmati saat cara Garda mendatanginya tidak seperti di malam pertama yang Daisha kagumi. Kali ini berbeda, sangat. Cengkeramannya di sprei kian menguat. Daisha memalingkan wajah. Baru kali ini dia ingin rungunya tak berfungsi, karena bunyi perjumpaan kulit yang dihantam-hantam tak ada unsur mesra. Daisha pejamkan mata, tak mau melihat bagaimana raut Garda detik ini. Tak mau meninggalkan jejak buruk dari yang namanya bercinta. Meski dulu pernah disenggama, tetapi Daisha tak pernah benar-benar tahu bagaimana kejadiannya. Garda masih yang pertama walau bukan si nomor satu. Ah, ya ... bukankah Daisha pernah bilang bahwa dirinya dilecehkan oleh si peneror? Daisha sudah jujur satu poin kepada suaminya di subuh itu. Sayangnya, karena ketidakjujuran di awal, kejujuran Daisha diragukan. Karena sempat menutupi, keterbukaan Daisha tidak mudah dipercayai. Lantas, yang Garda lakukan

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   6 | Mencari Makna

    "Masak apa?" Daisha terkesiap. Dia sedang ambil minum di dapur saat tenggorokan serasa tercekat, perihal mangkuk lucu entah pemberian siapa. Daisha belum berani menanyakannya. Dan di sini, tiba-tiba suara itu terdengar. Dapat Daisha lihat suaminya menghampiri. Hanya dengan satu tanya itu hati Daisha melahirkan begitu banyak harapan, mungkinkah sudah mulai membaik rumah tangga yang baru seumur jagung ini? "Ayam kecap, ada sayur bening juga. Atau Kakak mau aku masakin yang lain?" Semringah Daisha menjawab, dia pun lekas-lekas menyudahi tegukannya. Daisha berdiri selepas meletakkan gelas di meja dapur. "Yang ada aja." Singkat, sih, memang. Namun, percayalah ... begitu saja Daisha senang mendengarnya. "Oke, Kak. Aku siapin." Makin senang karena Garda memilih duduk manis di kursi makan. Daisha bertanya-tanya dalam batinnya di tiap pergerakan. Ini pertanda baik, kan? Mungkin Kak Garda sudah mulai bisa menerima ketidaksempurnaannya, kan? Mungkin kemarin saat tidak pulang itu Kak Garda

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   5 | Mangkuk Lucu

    "Garda selingkuh?" Dikara mempertanyakan itu kepada suaminya, Daaron. Malah dibalas tanya yang persis. "Nggak mungkinlah!" imbuh Daaron. Dikara juga merasa begitu. Harusnya tidak mungkin. "Tapi aku lihat Garda sama perempuan lain tadi." "Biasanya sama klien dia, sih. Kan, lukisan Garda banyak diminati, Ra." "Gandengan tangan juga kalau sama klien, Bang?" "Oh. Itu mah sepupunya, kali. Soalnya sodara Garda juga banyak yang cewek dan kayak seumuran. Lagian Garda selingkuh itu nggak mungkin, apalagi udah nikah sama Ais. Kita tau sendiri senaksir apa Garda ke Daisha, kan? Dari SMP." Dikara manggut-manggut. Memang, sih. Itu yang membuatnya jadi serasa mustahil bagi seorang Garda selingkuh. "Lagian di antara kami berlima; Abang, Dodo, Marco, Garda, dan Jean. Garda itu yang paaaling saleh. Dia bahkan nggak pernah pacaran, lho. Demi siapa? Daisha. Garda pengin dirinya sebersih itu buat menghadap Om Genta pas ngelamar anaknya." "Jadi, ini aku nggak usah kasih tahu Mbak Ais s

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   4 | Tidak Baik-Baik Saja

    Daisha ketuk pintu kamar suami, benar-benar sudah terpisah. Apa ini pengibaran bendera cerai? Tidak. Daisha akan mengembalikan kehangatan yang pernah dia rasakan di hari pertama menikah. Toh, cuma pisah kamar, bukan pisah rumah. Artinya masih bisa dibenahi. Garda cuma butuh waktu untuk sendiri. "Kak?" Dipanggilnya sang suami. "Makan, yuk?" Ini sudah malam. Daisha sudah memanaskan hidangan yang dibawa dari rumah orang tua. Dari sore tadi Garda tidak keluar, mungkin tidur atau ... entahlah. Daisha tidak berani mengganggu, selain sekarang karena jam makan malam sudah tiba. Pintu dibuka, Daisha senyum. "Aku udah manasin makanan dan—" "Duluan aja." Garda menutup pintu kamarnya. Ada kunci motor di tangan dan dompet yang dia kantongi. Menyuruh Daisha makan duluan. "Kakak mau ke mana?" Daisha mengekor. "Ke luar dulu." Acuh tak acuh. "Ke?" Daisha percepat langkahnya demi menyetarai pijakan suami. Tidak dijawab. "Kak—" Ditepis. Juluran tangan Daisha tidak diizinkan menyent

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status