Setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan Adrian, Aria merasa langkahnya semakin berat. Ia kini berada di tengah-tengah keluarga besar yang penuh dengan intrik dan rahasia, sebuah dunia yang jauh berbeda dari kehidupannya sebelumnya. Keluarga ini, dengan segala kemewahan dan status sosialnya, adalah sebuah dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Semua ini terasa begitu asing bagi Aria—dunia yang dipenuhi dengan kebohongan, kepalsuan, dan permainan kekuasaan yang rumit.
Namun, kenyataan hidup yang harus ia hadapi tak bisa ditolak begitu saja. Aria tidak punya pilihan lain selain beradaptasi, meskipun setiap hari ia merasa semakin tertekan. Keputusan yang diambil oleh keluarganya untuk membawa Aria kembali ke dalam hidup mereka seakan menjadi awal dari sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan besar. Kehidupan sehari-hari di rumah keluarga besar itu sangat berbeda. Segala sesuatunya dilakukan dengan sangat teratur, dengan standar tinggi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Setiap pagi, Aria dibangunkan oleh pelayan rumah tangga yang dengan sopan menyapanya, "Pagi, Nona Aria. Waktunya sarapan." Ia merasakan betapa hidupnya yang dulu penuh dengan kesederhanaan, kini berubah menjadi sebuah rutinitas yang penuh dengan kemewahan yang serba ada, tetapi seakan mengurungnya dalam sebuah sangkar emas. Pada suatu pagi, Aria duduk di meja makan besar yang terbuat dari kayu jati berkualitas tinggi. Sejumlah anggota keluarga duduk di sekelilingnya, namun suasana canggung begitu terasa. Mereka memandang Aria dengan tatapan yang sulit dimengerti—ada yang ramah, namun sebagian lainnya memancarkan sikap dingin dan waspada. Aria merasa seperti seorang asing yang sedang dipandang penuh curiga, meskipun ia adalah bagian dari mereka. Tante Olivia: "Aria, kamu benar-benar sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan kita, ya? Semoga kamu tidak merasa terbebani dengan segala fasilitas yang ada di sini." Aria: (tersenyum kaku, sedikit tertekan) "Tentu saja, Tante Olivia. Semua ini... baru bagi saya." Tante Olivia: (tersenyum sinis) "Tentunya, kamu butuh waktu untuk beradaptasi. Dunia ini jauh berbeda dari kehidupanmu sebelumnya, bukan? Jangan khawatir, kamu akan segera terbiasa." Aria: (mengangguk, namun dalam hati merasa ragu) "Saya akan mencoba." Di saat itu, Aria merasa betapa perbedaannya dengan dunia yang baru ini begitu mencolok. Kemewahan yang ia lihat di sekelilingnya terasa sangat asing, namun ada sesuatu yang lebih menyakitkan—tekanan yang semakin besar. Kehidupannya kini penuh dengan aturan yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Setiap langkahnya diawasi, dan setiap keputusan yang ia buat akan memengaruhi banyak orang. Semua orang di sekitarnya tampak sibuk, masing-masing dengan tujuan tersembunyi. Aria: (berbicara pada dirinya sendiri) “Apa yang sebenarnya terjadi di balik kemewahan ini? Kenapa keluarga ini begitu penuh dengan rahasia dan kebohongan?” Pikirannya kembali melayang, mengingat pertemuan terakhirnya dengan Adrian. Ia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Adrian telah bersembunyi di balik topeng yang penuh dengan kebohongan. Namun, ia merasa bingung—Adrian bukan hanya seseorang yang ada di dalam keluarganya, tapi juga seseorang yang membuat hatinya kacau. Cinta ataukah rencana tersembunyi? Aria tidak tahu. Pagi itu juga, Aria dipanggil oleh Pak Johan, pengacara keluarga yang seringkali terlihat sibuk mengurus berbagai hal terkait bisnis keluarga. Pak Johan datang ke kamarnya dengan wajah serius, membawa dokumen tebal yang berisi berbagai informasi tentang perusahaan keluarga mereka. Pak Johan: "Nona Aria, saya ingin menjelaskan sedikit mengenai urusan yang sedang berlangsung. Keluarga Anda baru saja memutuskan bahwa Anda akan memegang peran penting dalam masa depan perusahaan kami. Namun, itu bukan keputusan yang mudah, dan Anda perlu memahaminya lebih dalam." Aria: (bingung) "Peran penting? Apa maksudnya?" Pak Johan: "Tentu, Anda akan memahami semuanya dalam waktu dekat. Tetapi perlu Anda ketahui, banyak yang akan menguji Anda, Nona Aria. Keluarga ini tidak menerima begitu saja siapa pun yang datang dari luar, meskipun darah Anda mengalir dalam keluarga ini." Aria: (terkejut) "Tunggu... Anda mengatakan saya akan memegang peran penting di perusahaan ini? Tapi saya... Saya bahkan tidak tahu harus mulai dari mana." Pak Johan: (menghela napas) "Semua akan dipelajari dengan waktu, Nona Aria. Sabar dan hati-hati, keluarga ini penuh dengan intrik. Anda harus benar-benar berhati-hati." Aria merasa semakin terbeban dengan semua informasi yang diterimanya. Ia tidak tahu harus percaya pada siapa, atau apakah ia benar-benar siap menghadapi beban ini. Dalam beberapa hari berikutnya, tekanan semakin meningkat. Setiap kali ia berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, ia merasakan ketegangan yang begitu kuat. Beberapa orang mulai memperhatikannya dengan cemas, sementara yang lain menyembunyikan ketidaksukaan mereka di balik senyuman tipis. Di tengah semua itu, Aria berusaha untuk tetap tenang. Namun, ia mulai merasa ada sesuatu yang sangat tidak beres. Sesuatu yang mengancam, bahkan mungkin berbahaya. Sementara itu, hubungan dengan Adrian semakin rumit. Walaupun ia masih mencoba untuk percaya pada pria itu, Aria merasa ada sesuatu yang mengganjal. Suatu malam, Aria duduk di balkon kamar pribadinya, menatap langit yang dipenuhi bintang. Ada satu hal yang ia tahu pasti—apapun yang terjadi, ia tidak bisa mundur sekarang. Keluarganya yang dulu hilang dan terlupakan, kini kembali di depan matanya. Tetapi apakah ini benar-benar yang ia inginkan? Ataukah ia telah terjerat dalam permainan besar yang bahkan ia sendiri tidak bisa mengendalikannya? Aria: (berbisik pada dirinya sendiri) "Apa yang sebenarnya aku inginkan? Apakah aku bisa melawan semua ini dan tetap menjadi diriku sendiri?" Jawaban atas pertanyaan itu masih samar, namun Aria tahu satu hal—ia akan terus berjuang untuk kebenaran, meskipun harus melawan keluarganya sendiri. Aria tidak pernah menyangka hidupnya akan berputar begitu cepat. Dari seorang gadis sederhana yang hanya menginginkan hidup tenang, kini ia terperangkap dalam permainan besar yang tidak pernah ia pilih. Setiap langkahnya di rumah megah keluarga ini penuh dengan tekanan, seperti berjalan di atas tali yang rapuh. Ketegangan yang semakin hari semakin meningkat, membuatnya merasa seperti boneka dalam permainan besar yang tidak ia mengerti. Namun, Aria juga tahu satu hal—dia tidak bisa menyerah. Meski ada banyak pertanyaan yang tak terjawab, meski banyak orang yang mencoba menahannya, ia bertekad untuk menemukan kebenaran. Di balik semua kebohongan ini, ada satu rahasia besar yang tersembunyi, dan Aria merasa ia harus menggali lebih dalam, meski itu berarti harus mengungkapkan kebenaran yang bisa menghancurkan semuanya. Malam itu, setelah makan malam yang penuh dengan obrolan yang terlihat biasa, Aria kembali ke kamarnya. Langkahnya berat, dan kepalanya dipenuhi oleh banyak pikiran. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi cermin besar di depannya. Sejenak, ia merenung, bertanya-tanya apakah ia benar-benar siap menghadapi apa yang akan datang. Semua yang ia rasakan kini hanyalah perasaan bingung, takut, dan cemas. Namun, di tengah ketidakpastian itu, satu suara kecil dalam dirinya terus berkata, "Kamu harus kuat, Aria." Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka pelan. Adrian muncul di ambang pintu, mengenakan setelan hitam yang rapi. Senyum di wajahnya terlihat lebih dingin dari biasanya, meskipun masih ada sedikit kehangatan di matanya. Adrian: (dengan suara tenang) "Kamu sendirian, Aria?" Aria: (tersenyum tipis) "Aku selalu sendirian di sini." Adrian: (menghampiri dan duduk di tepi ranjang) "Aku tahu ini berat, tapi kamu harus bertahan. Banyak orang yang menganggapmu ancaman." Aria: (memandangnya tajam) "Ancaman? Apa maksudmu, Adrian?" Adrian: (memperbaiki posisi duduk) "Mereka khawatir. Keluargaku. Mereka tidak tahu apakah kamu akan merusak segala yang sudah mereka bangun." Aria: (dengan nada datar) "Mereka takut pada saya? Apa aku hanya alat dalam permainan mereka?" Adrian: (menghela napas) "Tidak, Aria. Ini lebih rumit dari itu. Kamu tahu bahwa di keluarga ini, segalanya penuh dengan politik. Semuanya tentang kekuasaan dan siapa yang menguasainya. Mereka tahu kamu adalah pewaris yang sah, dan itu membuat mereka takut." Aria: "Kenapa mereka tidak memberitahuku sejak awal?" Adrian: (memandang ke luar jendela) "Karena mereka tidak ingin kamu mengetahui siapa dirimu. Kamu adalah ancaman yang bisa menghancurkan mereka, Aria. Dan mereka ingin menjaga segalanya tetap seperti yang mereka inginkan." Aria: (menundukkan kepala, suaranya hampir berbisik) "Aku hanya ingin hidup sederhana. Aku tidak ingin terlibat dalam konflik ini." Adrian: (dengan suara lembut) "Aku tahu. Tapi kadang hidup tidak memberi kita pilihan. Apa yang kamu lakukan sekarang bukan hanya tentang kamu, Aria. Ini tentang masa depan yang lebih besar, tentang keluarga ini, tentang dinasti yang telah dibangun selama bertahun-tahun." Ada keheningan yang dalam setelah kata-kata Adrian. Aria bisa merasakan beban yang berat di dadanya. Semua yang telah terjadi, semua yang telah ia pelajari dalam beberapa minggu terakhir, terasa begitu tidak masuk akal dan membingungkan. Ia merasa seperti berada di tengah badai yang tak bisa ia kendalikan. Aria: (menggigit bibir) "Jadi, jika mereka takut padaku, apakah itu berarti aku harus melawan mereka?" Adrian: "Tidak. Kamu tidak perlu melawan mereka, Aria. Tetapi kamu harus melawan ketakutan mereka. Kamu harus menunjukkan pada mereka bahwa kamu lebih dari sekedar ancaman." Aria: (memandang Adrian dengan penuh tanya) "Apa maksudmu?" Adrian: "Kamu harus mengambil kendali atas hidupmu, Aria. Jangan biarkan mereka memutuskan jalan hidupmu untukmu. Kamu adalah pewaris yang sah. Kamu punya hak untuk memilih apa yang ingin kamu lakukan." Aria: (diam sejenak, lalu mengangguk pelan) "Aku tahu, Adrian. Tapi aku takut jika aku salah langkah, semuanya akan hancur." Adrian: (dengan lembut) "Kamu tidak sendiri. Aku ada di sini untuk membantu." Aria: (melihatnya, ragu) "Tapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya kau inginkan, Adrian." Adrian: (dengan senyum tipis) "Aku hanya ingin melihatmu mendapatkan apa yang pantas kamu dapatkan. Jangan biarkan mereka mengendalikanmu." Aria merasa ada kedalaman di mata Adrian. Sesuatu yang sulit ia baca. Apakah dia benar-benar ingin membantunya, atau ada agenda tersembunyi di balik itu semua? Namun, satu hal yang ia tahu—kehidupan barunya penuh dengan teka-teki yang harus dipecahkan, dan meskipun ia tidak tahu siapa yang bisa dipercaya, ia tidak bisa menyerah begitu saja. Malam itu, Aria memutuskan untuk mencari jawabannya sendiri. Ia tahu bahwa untuk mengatasi semua ini, ia harus menghadapi masa lalunya yang terlupakan, dan menggali lebih dalam ke dalam dunia keluarga yang kini menjadi takdirnya. Tetapi dengan setiap langkahnya, ia semakin menyadari—dunia yang baru ini tidak hanya penuh dengan kemewahan dan kekuasaan, tetapi juga penuh dengan bahaya yang tak terlihat. Aria harus memilih jalannya sendiri. Dalam pertempuran yang penuh rahasia ini, apakah ia akan menjadi pemenang ataukah justru korban dari permainan besar yang telah dimulai sejak lama?Matahari merangkak naik di cakrawala, menyinari medan perang yang kini dipenuhi dengan sisa-sisa pertempuran yang sengit. Asap masih mengepul dari reruntuhan, dan aroma besi bercampur darah memenuhi udara. Aria berdiri di atas bukit, mengawasi pasukannya yang tersisa. Kemenangan telah mereka raih, tetapi tidak tanpa pengorbanan. Ia melangkah perlahan melewati medan pertempuran yang penuh dengan para prajurit yang terluka dan gugur. Setiap langkahnya terasa berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban di hatinya. Ia telah memimpin pasukannya menuju kemenangan, namun harga yang harus dibayar sangat tinggi. Jenderal Adira mendekat, wajahnya penuh debu dan luka, tetapi matanya masih menyala dengan semangat. "Kita menang, Aria. Musuh telah mundur sepenuhnya. Kerajaan kita selamat." Aria mengangguk, tetapi hatinya tidak sepenuhnya lega. Ia tahu bahwa perang ini bukanlah akhir, melainkan awal dari per
Aria berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding, matanya menyusuri jalur-jalur yang terhubung dengan kekuatan-kekuatan musuh yang kini mengancam kerajaan mereka. Tangannya sesekali meluncur di atas peta, menandai titik-titik strategis yang harus diamankan. Namun, dalam hatinya, perang ini jauh lebih besar dari sekadar taktik dan strategi. Ini adalah ujian bagi semua yang ia perjuangkan, sebuah pertempuran antara harapan dan keputusasaan."Kepercayaan kita akan diuji," katanya dengan suara berat, menatap wajah-wajah yang hadir di ruangan itu. "Bukan hanya pasukan kita yang akan bergerak, tetapi setiap langkah yang kita ambil akan menentukan nasib kita semua."Di sekeliling meja, para jenderal dan penasihatnya mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu betul bahwa Aria tidak hanya berbicara tentang kemenangan. Aria berbicara tentang mempertahankan segala yang telah dibangun, mempertahankan yang benar, dan mempertahankan cahaya di tengah kegelapan yang datan
Aria berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding, matanya menyusuri jalur-jalur yang terhubung dengan kekuatan-kekuatan musuh yang kini mengancam kerajaan mereka. Tangannya sesekali meluncur di atas peta, menandai titik-titik strategis yang harus diamankan. Namun, dalam hatinya, perang ini jauh lebih besar dari sekadar taktik dan strategi. Ini adalah ujian bagi semua yang ia perjuangkan, sebuah pertempuran antara harapan dan keputusasaan."Kepercayaan kita akan diuji," katanya dengan suara berat, menatap wajah-wajah yang hadir di ruangan itu. "Bukan hanya pasukan kita yang akan bergerak, tetapi setiap langkah yang kita ambil akan menentukan nasib kita semua."Di sekeliling meja, para jenderal dan penasihatnya mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu betul bahwa Aria tidak hanya berbicara tentang kemenangan. Aria berbicara tentang mempertahankan segala yang telah dibangun, mempertahankan yang benar, dan mempertahankan cahaya di tengah kegelapan yang datan
Aria berdiri di tengah ruangan yang remang-remang, menatap peta besar yang terbentang di mejanya. Setiap garis dan tanda merah menandakan pertempuran yang telah ia lewati dan strategi yang harus ia jalankan selanjutnya. Kemenangan atas Ezekiel adalah langkah besar, tapi ia tahu perang belum berakhir.Di luar, hujan turun deras, seolah mencerminkan gejolak dalam hatinya. Telepon di mejanya bergetar, menampilkan nama yang tak asing Lina."Aria, kita punya masalah baru. Ada seseorang yang menggerakkan sisa pasukan Ezekiel di balik layar. Aku baru saja mendapat laporan bahwa kelompok bayangan ini lebih berbahaya dari yang kita duga."Aria mengepalkan tangan. "Siapa mereka?""Kami belum tahu. Tapi mereka disebut 'Ordo Kegelapan'. Mereka bukan hanya sekadar organisasi kriminal biasa. Mereka punya akses ke sistem pemerintahan, hukum, dan bahkan dunia bisnis. Jika kita tidak hati-hati, kemenangan kita bisa berubah menjadi awal dari perang yang lebih besar
💥 DUNIA PASCA-PERANG 💥Setelah kehancuran Aquila, dunia perlahan kembali stabil. Tapi harga yang harus dibayar sangat besar. Kota-kota hancur, pemerintahan kacau, dan banyak orang kehilangan harapan.Aria, Cassian, Nathan, dan Liora kini menjadi simbol kebangkitan, tetapi mereka tahu… musuh baru bisa muncul kapan saja.Suatu malam, Aria duduk di balkon markas mereka yang baru. Angin malam bertiup lembut, membawa aroma hujan yang masih tersisa. Cassian berjalan mendekat, membawa dua cangkir kopi.☕ “Sulit tidur?” tanyanya, menyerahkan secangkir pada Aria.Aria tersenyum tipis. “Kau juga.”Cassian duduk di sampingnya, menatap langit berbintang. “Kita berhasil… tapi rasanya masih belum selesai.”Aria mengangguk. “Aku juga merasa begitu. Seperti… ada sesuatu yang belum beres.”💡 ROMANTIS, TAPI PENUH TEKANAN 💡Cassian menoleh, mata birunya tajam namun lembut.“Kalau semuanya sudah benar-benar se
Meskipun Stasiun Omega telah hancur dan Ezekiel dikira tewas dalam ledakan itu, dunia masih jauh dari damai. Aria tahu, perang tidak pernah benar-benar berakhir selalu ada seseorang di balik layar, menunggu saat yang tepat untuk mengambil kendali.Suatu malam, saat Aria sedang berada di tempat persembunyian rahasia mereka, sebuah pesan misterius muncul di perangkat komunikasinya."Kau pikir ini sudah selesai? Aku selalu selangkah di depanmu, Aria. Kita akan bertemu lagi. E."Napas Aria tercekat. Tangannya mengepal.Ezekiel masih hidup.Ancaman BaruCassian segera menghubungkan semua sistem keamanan mereka untuk melacak sumber pesan itu. “Ini dikirim dari lokasi terenkripsi. Dia sengaja meninggalkan jejak.”Nathan bersandar di dinding, wajahnya penuh kekhawatiran. “Kalau dia masih hidup, berarti dia punya rencana cadangan.”Aria menatap layar dengan rahang mengeras. “Dia ingin kita tahu. Ini bukan hanya tentang balas
Malam menyelimuti kota tua Venosa saat Aria, Liora, dan Nathan menyusuri jalanan sempit yang diterangi lampu jalan yang temaram. Koordinat yang mereka terima membawa mereka ke sebuah gedung tua di pinggiran kota, tampak usang namun masih berdiri kokoh di antara bangunan yang runtuh dimakan waktu.Liora menatap layar peta digitalnya. "Ini tempatnya," gumamnya.Nathan mengawasi sekitar dengan gelisah. “Aku tidak suka ini. Terlalu sepi.”Aria mengangkat tangan, memberi isyarat agar mereka tetap waspada. Perlahan, mereka memasuki bangunan itu, menelusuri lorong panjang yang berdebu. Udara di dalam terasa lembap, bercampur dengan aroma logam tua dan kertas yang membusuk.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong. Mereka segera berlindung di balik pilar beton, senjata mereka siap di tangan. Bayangan seseorang muncul dari kegelapan, siluetnya ramping namun bergerak dengan percaya diri.“Tenang. Aku bukan musuh.”Suara it
Misi LautanPagi berikutnya, tim berkumpul di sebuah dermaga kecil. Sebuah kapal selam kecil yang telah mereka modifikasi menunggu mereka di sana. Liora, dengan keahlian navigasinya, sedang memeriksa peralatan terakhir sebelum mereka berangkat.“Kapal ini tidak dirancang untuk misi tempur,” kata Liora sambil mengerutkan alis. “Jika kita ketahuan, kita akan menjadi ikan kecil di tengah hiu.”Aria meletakkan tangannya di bahu Liora. “Kita sudah menghadapi hal-hal yang lebih buruk, Liora. Kita akan melewati ini bersama.”Tim menaiki kapal, dan mereka mulai perjalanan ke lokasi yang tertera di koordinat. Suasana di dalam kapal terasa tegang, tetapi mereka tahu bahwa waktu tidak berpihak kepada mereka.Rahasia di Tengah SamudraSetelah berjam-jam menyelam, mereka akhirnya menemukan lokasi yang dimaksud. Sebuah stasiun bawah laut besar berdiri megah di dasar samudra, dikelilingi oleh penjaga otomatis dan drone bawah air.“Ini
Pesan dari Masa LaluMalam itu, Aria menerima pesan terenkripsi yang hanya bisa dibuka dengan perangkat miliknya. Saat dia membukanya, layar menunjukkan wajah seseorang yang pernah dia kenal. Ezekiel, mantan mentornya.“Aria,” katanya dengan nada dingin. “Kamu pasti sudah mendengar tentang Aquila Umbra. Kamu tahu apa yang mereka inginkan. Keadilanmu hanya ilusi. Dunia tidak butuh keadilan, tapi kekuatan untuk bertahan hidup.”Aria mengepalkan tangan. “Jadi, ini semua ulahmu?”“Bukan sepenuhnya. Aku hanya menunjukkan bahwa sistem yang kamu percayai itu rapuh. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, temui aku di Venosa. Tempat di mana semuanya dimulai.”Pesan itu berakhir. Aria terdiam, pikirannya berputar. Venosa adalah tempat dia memulai pelatihannya bersama Ezekiel, tempat dia pertama kali belajar apa arti keadilan. Tapi sekarang, tempat itu mungkin menjadi medan perang baru.Keputusan BeratKeesokan paginya, Aria berdiri di ruang rap