Rahasia sang Pewaris

Rahasia sang Pewaris

last updateLast Updated : 2025-02-07
By:  Inspirasi wanitaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9
1 rating. 1 review
53Chapters
279views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aria, seorang pelayan hotel sederhana, hidup tanpa menyadari bahwa darah kaya mengalir dalam dirinya. Kehidupannya yang penuh dengan tantangan dan kesulitan berubah drastis ketika dia dituduh mencuri kalung berharga milik tamu VIP. Namun, sebuah pertemuan tak terduga dengan Adrian, seorang pengacara misterius, membuka pintu menuju dunia baru yang penuh rahasia. Tanpa diduga, Aria mengetahui bahwa dirinya adalah pewaris sah dari sebuah keluarga kaya yang telah lama hilang dari sorotan publik. Ketika dia terjebak dalam intrik dan konflik internal keluarga besar, Aria harus bertarung untuk mengungkap rahasia kelam masa lalu yang bisa merusak nama baik keluarganya. Namun, tak hanya kekuasaan dan warisan yang dipertaruhkan. Dalam perjalanan ini, Aria menemukan cinta di tengah-tengah pengkhianatan, kebohongan, dan kebingungan. Adrian, pria yang tampaknya menjadi sekutu terbaiknya, menyimpan rahasia besar. Apakah dia benar-benar ada di pihak Aria, atau justru memiliki agenda tersembunyi? Penuh dengan plot twist yang mengguncang, Rahasia Sang Pewaris adalah kisah tentang perjuangan, pengkhianatan, dan cinta yang tak terduga. Dapatkah Aria mengungkapkan kebenaran tentang keluarganya? Bisakah dia menemukan keadilan di dunia yang penuh dengan manipulasi dan kepalsuan? Bergabunglah dalam perjalanan Aria untuk menemukan takdirnya, dan lihat apakah dia mampu bertahan di antara dua pilihan sulit—mempertahankan warisan yang seharusnya menjadi miliknya atau melepaskannya demi kedamaian dan cinta sejati.

View More

Chapter 1

bab 1 . langkah dibalik Luksuri

Aria menatap bayangan dirinya di cermin kecil kamar asrama. Seragamnya—gaun formal hitam dengan kerah putih—terlihat pas di tubuhnya yang ramping. Meski sederhana, ia memastikan penampilannya tetap rapi. Rambutnya yang hitam panjang diikat dengan sempurna. Hanya sapuan tipis bedak dan lipstik merah muda yang menghiasi wajahnya.

Dia menghela napas panjang. Hari ini adalah hari lain dalam perjuangannya, melunasi hutang keluarga yang terus menghantuinya. Ia melirik jam di dinding, memastikan waktu masih berpihak padanya.

“Aria, kamu terlambat lagi!” suara Rosa, teman sekamarnya, mengagetkannya.

Aria tersentak, segera mengambil tas kecilnya. "Ah, iya! Aku harus segera pergi. Kalau Miss Clara tahu aku terlambat lagi, habislah aku!"

Rosa hanya menggeleng sambil tersenyum kecil. "Semangat, Aria. Jangan sampai lupa sarapan ya, kamu terlalu sering melupakan dirimu sendiri."

Aria mengangguk cepat, lalu berlari keluar dari kamar kecilnya. Asrama karyawan hotel mewah itu memang sederhana, jauh berbeda dengan kemewahan hotel tempat ia bekerja.

Sesampainya di lobi hotel, Aria langsung disambut oleh suasana sibuk. Para tamu berlalu lalang dengan pakaian mahal, beberapa membawa koper Louis Vuitton, sementara pegawai lain sibuk mengatur berbagai keperluan.

“Aria!” suara dingin Miss Clara, manajer hotel, membuatnya berhenti di tengah langkah.

“Maaf, Miss Clara. Saya terlambat—”

“Tidak ada alasan,” potong Clara tegas. “Kamu beruntung tamu di lantai VIP belum datang. Tapi aku tidak ingin melihatmu lalai lagi. Mengerti?”

Aria menunduk. "Ya, Miss Clara. Saya mengerti."

"Bagus. Sekarang siapkan ruangan untuk tamu di Suite 301. Pastikan semuanya sempurna. Mereka adalah pelanggan tetap dan sangat penting bagi hotel ini."

Aria segera bergerak, menaiki lift menuju lantai VIP. Di dalam lift, ia menarik napas panjang, mencoba mengusir rasa cemas. Lantai VIP adalah area paling mewah di hotel ini, hanya tamu dengan status istimewa yang diperbolehkan berada di sana.

Saat memasuki Suite 301, Aria terpesona dengan kemewahan ruangan itu. Lampu kristal besar menggantung di tengah ruangan, karpet Persia menghiasi lantai, dan sofa kulit mahal menambah kesan megah.

Namun, ia tak punya waktu untuk mengagumi pemandangan itu. Dengan sigap, ia memeriksa setiap sudut ruangan. Tidak boleh ada debu, tidak boleh ada kesalahan.

Saat ia merapikan meja, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Aria segera berdiri tegak, terkejut melihat seorang pria tinggi dengan jas hitam memasuki ruangan.

“Oh, maaf, Tuan. Saya sedang memastikan semuanya siap,” kata Aria cepat sambil menunduk.

Pria itu tersenyum tipis, tetapi matanya yang tajam memperhatikan setiap gerakannya. “Tidak apa-apa. Anda pegawai baru di sini?”

“Tidak, Tuan. Saya sudah bekerja di sini selama dua tahun,” jawab Aria pelan, mencoba tetap sopan.

Pria itu mendekat, senyumnya berubah menjadi sedikit ramah. “Dua tahun? Tapi saya tidak pernah melihat Anda sebelumnya. Apa Anda selalu bekerja di lantai VIP?”

Aria merasa gugup, tetapi ia mencoba menjawab dengan tenang. “Tidak, Tuan. Saya biasanya bertugas di area lain. Hanya sesekali saya diminta untuk membantu di lantai VIP.”

Pria itu mengangguk, matanya masih mengamati ruangan. “Baiklah. Pastikan semuanya rapi, ya. Dan satu lagi, panggil saya Adrian.”

Aria terdiam sejenak, sedikit terkejut. “Baik, Tuan Adrian. Jika tidak ada yang lain, saya akan melanjutkan pekerjaan saya.”

Adrian tersenyum kecil. “Tentu. Silakan lanjutkan.”

Aria melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan aneh. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan tatapan tajamnya.

Sore harinya, saat Aria sedang istirahat di kafe kecil dekat hotel, Rosa datang dengan senyum lebar.

“Aria, aku dengar kamu bertemu tamu penting hari ini! Gimana? Ganteng, kan?” goda Rosa sambil duduk di depannya.

Aria menghela napas sambil menyeruput teh hangatnya. “Entahlah, Rosa. Aku bahkan tidak sempat memperhatikan. Lagipula, dia hanya tamu.”

“Hanya tamu?” Rosa tertawa kecil. “Kamu tahu siapa dia, kan? Adrian Wijaya. Pewaris keluarga Wijaya. Salah satu keluarga terkaya di negeri ini!”

Aria terdiam, mencoba mencerna kata-kata Rosa. "Adrian Wijaya? Pewaris keluarga Wijaya?"

Rosa mengangguk. "Ya. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan di hotel kita, tapi aku dengar dia sering bepergian secara diam-diam. Mungkin dia sedang menyelesaikan urusan bisnis."

Aria menggeleng pelan. "Ah, aku tidak peduli. Aku hanya ingin melakukan pekerjaanku dengan baik. Lagipula, aku punya masalah sendiri untuk diselesaikan."

Rosa menatapnya dengan penuh simpati. "Kamu benar-benar luar biasa, Aria. Aku tahu betapa kerasnya kamu bekerja untuk keluargamu. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik."

Aria tersenyum tipis. "Terima kasih, Rosa. Tapi aku tidak punya pilihan. Hutang keluargaku adalah tanggung jawabku."

Rosa menggenggam tangan Aria. "Kamu tidak sendirian, Aria. Aku selalu ada untukmu."

Aria merasa sedikit lega mendengar kata-kata Rosa. Namun, pikirannya kembali melayang ke tamu misterius itu. Tatapan Adrian seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar basa-basi.

Malam harinya, saat Aria sedang merapikan seragamnya untuk hari berikutnya, ia menemukan secarik kertas kecil terselip di bawah pintu kamarnya.

"Temui saya di lounge pukul 9 malam. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. - Adrian"

Aria menatap kertas itu dengan alis berkerut. Apa yang diinginkan Adrian darinya? Kenapa pria sekaya dan sepenting itu ingin bertemu dengannya?

Dengan rasa penasaran yang bercampur cemas, Aria memutuskan untuk menemui Adrian.

Aria berdiri di depan cermin kecil di kamar asramanya. Seragam kerjanya sudah dilepas, diganti dengan dress sederhana berwarna biru tua yang selalu ia simpan untuk acara khusus. Dress itu bukan barang mahal, tetapi cukup untuk membuatnya terlihat rapi. Rambutnya yang biasanya diikat kini ia biarkan tergerai, memberikan kesan berbeda dari biasanya.

Ia menggenggam kertas kecil dari Adrian dengan tangan gemetar. "Apa yang sebenarnya dia inginkan? Kenapa aku? Aku hanya pegawai biasa," pikirnya sambil menatap bayangannya sendiri.

Rosa, yang memperhatikan dari ranjangnya, tersenyum penuh arti. "Aria, kamu terlihat cantik malam ini. Siapa yang akan kamu temui?"

Aria tersentak, buru-buru menyembunyikan kertas itu di balik dress-nya. "Ah, tidak ada siapa-siapa. Aku hanya... hanya ingin menghirup udara segar di lounge hotel."

Rosa menaikkan alisnya, tetapi tidak berkomentar lebih jauh. "Baiklah, tapi hati-hati ya. Lounge itu bukan tempat yang biasa kamu kunjungi."

Aria mengangguk cepat, mengambil tas kecilnya, lalu bergegas keluar.

Lounge hotel itu adalah tempat paling mewah yang pernah Aria masuki. Lampu gantung kristal bersinar lembut, meja-meja berlapis kaca berkilauan, dan alunan musik jazz live memenuhi ruangan. Aria merasa canggung, seolah ia berada di dunia yang bukan miliknya.

Saat matanya menyapu ruangan, ia melihat Adrian duduk di sudut ruangan, mengenakan kemeja putih sederhana yang justru membuatnya terlihat semakin menonjol. Ia melambaikan tangan ke arah Aria, menyuruhnya mendekat.

Dengan langkah ragu, Aria mendekat. "Tuan Adrian," ucapnya pelan.

Adrian tersenyum tipis dan menunjuk kursi di depannya. "Panggil saya Adrian saja. Duduklah."

Aria menunduk sebelum duduk. "Saya tidak tahu kenapa Anda ingin bertemu saya, tapi saya harap ini bukan tentang kesalahan dalam pekerjaan saya."

Adrian tertawa kecil. "Santai saja, Aria. Saya tidak memanggilmu untuk menegur. Saya hanya penasaran."

Aria mengernyit. "Penasaran? Tentang apa?"

Adrian menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya tajam mengamati Aria. "Tentang kamu. Pegawai sederhana yang bekerja keras di hotel ini. Saya melihat sesuatu yang berbeda darimu."

Aria merasa tidak nyaman dengan tatapan itu. "Saya hanya melakukan pekerjaan saya, seperti yang lain. Tidak ada yang istimewa."

Adrian tersenyum kecil. "Kalau begitu, kenapa kamu terlihat gugup?"

Aria terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin membahas kehidupannya yang penuh tekanan dan hutang keluarganya.

Melihat Aria terdiam, Adrian melanjutkan. "Kamu tahu, kadang orang yang paling sederhana justru memiliki cerita paling menarik. Ceritakan padaku, kenapa kamu bekerja di sini?"

Aria menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab. Namun, sesuatu dalam nada suara Adrian membuatnya merasa aman untuk berbicara. "Saya bekerja di sini untuk membantu keluarga saya. Hutang mereka terlalu besar, dan saya adalah anak sulung. Saya tidak punya pilihan lain."

Adrian mengangguk pelan, seolah memahami. "Itu tidak mudah. Tapi kamu melakukannya dengan baik. Tidak banyak orang yang mau berkorban seperti itu."

Aria tersenyum samar. "Terkadang saya merasa lelah, tapi saya tidak punya waktu untuk menyerah. Hidup saya sudah dipenuhi dengan tanggung jawab."

Adrian memperhatikan senyum tipisnya, lalu mengambil gelas anggur yang ada di depannya. "Kamu tahu, Aria, saya juga hidup dengan beban yang tidak pernah saya pilih. Bedanya, beban saya adalah nama keluarga. Saya tidak pernah benar-benar memiliki kebebasan untuk memilih jalan hidup saya."

Aria mengangkat alis. "Bukankah Anda memiliki segalanya? Kekayaan, kemewahan, dan kekuasaan?"

Adrian tertawa kecil. "Ya, dari luar mungkin terlihat begitu. Tapi di dalam, saya hanyalah alat untuk melanjutkan dinasti keluarga. Semua keputusan saya dikendalikan oleh mereka."

Untuk sesaat, mereka saling diam, tenggelam dalam pemikiran masing-masing.

Adrian memecah keheningan. "Aria, saya ingin menawarkan sesuatu padamu."

Aria menatapnya dengan penuh waspada. "Menawarkan apa?"

Adrian menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap langsung ke mata Aria. "Kesempatan untuk keluar dari kehidupan yang penuh tekanan ini. Saya tidak akan memaksamu sekarang, tetapi pikirkanlah. Dunia ini lebih luas dari apa yang kamu lihat. Kamu hanya butuh keberanian untuk melangkah."

Aria terkejut dengan tawaran itu. "Tapi... kenapa saya? Kita bahkan baru saja bertemu."

Adrian tersenyum penuh arti. "Mungkin karena saya melihat cermin diri saya dalam dirimu. Kamu hanya belum menyadari potensi yang kamu miliki."

Sebelum Aria sempat menjawab, seorang pelayan datang membawa sebotol anggur baru. Adrian mengambil kesempatan itu untuk berdiri.

"Sudah malam. Saya rasa kamu juga harus beristirahat," ucapnya sambil menatap Aria dengan lembut.

Aria mengangguk pelan, masih memikirkan kata-kata Adrian.

Dalam perjalanan kembali ke asramanya, kata-kata Adrian terus terngiang di kepala Aria. Tawaran itu terdengar menggoda, tetapi juga penuh risiko.

"Apakah benar ada jalan keluar untukku?" bisiknya pada diri sendiri sambil menatap langit malam.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu pertemuan ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar yang akan mengubah hidupnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
womensuccess
Novel nya Good
2024-12-27 09:35:09
1
53 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status