Share

Bab 4. Dengan Harga 15 Miliar

Dalam masa dua puluh enam tahun hidupnya, Sahara tidak pernah menyangka bahwa suatu hari dia akan terlibat dengan seorang lelaki seperti Keith, dengan pernikahan dan jumlah uang miliaran rupiah di antara mereka. Sahara tidak ingin terlihat lemah, meskipun begitu dia masih tidak bisa melakukan apa pun untuk keluar dari situasi ini.

Keith masih dengan angkuh bertanya tentang bagaimana dia berencana untuk membayar uang sebanyak itu, Sahara tahu betapa konyol dia terlihat yang saat ini masih memiliki niat ingin menebus diri.

“Siapa yang menyuruhmu untuk memiliki pikiran picik itu, hm? Kamu tidak benar-benar berpikir ingin membayarku kembali, kan?” Keith mendekatinya dengan tampang serupa, angkuh dan percaya diri. Melewati matanya, dia menatap Sahara seolah wanita itu adalah badut yang tidak tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Keith menatap Sahara dengan sorot mata yang separuh tidak mengerti. “Tidakkah kamu seharusnya senang setelah menikah denganku?”

Di dalam hati yang paling dalam, Sahara tahu jika sesungguhnya Tuhan yang telah menuliskan takdir ini. Dia ditakdirkan untuk menikah dan jatuh cinta pada Afkar, lalu Tuhan mengujinya dengan mengambil Afkar lebih dulu sebelum ayahnya menikahkannya dengan Keith. Namun, sebagai manusia biasa dengan hati yang lemah dan iman yang tipis, Sahara masih merasa bahwa semua yang terjadi padanya telah membuat dia menderita.

Sahara ingin mengeluh, mengapa Tuhan mengirim laki-laki ini untuknya? Mengapa Tuhan menjadikan Keith sebagai suaminya? Apakah Tuhan masih belum cukup mengujinya dengan kepergian Afkar? Hikmah macam apa yang ada di balik ini semua?

Sesuatu seperti menggumpal di pangkal tenggorokan dengan rasa panas yang perlahan-lahan menguasai kedua matanya. Sahara berusaha keras menahan diri, dia tidak ingin menangis di sini, air matanya hanya akan menjadi lelucon di hadapan Keith.

Jika Tuhan sudah menghendaki dan memang ingin mengujinya dengan cobaan ini, Sahara hanya bisa pasrah.

Keith menyadari jika Sahara telah terdiam lama dengan kelopak mata yang setengah terbuka. Keith tidak ingin mencari tahu soal apa yang sedang berkelebat dalam benak wanita itu, tapi penampilannya yang tertekan hanya membuat Keith semakin muak.

Dia meraih bahu Sahara dan berkata tepat di depan wajahnya, “Baiklah, kamu hanya perlu tahu dan mengingat dua hal ini. Pertama-”

Keith terlihat tidak sabar saat dia melanjutkan, “Anggap saja aku memang membelimu dengan harga 15 miliar, aku menikahimu karena ibuku yang menyuruhku dan Kayla mengizinkanku. Jadi, berhenti berpikir untuk menebus dirimu sendiri.”

“Kedua-” Mengabaikan Sahara yang mulai meringis, Keith mengerahkan sedikit kekuatan dan menekan bahu wanita itu. “Cepat atau lambat kamu akan mengandung seorang anak untukku, jadi persiapkan dirimu sebaik mungkin.”

Detik waktu seolah terasa berjalan sangat lambat. Bahkan ketika Keith berbalik dan meninggalkan Kamar tersebut, Sahara masih berdiri di sana dengan perasaan tercekat.

Kedua tangan mencengkeram dada, persendian lututnya terasa melemah dan Sahara terduduk dengan air mata. Bahunya sangat sakit, tapi hatinya lebih sakit. Dia masih tidak bisa menahan diri, dia terlalu takut menghadapi semua ini. Sahara merasa jika dirinya terlihat tidak lebih baik dari seekor kelinci yang terperangkap di mulut serigala. Akan datang waktu ketika Serigala itu berhenti bermain dan memutuskan untuk memakannya.

Saat ini, Sahara benar-benar tidak berdaya. Hidupnya bergantung di bawah tali kekang di tangan orang lain, semua perlawanan yang dilakukan tidak akan berdampak apa-apa.

••••

Tiga hari sudah berlalu semenjak Sahara tiba, dia tidak pernah melihat kehadiran Keith sejak hari itu. Sahara juga tidak pernah keluar kamar, dan hanya tahu dari Naina saat gadis itu memberitahunya bahwa Keith pulang ke rumah utama.

Sahara menduga jika Keith pasti pulang untuk Kayla, mungkin laki-laki itu sedang membujuk Kayla dengan berbagai cara, mengatakan bahwa Keith hanya terpaksa menikahinya tanpa didasari perasaan apa-apa.

“Nyonya, Anda jangan bersedih, tuan Keith akan kembali malam ini.” Naina yang datang sambil membawa nampan makan siang menatap ke arah Sahara dengan prihatin.

Sahara selalu merasa aneh dengan tingkah Naina, gadis itu memperlakukannya dengan baik, terlalu baik sehingga melewati batas wajar. Bagaimanapun, dia telah mengambil tempat paling hina di sini. Dia menikah dengan Keith dan menjadi istri simpanannya, tapi di mana rasa marah Naina untuk seorang penyusup seperti dia?

Setelah beberapa lama jeda, Sahara akhirnya menanggapi, “Aku sedih?” Sahara menoleh sedikit dari melihat keluar. Rambutnya tinggal sebahu, sekarang terlihat sedikit kusut setelah dia begitu lama bersandar di ambang jendela.

Naina selesai meletakkan nampan di atas meja sebelum berdiri di ujung kaki tempat tidur, melihat dengan tatapan ingin tahu ke arah Sahara. “Hm, apakah Nyonya tidak merindukan tuan?”

Sahara mengabaikan sorot Naina yang ingin menyelidiki . Dia tidak mengerti apa yang dipikirkan Naina, dari sudut mana dia terlihat seperti seorang istri penurut yang merindukan suaminya pulang dari rumah istri pertama? Sahara bahkan lebih senang jika Keith menetap lebih lama di tempat Kayla.

“Setelah tuan pergi, saya selalu melihat Nyonya duduk di sana sambil menatap ke luar. Memangnya apa lagi jika Nyonya tidak sedang bersedih dan menunggu tuan pulang?” Naina tersenyum, tampak bersemangat. Gadis itu terlihat baru berusia belasan tahun, yang hanya memiliki hal-hal manis di kepalanya.

Sahara mengabaikan sesuatu yang mengganjal di dalam hati, mengingat kepribadian Keith, bagaimana laki-laki itu akan melepaskan gadis seperi Naina? Apakah aku salah menduga?

Meskipun Sahara tahu jika apa yang dikatakan Naina sama sekali tidak ada hubungan dengannya, dia masih sedikit terhibur dengan kepribadiannya yang ceria.

“Kamu hanya seorang gadis yang belum menikah, tahu apa.” Mengatakannya seperti itu, Sahara tersenyum kecil.

Di mata Naina, senyum Sahara berarti jika wanita itu setuju dengan perkataannya. Karena itu, dia dengan senang hati kembali berkicau, “Nyonya, karena Anda tidak memiliki sesuatu untuk dilakukan, setelah makan bagaimana jika saya mengajak Anda ke suatu tempat?”

Sahara melirik tak berminat ke arah nampan. Mendengar perkataan Naina, bukannya dia tidak merasa tertarik, hanya saja dia masih enggan untuk berkeliling di rumah ini jika tidak berkepentingan. Namun, mendapati gadis pelayan itu yang menatap penuh harap, Sahara menelan kembali gagasan untuk menolak.

“Ke mana kamu ingin membawaku?” Sahara menyelesaikan makan siangnya sebagian dan selebihnya tidak memiliki selera yang baik. Dia bangkit berdiri dan ingin mengikuti.

“Halaman belakang rumah, di sana Nyonya dapat melihat bunga di rumah kaca dan ikan di dalam kolam.” Naina yang dalam suasana hati yang baik karena Sahara mau keluar dari tempat persembunyiannya tidak berhenti berceloteh. Sahara bahkan ragu apakah gadis itu tahu untuk bernapas dan mengambil jeda? Dari segi mana pun, dapat dilihat jika Naina jelas lebih antusias darinya.

“Baiklah, kalau begitu bawa aku ke sana.”

Akan tetapi, Naina tiba-tiba berhenti di ambang pintu dan menatap ragu-ragu ke arah Sahara. Mengingat pesan teks yang dia terima pagi tadi. Kamu harus pastikan Keith dan istrinya tidur di kamar yang sama malam ini.

“Ada apa?”

“Saya lupa mengatakannya pada Nyonya, tuan berpesan jika nanti malam nyonya diminta untuk menunggu tuan Keith di lantai atas.”

“Di ruangan mana?”

Naina menyembunyikan kegelisahan dalam dalam nada suaranya. “Di dalam kamar tuan Keith.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status