Aliya baru saja kembali dari membeli nasi bungkus. Dia menggerutu sepanjang jalan karena tak menyangka jika ia akan menuruti permintaan Sean tanpa mengatakan apa-apa.“Cih, aku terlalu baik,” gumam Aliya sambil menatap nasi bungkus yang diangkatnya sampai di depan wajahnya. Langkahnya tiba-tiba berhenti ketika ia sudah berada tepan di depan ruang UGD di mana Sean berada. Dia benar-benar tak menyangka kebetulan seperti ini nyata terjadi.“Reza?” desis Aliya ketika melihat suaminya baru saja keluar dari ruang UGD.“Aliya? Kamu kenapa ada di sini? Bukankah kamu sedang ada di kantor?”“Itu—“ Aliya bingung bagaimana harus menjelaskannya. Atau lebih tepatnya ia harus memulai dari mana. Banyak hal terjadi hari ini membuatnya sampai berada di rumah sakit tersebut. Dan itu semua berhubungan dengan Sean yang sempat membuat Reza berpikir buruk padanya.“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” Aliya balik bertanya.“Vertigo ibu kambuh,” jawab Reza.Aliya terkejut. Bagaimana bisa ibu mertuanya juga ber
“Sean!” Aliya membuka tirai dari bilik Sean namun tak menemukan laki-laki itu di sana.“Ke mana dia?” gumam Aliya heran. Dia pun memanggil perawat yang lewat dan menanyakan keberadaan Sean yang tadinya masih berbaring di sana.“Pasien yang ada di sini di mana ya sus?” “Sudah pulang bu. Beberapa menit yang lalu,” jawab sang perawat kemudian berlalu meninggalkan Aliya yang masih membatu.“Sudah pulang? Bagaimana dengan tas dan ponselku.” Selain dompet, dia juga meninggalkan kunci mobilnya di dalam tas karena ia hanya pergi untuk membeli makanan di warung nasi yang berada tak jauh dari rumah sakit itu. Sekarang dia bingung bagaimana ia bisa bertemu dengan Sean setelah ini.“Ah, lupakan sajalah. Biar aku temui dia besok di kantor,” pikir Aliya. Dia sudah tak mau tahu tentang Sean saat ini. Ada hal lain yang harus dia khawatirkan yaitu Ruby yang sebentar lagi datang ke rumahnya.“Aliya? Kamu kenapa ada di sini? Aku mencarimu di depan toilet wanita tapi kamu tak kunjung keluar. Ternyata ka
“Hah?!” Joni yang tiba-tiba mendengar permintaan dari Sean pun terkejut. Dia bahkan lebih terkejut melihat laki-laki itu sudah pulang ke kost padahal sebelumnya masih tak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit.“Cepat! Aku harus ke rumah sakit sekarang juga.” Sean terus mendesak Joni karena dia khawatir Aliya mungkin akan kebingungan mencarinya di rumah sakit.“Kenapa kamu mau kembali lagi ke rumah sakit?”“Nanti aku jelaskan, sekarang tolong pinjami aku seratus ribu.”“Ya… Ya.” Joni akhirnya mengambilkan selembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada Sean.“Terima kasih Jon!” seru Sean kemudian bergegas meninggalkan kost nya dan mencari ojek untuk bisa sampai di rumah sakit dengan cepat. Dia benar-benar takut jika Aliya masih berada di rumah sakit dan sedang kebingungan mencarinya.***Setelah beberapa menit, Sean akhirnya sampai di rumah sakit yang tadi. Dia langsung mencari-cari sosok Aliya di sekitar ruang UGD dan beberapa tempat umum di rumah sakit itu. Namun sekeras mungki
Aliya membuka matanya setelah pingsan beberapa saat lalu. Dia tak melihat siapa-siapa di dalam kamarnya, hingga ia berpikir bagaimana bisa mereka meninggalkannya di kamar sendirian dalam keadaan seperti ini? Apa dirinya memang benar-benar sudah tak dibutuhkan lagi di rumah itu hingga ia diperlakukan seperti itu? Pikirnya sambil mengurut pelipisnya yang masih terasa pusing.Aliya pun beranjak sendiri dari tempat tidurnya untuk mencari orang-orang. Dia yakin mereka masih berada di dalam rumah, namun tak ada yang cukup peduli padanya.“Pernikahan kalian tiga hari lagi. Bukankah sebaiknya Ruby tinggal di sini?” usul Yulia pada anaknya. Di ruang tamu saat ini sudah ada Reza, Ruby, serta Yulia yang sedang berdiskusi. Sementara Aliya yang tadinya ingin pergi ke dapur untuk mengambil minum mengurungkan niatnya dan mendengar pembicaraan mereka.Aliya mengepalkan kedua tangannya, merasa terkhianati karena Reza dan ibunya tak menyertakan dirinya dalam pembicaraan serius itu. Padahal dirinya lah
“Bagaimana ini bu? Apa kita harus mencari Aliya juga?” tanya Ruby yang merasa jika semua ini adalah salahnya.“Tidak usah. Biar saja Reza yang bodoh itu mencari istrinya yang tidak berguna.” Yulia masih tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Aliya. Wanita yang selama ini terlihat cerdas dan menawan sudah berubah menjadi istri yang gila. Dan semua kegilaannya itu adalah akibat dari ulahnya sendiri.“Tapi ini semua karena Ruby bu,” kata Ruby yang merasa bersalah.“Ini bukan salah kamu. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah sama sekali. Ayo, kita ke kamar ibu. Ibu akan ceritakan apapun tentang Reza yang ingin kamu ketahui.”Ruby mengangguk. Saat ini tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain menuruti apapun yang iby Reza katakan. Karena nasibnya di rumah itu ada di tangan wanita itu saat ini.***Aliya turun dari taksi dan bergegas menghampiri rumah kost Sean. Kedatangannya ke sana bukan karena alasan spesial, tak lain itu hanya karena tas dan dompetnya ada di tangan Sean saat ini.
Aliya lantas mengambil tasnya dari tangan Sean dan memeluknya dengan senang.“Apa yang kamu katakan?” desis wanita itu pada Sean kemudian ia kembali menatap tasnya dengan suka cita.“Aku merindukanmu,” kata Aliya pada tasnya.Sean yang melihat hal itu pun bernapas lega dan terkekeh menyadari kesalah pahamannya.“Ah, ternyata tasmu yang kamu rindukan.”“Tentu saja. Memangnya siapa lagi?” Tanpa berlama-lama Aliya mengecek barang-barang yang ada di dalam tasnya. Semua masih ada lengkap di dalam sana. Membuat Aliya berpikir jika ia akan selamat malam ini. Namun semua kelegaanya berkahir ketika ia membuka dompetnya.“Di mana uang cash ku?” tanya Aliya sambil melirik Sean yang langsung meringis menampakkan semua gigi rapinya.“Aku memakainya untuk membayar biaya pengobatanku dan ongkos pulang.”“Apa? Beraninya kamu melakukan hal itu pada seniormu di tempat kerja?!”“Aku terpaksa melakukannya, kamu yang membawaku ke rumah sakit tanpa seizinku. Dan kamu tahu kan, kalau aku baru saja kehilanga
“Diam. Kamu tidak akan pernah mengerti,” ucap Aliya. Dia akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap kurus ke depan. Tangan dan kakinya menolak untuk mengemudikan mobilnya pergi dari sana.“Bisakah kamu mengemudi untukku?” tanya Aliya kemudian. Dia menoleh menatap Sean dengan mata sembabnya.“Ke mana?”“Entahlah. Aku tidak ada tujuan.”Mendengar hal itu langsung membuat Sean berpikir jika apa yang dialami oleh Aliya pasti masalah tentang rumah tangga. Karena itulah wanita itu mengatakan jika Sean tak akan pernah mengerti. Tentu saja, lagipula ia belum pernah menikah.“Baiklah.” Sean membuka pintu mobil di sebelahnya untuk berganti posisi dengan Aliya. Meski ia tak perlu melakukan hal sejauh ini, namun ia merasa iba pada Aliya. Wanita itu sepertinya lebih lemah dari kelihatannya. Dia menyimpan luka yang hanya dia sendiri yang tahu.“Aku akan menyetir mengikuti jalan. Jadi jangan mengeluh ke manapun tujuan kita nanti, karena aku sendiri tidak merencanakannya,” kata Sean sebelum ia memulai
“Kenapa?” tanya Sean tak mengerti. Untuk apa Aliya melakukan hal seperti itu. Hal itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Dan orang lain tidak akan tahu apa yang sebenarnya dia rasakan atau hadapi.“Aku tidak tahu.”Sean hanya bisa menatap Aliya dari samping. Tangannya mengambang di udara ketika ia sangat ingin menghibur dengan usapan lembut dan berkata, “Tidak apa-apa.” Namun Sean mengurungkannya dan menurunkan tangannya kembali.“Maaf, aku tidak bisa memberikan solusi untukmu. Kamu benar, aku tidak akan pernah tahu apa yang kamu rasakan.” Sean menunduk menyesal. Rasa penasarannya terjawab, namun dia sedih karena tak bisa menghibur atau memberi solusi untuk Aliya.Sebagai pihak luar, Sean tak berhak untuk memberikan saran pada rumah tangga orang. Karena itu bukan lagi masalah tentang satu orang saja. Banyak orang terlibat di dalamnya termasuk orang tua.Aliya tersenyum miring, “Aku juga tidak mengharapkan solusi apa-apa darimu. Aku hanya ingin mengeluarkan keluh kesahku saja.”“Tap