Share

Rahim Kedua
Rahim Kedua
Penulis: Rita Aria

Prinsip Awal Kehancuran

“Aku tidak mau punya anak.” Aliya mengatakannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Apa kamu bilanng?” Reza menoleh ke arah istrinya yang baru dinikahinya selama enam bulan itu. Dia tidak mengira jika istrinya akan menjawab seperti itu, ketika dia menanyakan soal anak.

“Bukankah aku sudah mengatakannya cukup jelas. Aku tidak mau punya anak. Mereka akan menghalangi karirku.”

Reza terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Sebelum menikah mereka memang tidak pernah membahas soal keturunan. Dan Reza juga tak mengetahui jika istrinya tersebut selalu meminum obat kontrasepsi agar tidak bisa hamil.

Reza kemudian berpikir ketika ibunya menanyakan soal cucu. Ia sudah ingin menimang cucu kandung seperti teman-temannya yang lain. Saat itu Reza mengatakan pada ibunya jika dia akan membicarakan hal itu dengan Aliya. Namun Reza tak mengira jika Aliya memang tak ingin memiliki anak.

“Za, kamu tahu kan gimana perjuangan aku buat sampai di titik sekarang. Aku harus menunggu selama tujuh tahun buat dapat acara program sendiri. Dan aku tidak mau ketika aku hamil, gadis-gadis muda itu akan mengambil pekerjaanku. Karena aku tahu, aku tidak akan dibutuhkan lagi ketika tubuhku tidak bagus lagi ataupun ketika aku tidak cantik lagi.”

Reza menghela napasnya. Dia juga tak bisa membantah omongan Aliya, karena dia sangat mencintainya.

“Aku kerja dulu ya. Hati-hati di jalan.” Aliya mencium pipi Reza sebelum akhirnya dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke perusahaan penyiaran. Tempat dia bekerja selama sebelas tahun di sana.

Setelah kepergian Aliya, Reza mengusap wajahnya. Dia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Jika dia mengatakan alasan Aliya tidak menginginkan anak karena demi karirnya, ibunya pasti akan marah dan memaksanya untuk meminta Aliya berhenti bekerja.

Tapi Aliya tak mungkin melakukannya karena wanita itu sangat menyukai pekerjaanya. Dan Reza tidak ingin ia sampai kehilangan istrinya tersebut.

“Apa yang harus aku katakan pada ibu?” gumam Reza bimbang.

***

“Saya Aliya Puspa. Sampai jumpa di acara Our Fashion minggu depan.” Aliya menutup acara programnya dengan baik seperti biasanya. Beberapa staff kemudian berjalan ke arahnya dan memperbaiki make-up serta rambutnya. Sepuluh menit lagi, Aliya harus mulai acara programnya yang lain.

Di sela-sela waktu istirahatnya, Aliya membaca beberapa komentar yang memenuhi poster program acaranya di i*******m yang baru saja tayang. Dia selalu senang membaca komentar yang memuji penampilannya.

“Apa dia benar-benar berumur tiga puluh lima tahun? Dia terlihat seperti gadis berusia dua puluh dua tahun.” Aliya tersenyum membacanya.

“Bukankah dia sudah menikah? Tapi kenapa penampilannya tidak berubah dari sepuluh tahun lalu? Apa dia vampir?” Aliya membaca komentar-komentar lainnya yang membuat hatinya begitu senang. Sampai saat ada satu komentar yang membuat perasaanya tiba-tiba menjadi sangat buruk.

“Bukankah seharusnya dia sudah punya anak? Apa dia mandul? Aku yakin sebentar lagi dia akan ditinggalkan suaminya karena tidak bisa memberikan keturunan.”

“Ish!” desis Aliya kesal. Dia sempat ingin membalas komentar itu, namun urung ketika produser memanggilnya.

***

Malam harinya Aliya baru selesai mandi ketika suaminya pulang bekerja. Dia melakukan rutinitas hariannya seperti memakai skincare dan yang lainnya sambil duduk di depan meja rias. Ditatapnya Reza dari cermin. Tiba-tiba Aliya merasa penasaran dengan sesuatu.

“Apa aku membuatku kecewa?” tanya Aliya tiba-tiba.

Reza sontak menoleh ke arah istrinya dengan heran.

“Huh?”

“Apa kamu bersyukur bisa menikah denganku?” Aliya membalik tubuhnya dan menanyakan hal tersebut kepada Reza.

“Tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Reza tertawa mendengar pertanyaan konyol itu.

“Benar kan? Aku juga berpikir begitu. Di mana lagi kamu bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku.”

Reza memiringkan kepalanya tidak mengerti. Kemudian dia menghampiri istrinya tersebut dan memeluknya dari belakang.

“Apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?” tanya Reza. Dia merasa aneh karena tiba-tiba Aliya menanyakan hal yang tidak masuk akal.

“Tidak apa-apa. Mandilah, aku akan siapkan makan malam untukmu.” Aliya melepaskan diri dari pelukan Reza dan berjalan keluar kamar.

Selain sempurna di tempat kerja, Aliya juga sempurna menjadi seorang istri. Tak banyak wanita yang bisa berperan sebagai wanita karir, sekaligus ibu rumah tangga. Namun Aliya bisa seperti itu. Dia hanya tak bisa menjadi ibu dari seorang anak. Atau lebih tepatnya dia tidak mau.

Meskipun sudah ada pembantu di rumah itu, namun Aliya tetap melakukan hal-hal yang bisa dilakukannya. Dia membantu memasak dan menyiapkan makan siang atau malam untuk suaminya. Karena Aliya tak mau orang lain yang melakukan hal itu untuk suaminya sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara bel pintu yang berbunyi.

“Biar saya yang buka bu,” kata Sari, pembantu di rumah Aliya dan Reza.

“Oh, tolong ya.” Aliya melanjutkan pekerjaannya kembali di dapur itu.

Beberapa menit kemudian Sari datang bersama dengan Yulia, mertua dari Aliya yang tidak lain adalah ibu Reza.

“Malam Aliya,” sapa Yulia. Dia menghampiri menantunya tersebut dan memeluknya seperti anak kandung sendiri.

“Loh, ibu kok ke sini tidak bilang-bilang?” tanya Aliya yang langsung menyambut mertuanya tersebut.

“Kejutan. Ibu mau makan malam bareng di sini boleh kan?”

“Ya tentu boleh bu.”

Setelah Reza selesai mandi, laki-laki itu kemudian bergabung dengan istri dan ibunya di meja makan. Dia duduk di tengah, sedangkan istri dan ibunya duduk di samping kanan dan kirinya.

“Rumah kalian besar, apa kalian tidak merasa kesepian cuma berdua di sini?” tanya Yulia tiba-tiba di sela makan malam mereka.

Aliya dan Reza kemudian saling berpandangan. Heran, mengapa ibu mereka tiba-tiba menanyakan hal tersebut?

“Ada Sari juga bu,” sahut Aliya. Yang langsung disambut tawa mertuanya.

“Bukan itu maksud ibu. Tapi soal anak. Apa Aliya belum ada tanda-tanda jika dia hamil?”

Aliya menatap ke arah Reza. Dia pikir obrolan tentang anak sudah selesai pagi tadi. Tapi kenapa sekarang ibu Reza membahasnya juga?

“Soal itu—”

“Kami akan berusaha bu.” Tiba-tiba Reza memotong Aliya yang ingin menjawab. Membuat wanita itu sontak melirik ke arahnya bingung.

Tangan Reza menyentuh tangan Aliya di pangkuan wanita itu. Dia seolah menyuruh istrinya tersebut untuk diam.

“Kalian sudah menikah enam bulan loh. Itu teman kuliah kamu Za, si Mita sudah hamil, padahal kalian duluan yang menikah.”

“Enam bulan masih baru bu. Banyak yang lebih lama juga kok.” Reza masih setia menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari ibunya. Sementara Aliya diam sambil menunduk. Dia ingin sekali mengatakan pendapatnya, namun genggaman tangan Reza semakin kuat ketika dirinya mencoba untuk bicara.

“Coba kamu cek kesehatan kamu Al, mungkin ada yang salah dengan rahim kamu.” 

Kali ini Aliya sudah tidak tahan lagi. Dia berdiri dan menatap mertuanya tersebut.

“Jadi ibu mau menyalahkan Aliya?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status