“Hey!”
Seorang Wanita cantik berusia 30 tahunan, ia menghadang seorang Gadis yang 10 tahun lebih muda darinya, di saat gadis itu sedang berjalan kaki di depan sebuah rumah besar milik kakak Si Wanita.
“Kau?” gadis itu mengernyitkan alisnya, “Bukannya kau Bibinya Karin?” tanya gadis itu.
“Ikut aku,” titah Wanita itu langsung pada intinya, sambil menarik tangan sang Gadis untuk masuk ke dalam mobil sedan mewah miliknya.
“A--ada apa Bi?” tanya Sang Gadis terputus-putus, namun dia tetap menurut untuk masuk ke dalam mobil.
“Langsung saja pada intinya Arsyana, aku ingin menawarkan sebuah bantuan untukmu,” ucap Sang Wanita, begitu keduanya sudah duduk didalam mobil.
“Bantuan? Maksud Bibi?” tanya Sang Gadis yang di panggil dengan sebutan Arsyana sambil mengkerutkan keningnya.
Wanita itu tersenyum tipis, sambil menatap gadis yang di panggilnya dengan sebutan Arsyana dengan penuh arti.
“Arsyana ... Arsyana ... aku tahu semua tentang diri mu, dan aku akan membantu mu,” tandasnya sambil menyandarkan punggungnya dengan santai di sandaran tempat duduknya di dalam mobil.
Arsyana menggelengkan kepalanya pelan, dan dia tampak masih tak mengerti dengan apa yang di maksudkan oleh wanita yang di panggilnya dengan sebutan bibi itu.
“Bibi Devina, aku mohon, tolong jangan membuat aku bingung. Jelaskan, sebenarnya apa maksudmu?” tanya Arsyana kembali, “Dan apa yang kau maksud dengan bantuan?”
Arsyana semakin mendesak tidak sabaran.
“Aku tahu, kalau saat ini kau sedang membutuhkan banyak uang. Kau butuh untuk biaya perawatan ibumu di rumah sakit, dan juga kau membutuhkan uang untuk melunasi hutang-hutang ayahmu.”
Wanita yang memiliki nama Devina itu tersenyum tipis di susul dengan melipatkan tangannya di dada dengan santai.
Kening Arsyana semakin mengkerut tak mengerti, namun dia tetap menyimak dengan seksama apa yang di katakan oleh lawan bicaranya Bibi Devina. Bibi dari sahabat karibnya di masa sekolah dan kuliahnya, yaitu Karin, Karin Rashif Qaylandra.
“Baiklah, singkat saja Arsyana. Aku akan membantu mu, asal ... kau mau mengandung anak dari suamiku Kelvin. Dan memberikan anak yang berhasil kau lahirkan itu secara sukarela kepadaku..." Devina menjeda sejenak.
"Gampang saja, kau hanya perlu tidur dengan suamiku, sampai benih suamiku Kelvin tertanam di dalam rahim mu. Dan suamiku adalah Kelvin, Kelvin Daviandra. Kau pasti mengenalnya, kan?"
Devina terkesan begitu santai saat memberikan tawarannya pada Arsyana.
“Deg!”
Arsyana sontak terperanjat mendengarnya, kedua matanya membulat sempurna menatap dengan rasa tak percaya pada sosok wanita yang duduk berdampingan dengannya itu.
Suasana menjadi hening sejenak, di saat Arsyana masih dengan keterkejutannya, dan mencerna apa yang barusan di katakan oleh Devina kepadanya.
“Tak mungkin kau tak mengenal Kelvin Daviandra. Sang pewaris utama dari keluarga pengusaha kaya raya, yaitu keluarga Daviandra,” ucap Devina kembali penuh rasa bangga.
“Tentu saja aku mengenalnya. Aku harus mengenal siapa-siapa saja yang memiliki sangkutan hutang-piutang dengan ayahku,” jawab Arsyana sambil memalingkan padangannya kepada dua sosok laki-laki yang duduk di kursi depan mobil yang di tumpanginya itu.
Dan kedua laki-laki itu sedari tadi hanya terdiam, menyimak, tanpa mengeluarkan sepatah katapun, seakan mereka berdua terkontrol otomatis gerak bibir da tubuhnya oleh Devina.
Kedua laki-laki itu adalah sopir pribadi Devina. Sementara yang satunya lagi, dia tampak seperti seorang asisten pribadi atau orang kepercayaan Devina.
“Berhutang?”
Kali ini Devina yang mengerutkan keningnya dengan bingung.
“Hmm..” Arsyana bergumam, sambil berusaha bersikap tenang menanggapi pemintaan Devina sebelumnya.
“Ah, baiklah, aku tak peduli soal itu,” tepis Devina dengan acuh tak acuh.
“Jadinya bagaimana? Apa kau mau Arsyana?” tanya Devina, dan kembali menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya yang cantik.
“Aku akan membayarmu dengan sangat mahal. Satu miliar ... satu miliar Arsyana!”
Tak tanggung-tanggung, Devina langsung menawarkan nominal uang yang cukup menggiurkan untuk Arsyana, agar gadis itu tak menolak tawarannya.
Namun Arsyana masih tetap diam, dan menyimak Devina dengan seksama. Sambil berusaha memindai mimik wajah Devina, untuk mendeteksi tingkat keseriusan wanita itu dalam perkataannya.
“Bahkan, aku bisa memberikanmu lebih dari itu, jika kau mau,” imbuh Devina kembali dengan mantap.
“Bibi, sepertinya kau sudah tidak waras!” Arsyana mulai angkat bicara dengan mencerca Devina.
Nafas Arsyana mulai tercekat sesaat, lalu memburu dengan luapan emosi bergejolak yang tertahan kuat di dalam dadanya. Bahkan, wajah Arsyana mulai memerah padam, karena merasakan dirinya saat ini tengah di permainkan oleh Devina.
Gadis itu pun langsung mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas ranselnya, membuka tutup botol dengan kasar, dan menenggak air mineral di susul menghela nafasnya sekaligus dengan kasar.
Arsyana langsung meraih gagang pintu mobil, dan hendak membukanya untuk keluar.
“Ceklek.”
Pintu mobil seketika terkunci otomatis karena ulah Sang Supir di kursi depannya.
“Bukaaa!” Arsyana mulai berteriak membentak Sang Supir.
Perasaannya semakin panik, saat Arsyana merasakan bahwa situasinya saat ini tidaklah main-main.
“Cih ... Kau benar-benar naif sekali Arsyana. Atau kau memang terlalu angkuh!” cerca Devina sinis.
“Kau masih bisa bertingkah angkuh, seolah kau tak membutuhkan uang itu. Padahal justru sebaliknya, kau sangat membutuhkan uang Arsyana,” cibir Devina sambil tersenyum mengejek.
“Aku memang sangat membutuhkan banyak uang Bi, tapi bukan berarti aku akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya,” sanggah Arsyana menepis cercaan Devina.
“Aku tak tahu, apa yang Karin katakan padamu tentangku. Tapi yang jelas, aku sama sekali tak berminat dengan tawaran gilamu itu, bibi cantik!” sambung Arsyana kembali dengan penuh penegasan.
Arsyana mempertajam tatapannya pada Devina, seakan dia siap membunuh Devina saat itu juga.
Devina menyeringai jahat, dan membalas tatapan tajam Arsyana dengan tatapan yang sulit sekali di artikan. Namun Devina terkesan mengerikan, hingga Arsyana bergidik ngeri sesaat saat berkontak mata dengannya.
“Sayang sekali. Padahal aku dengan berbaik hati menawarimu baik-baik Arsyana.”
Arsyana semakin bergidik ngeri mendengarnya, di tambah seringaian licik terukir di wajah cantik Devina itu tampak sangat mengerikan untuk gadis itu.
Namun Arsyana berusaha mengumpulkan segenap keberaniannya untuk berhadapan dengan Devina, agar dia tak menunjukan perasaan gentarnya pada sosok wanita yang menurutnya sangat aneh sekaligus gila itu.
Devina lalu melirik pada asistennya yang duduk di kursi depan, “ Berikan padaku,” pinta Devina pada laki-laki yang duduk di depannya itu.
Laki-laki yang sedari tadi hanya diam dan menyimak itu, lalu dia mengeluarkan sebuah smartphone dari dalam tas yang di pangkunya.
Lalu dia menghubungi seseorang dengan menekan beberapa nomor, dan memastikan panggilan teleponya tersambung, baru dia memberikannya kepada Devina.
“Ini Nyonya,” ucap Laki-laki itu sambil menyodorkan smartphone pada Devina.
“Halo ... paman, ini aku Devina,” ucap Devina menyapa seseorang yang di panggilnya dengan sebutan paman.
“Apa pasien bernama Qyanara Jasmine, benar dia di rawat di rumah sakitmu Paman?” tanya Devina sambil melirik tipis pada Arsyana.
“Aku minta, Kau mengeluarkan wanita itu dari rumah sakitmu Paman--” terpotong.
“Apa yang kau lakukan Bi?” bentak Arsyana sambil merebut smartphone itu dari Devina.
“Dengarkan aku Arsyana, aku sama sekali tidak main-main. Jadi sebaiknya kau tak menolak tawaranku. Karena jika kamu menolaknya, aku bisa saja menendang ibumu saat ini juga dari rumah sakit pamanku!” Devina mulai melancarkan ancamannya kepada Arsyana.Dan kali ini tampak jelas, kalau acaman Devina pada Arsyana tidaklah main-main.Arsyana menatap Devina dengan penuh rasa tidak percaya. Bagaimana bisa, wanita itu menawarkan hal yang gila kepadanya?Sekalipun gadis itu memang sangat membutuhkan uang. Namun tetap saja, untuk mengandung bayi dari suami orang lain, itu hal yang gila menurut Arsyana.Bahkan, walau sesulit apapun keadaannya, Arsyana tak pernah sekalipun memiliki pikiran untuk menjual diri hanya demi mendapatkan uang.Arsyana menggenggam erat smartphone yang di rebutnya dari Devina dengan gemetar, sekalipun nafasnya memburu, namun seketika tubuhnya terasa sangat lemas. Tatapan mata gadis itu mulai bergetar, dan barkaca-kaca menahan buliran bening yang seakan menyeruak memaksa u
"Devina! Tolong tenanglah!" Kelvin kembali membentak Istrinya yang semakin histeris menjerit sambil menangis.Kelvin semakin tak tega melihat Devina yang seperti tersiksa karenanya. Karena pernikahan mereka, serta tekanan keluar besarnya, membuat Devina lebih cepat marah dan menjerit histeris seperti sekarang ini."Sayang ... Devina, ku mohon tenanglah," mohon Kelvin dengan lemah, sambil memeluk erat tubuh Devina untuk membuatnya tenang."Kau jahat Kelvin!""Kau sengaja menyiksaku!""Kau lebih senang aku tertekan dan terus di sudutkan oleh keluargamu!" cecar Devina yang masih saja dengan jeritannya."Tidak ... itu tidak benar Devina. Aku sama sekali tidak senang melihatmu tersakiti seperti ini. Ku mohon sayang ... tenanglah." Kelvin kembali memohon dengan sangat pada Devina.Namun, Devina tetap saja berteriak sambil menangis histeris. Dia melupakan segala emosinya, dengan menumpahkan semua kesalahan pada Kelvin. Devina seakan ingin melimpahkan semua kesakitan yang di rasakannya pada
Dua hari kemudian."Buukk ...."Arsyana bertubrukan dengan seorang pria tinggi bertubuh tegap atletis, hingga membuatnya hampir jatuh tersungkur. Namun dengan cekatan, pria itu menangkap pinggang Arsyana agar tak jatuh ke bawah."Kalau jalan hati-hati," celetuk Pria itu dengan dingin, sambil memposisikan kembali tubuh Arsyana untuk berdiri tegak."Maaf, aku tidak sengaja," ucap Arsyana sambil membungkuk sopan, lalu dia pergi begitu saja tanpa melihat wajah pria yang ia tabrak itu."Ck ... dasar gadis bodoh!" Pria itu mengumpat Arsyana, hingga terdengar oleh Arsyana sendiri.Arsyana sontak menghentikan langkah kakinya, lalu dia kembali berbalik dan menghampiri Pria itu."Hei Tuan! Apa kau baru saja mengumpatku?" tanya Arsyana dengan suara lantang, dan kali ini Arsyana mendongakkan wajahnya ke atas untuk menatap Sang Pria dengan berani."Iya, memangnya kenapa? Kau tidak suka?" Pria itu bersikap begitu angkuh di depan Arsyana, sambil tersenyum tipis seakan merendahkan gadis itu."Tentu s
"Akhirnya, kau mengambil keputusan yang tepat Arsyana," sambut Devina sambil tersenyum senang menyambut kedatangan Arsyana ke dalam rumahnya."Bukan keputusan tepat, lebih tepat lagi ini keputusan gila yang ku ambil di sepanjang hidupku Bi!" tepis Arsyana dengan nada penekanan.Devina langsung memutar bola matanya dengan malas, dia tak seharusnya melupakan kalau Arsyana tadinya adalah sosok gadis manja yang arogan."Berhentilah memanggilku Bibi! Karena hanya Karin keponakan ku, dan kau bukan!" tegas Devina yang mengimbangi sikap arogansi Arsyana."Lalu aku harus memanggilmu apa? Devina?" tanya Arsyana semakin tak sopan.Rasa kesal Arsyana pada Devina, membuat gadis itu enggan bersikap sopan sedikitpun pada wanita yang di anggapnya gila itu."Hei ... gadis angkuh! Aku saat ini majikanmu, karena aku yang membayarnya. Jadi, sudah sepatutnya kau memanggilku dengan panggilan Nyonya, seperti para pegawai ku yang lain," sanggah Devina sambil mendengus kesal."Baik Nyonya...." Arsyana berlaga
"Honey ... apa kau sudah siap?" tanya Devina sambil memeluk Kelvin dari belakang.Dia melingkarkan tangannya ke perut sixpack milik Kelvin, lalu mulai meraba-raba ke dada bidangnya dengan sentuhan sensual untuk menggoda Sang Suami."Siap untuk apa?" tanya Kelvin dingin."Tentu saja, siap untuk menemui gadis yang ku bicarakan tempo hari," jawab Devina sambil melepaskan pelukannya, lalu melangkah maju kedepan, untuk berhadapan dengan Kelvin."Ah ... jalang itu--""Kenapa kau menyebutnya seperti itu?" Devina menyelak perkataan Kelvin, dengan memelototi suaminya itu."Apa aku salah? Bukannya gadis yang rela menjual dirinya demi uang itu jalang,kan?" sanggah Kelvin santai.Kelvin memalingkan wajahnya, sambil membalikkan tubuhnya lalu melangkah beberapa langkah menjauh dari Devina."I--ya sih, tapi tak seperti itu juga Kelvin. Dia real gadis yang masih suci, aku pastikan dia belum menjajakan tubuhnya pada pria manapun," ucap Devina dengan yakin sekalipun dia sedikit tergagap sebelumnya."Bag
“Ah ... jadi kau, jalang yang akan menyewakan rahimnya demi uang?” tanya Kelvin dengan celetukan kasarnya, serta sikapnya yang dingin sambil melirik tipis ke arah Arsyana.“Hei Tuan. Sebaiknya kau jaga bicara mu!” sergah Arsyana yang merasa keberatan dengan celetukan kurang ajar Kelvin.“Apa aku salah?” tanya Kelvin sinis.“Sudah! Kalian berhenti berdebat! Mau tidak mau, kalian nanti harus tidur bersama, untuk melahirkan anak kami!” cegah Devina melerai.“Anak kalian? Ciih ... kalian memang pasangan suami istri yang tak waras!” cibir Arsyana sambil mendengus kesal.“Arsyana! Jaga bicara mu!” bentak Devina semakin menipis kesabarannya.“Jika kau terus berlaku tidak sopan. Aku tak akan segan-segan mengeluarkan ibu mu dari rumah sakit sekarang juga!” ancam Devina sambil mengunci tatapan tajamnya pada Arsyana.Arsyana seketika terdiam. Dia benar-benar di buat mati kutu, di saat Devina menyangkutkan ibunya di setiap keadaannya. Dan menjadikan ibunya itu sebagai titik kelemahan Arsyana.“Ap
“Seandainya, aku bisa memberitahukan mu Karin. Aku saat ini sedang menggadaikan rahim ku sendiri, agar aku bisa mendapatkan banyak uang untuk biaya pengobatan ibu dan juga membayar hutang-hutang ayah.” Arsyana menghela nafasnya dengan berat seraya membatin.Dia tak menjawab pertanyaan sahabatnya Karin. Arsyana justru malah luput di dalam pemikirannya sendiri.“Arsyana! Kenapa kau diam saja?” bentak Karin dari balik telepon.“Ah, Ka--karin ... aku harus segera mnutup teleponya, nanti ku telepon lagi oke.” Arsyana dengan cepat mengakhiri panggilan teleponya dengan Karin, karena dia melihat kedatangan Devina dengan Kelvin ke kamarnya.“Siapa yang ku telepon?” tanya Devina menyelidik.“Siapa lagi? Tentu saja keponakan mu tersayang, Karin!” jawab Arsyana sambil menekan nada bicaranya.“Apa kau sudah gila? Kau memberitahukan keponakan ku?” tanya Devina yang refleks membentak Arsyana.“Ck ... sepertinya kau lah yang gila. Karena kau berpikiran seperti itu,” cetus Arsyana ambil mendecak, namu
Di Kediaman Kelvin Daviandra.Devina baru saja sampai ke rumahnya, dia baru saja pulang untuk menyaksikan prosesi pernikahan suaminya sendiri dengan gadis lain.Dia menghela nafasnya dengan berat. Tiba-tiba merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya, yaitu perasaan kesal. Kesal, karena membayangkan suaminya sendiri tidur dengan wanita lain."Nyonya," sapa Albert asisten pribadi Devina, yang kemana-mana selalu mendampinginya."Albert, tolong bawakan minuman untuk ku," titah Devina pada Sang Asisten."Baik Nyonya," jawab Albert sambil membungkuk penuh hormat.Langkah kaki Devina gontai, namun dia memaksakan diri untuk pergi dan duduk di sebuah single sofa di ruang keluarganya.Rumah megah bak istana itu memang sangat sepi, hingga Devina merasa, kalau hanya dirinya lah yang tinggal di rumah besar itu, dan membuatnya merasa tersiksa karena kesepian.Sementara malam yang semakin larut, para staf dan pelayan di ruma