Share

Bab. 5 Kesepakatan

"Akhirnya, kau mengambil keputusan yang tepat Arsyana," sambut Devina sambil tersenyum senang menyambut kedatangan Arsyana ke dalam rumahnya.

"Bukan keputusan tepat, lebih tepat lagi ini keputusan gila yang ku ambil di sepanjang hidupku Bi!" tepis Arsyana dengan nada penekanan.

Devina langsung memutar bola matanya dengan malas, dia tak seharusnya melupakan kalau Arsyana tadinya adalah sosok gadis manja yang arogan.

"Berhentilah memanggilku Bibi! Karena hanya Karin keponakan ku, dan kau bukan!" tegas Devina yang mengimbangi sikap arogansi Arsyana.

"Lalu aku harus memanggilmu apa? Devina?" tanya Arsyana semakin tak sopan.

Rasa kesal Arsyana pada Devina, membuat gadis itu enggan bersikap sopan sedikitpun pada wanita yang di anggapnya gila itu.

"Hei ... gadis angkuh! Aku saat ini majikanmu, karena aku yang membayarnya. Jadi, sudah sepatutnya kau memanggilku dengan panggilan Nyonya, seperti para pegawai ku yang lain," sanggah Devina sambil mendengus kesal.

"Baik Nyonya...." Arsyana berlagak patuh sambil membungkukkan tubuhnya menghormati Devina.

Yang sebenarnya, dia justru sedang mengejek Devina.

Devina semakin mendengus kesal dengan sikap tidak sopan Arsyana.

"Awas saja kau, akan ku tunjukkan bagaimana caranya bersikap pada seorang majikan gadis bodoh!" Devina mengumpat dalam hatinya sambil menatap kesal pada Arsyana.

Devina berusaha mengontrol emosinya saat menghadapi gadis yang menurutnya belum dewasa itu.

Dia menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan-lahan untuk mengontrol penuh emosinya.

"Duduklah," titah Devina pelan sambil duduk dengan menyandarkan punggung ke sandaran sofa panjang empuk, yang menjadi tempat duduknya.

Arsyana kali ini menurut, dia duduk berhadapan dengan Devina.

Devina melirik kepada asistennya, memberikan kode perintah melalui lirikan mata.

Sang Asisten mengangguk mengerti, lalu ia menyodorkan sebuah map pada Arsyana, dan meletakkan map itu di meja tepat di hadapan Arsyana.

Sorot mata Devina seakan meminta memerintah Arsyana untuk membuka map itu.

Arsyana pun menghela nafasnya dengan kasar, lalu ia meraih map yang di suguhkan kepadanya, membuka, lalu membaca isinya dengan seksama.

"Apaa?" Arsyana seketika terkejut membaca isi kontrak di dalam map itu.

"Kau memintaku menikahi suamimu? Apa kau tidak salah? Bukannya kau hanya memintaku untuk tidur, sampai aku mengandung benih suamimu?"

"Dan ini apa? Kau justru memintaku untuk menikah kontrak dengan suamimu?"

"Kau pikir, aku sudah gila? Yang ingin menanggung status janda di usiaku yang masih mudah ini?" Arsyana seketika mencecar Devina dengan berbagai pertanyaan karena keterkejutannya.

"Ya memang, tadinya aku memintamu hanya untuk tidur semalam atau dua malam dengan suamiku, sampai benih suamiku tertanam di dalam rahimmu sampai bayi itu lahir--"

Devina menjeda sejenak, lalu dia menarik nafas panjang, lalu menghela dengan sekaligus sebelum dia kembali melanjutkan perkataannya.

"Tapi ... masalahnya, suamiku menolak anak hasil hubungan di luar nikah. Keluarganya cukup fanatik, sehingga mereka sudah pasti menolak anak haram hasil hubungan satu malam tanpa ikatan pernikahan. Jadi kami mengambil keputusan, untuk mengharuskan pernikahan kontrak ini di dalam kesepakatan kita. Waktunya tak lama Arsyana, hanya sampai kau melahirkan bayi kami. Kau tak perlu khawatir akan status jandamu, selama kalian hanya menikah siri, perceraian kalian nanti hanya sebatas lisan, dan tidak tercatat di pengadilan," papar Devina menjelaskan secara panjang lebar.

"Jadi maksudmu, sampai aku melahirkan bayi kalian nanti, aku harus menjadi istri kedua suamimu, dan tinggal bersama kalian disini?" tanya Arsyana sambil memelototi Devina karena merasa tak habis pikir dengan pemikiran wanita di depannya itu.

Bisa-bisanya dia merelakan suaminya sendiri, untuk menikah dengan wanita lain, hanya semata-mata demi mendapatkan seorang anak.

"Bacalah isi kontrak itu dengan baik-baik Arsyana. Aku tidak sebaik itu membiarkan mu untuk tinggal satu atap bersama kami. Kau pikir aku apa? Malaikat?" jawab Devina sambil mendelik sinis.

"Jelas tertulis di kontrak itu, kalau kau akan mendapatkan tempat tinggal sementara yang sudah ku siapkan untukmu, selama masa tidur mu dengan suamiku, dan juga masa kehamilan serta persalinanmu di sana. Setelah tugasmu selesai, kau bisa keluar dari rumah itu. Tapi--" Devina kembali menggantung ucapannya.

"Tapi apa?" tanya Arsyana menuntut kejelasan.

"Tapi ... jika kami puas dengan hasil kerjamu, maka rumah itu akan ku berikan untukmu. Dan bisa kau tinggali dengan ibumu, jika ibumu sembuh nanti," lanjut Devina sambil tersenyum tipis.

"Tapi ... jika kau gagal, atau bahkan kami tidak puas dengan hasilnya. Maka kau harus mengganti semua yang ke keluarkan untukmu. Bayar semuanya dua kali lipat, karena aku paling benci kerugian dalam bentuk apapun!" lanjut Devina kembali penuh penegasan.

"Dasar wanita gila, dia sedang membuat kesepakatan denganku. Tanpa di sadarinya dia sedang bernegosiasi dengan Tuhan. Padahal, apa dayaku yang bisa menentukan hasilnya memuaskan atau tidak untuknya? Dia pikir aku mencetak bayi itu dengan tanganku sendiri, seperti aku mencetak kue?" Arsyana mengumpat secara tidak jelas, sehingga Devina tidak mendengar jelas umpatannya.

"Ah ... baiklah, baiklah ..."

"Baiklah, sekarang apa yang harus ku lakukan? Menikahi suami mu sekarang juga? Agar aku bisa tidur dengannya malam ini?" tanya Arsyana yang sudah sangat muak berlama-lama berhadapan dengan Devina.

"Tunggu! Suamiku belum pulang. Malam ini, kalian berdua harus bertemu dan berkenalan dulu," jawab Devina.

"Kita tandatangani saja dulu kontrak ini, biar nanti aku juga meminta suamiku menandatanganinya. Baru nanti malam kalian akan ku pertemukan," ucap Devina.

"Kau pergilah ke rumah yang sudah ku siapkan, biar Asistenku yang mengantarkan mu ke sana," titah Devina sambil melirik kepada Asistennya yang sedari tadi hanya diam berdiri dan menyimak.

Sang Asisten pun langsung mengangguk, mengiyakan perintah Devina untuk mengantarkan Arsyana ke kediamannya yang baru.

"Oya ... satu hal lagi, bagaimana dengan kuliahku?" tanya Arsyana yang tiba-tiba saja teringat akan kuliahnya.

"Untuk itu--"

Devina tampak berpikir sejenak.

"Untuk kuliahmu, aku akan mengurusnya agar tak terputus. Kau bisa melanjutkan kuliahmu, tanpa harus kau datang ke kampus seperti biasanya. Tenanglah, kesepakatan kita akan tetap menguntungkan bagimu, dan tidak akan merenggut masa depanmu nanti. Kau tetap bisa mengejar gelar, dan juga mimpimu nantinya," tandas Devina memutuskan.

"Baiklah ... kalau begitu, mulai besok aku tak perlu berangkat ke kampus lagi, kan?"

"Kau pastikan mengurus semuanya dengan baik, termasuk ibu dan juga pada penagih hutang itu!" Arsyana memberikan penekanan pada Devina.

Tampaknya gadis itu tak ingin di bodohi begitu saja oleh Devina. Selain Devina yang mengambil keuntungan darinya, dia juga harus memastikan kalau dia akan mendapatkan keuntungan maksimal dari kesepakatan mereka.

"Aarrhh ... menikah. Sungguh aku tak pernah membayangkan akan menikah di usiaku yang baru 21 tahun ini!" gerutu Arsyana sambil berlalu pergi meninggalkan kediaman mewah itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status