Kolam di hadapannya menjadi suatu objek yang paling menarik untuk ia lirik di pagi hari, baju kaos longgar sepaha, ditambah celana pendek yang tak terlihat karena tertutup baju yang ia kenakan, membuatnya terlihat lebih lucu. Kaki jenjang nan mulus milik Lucy terekspos bebas, sepasang kaki itu juga menjuntai ke dalam kolam.
Sejak pagi tadi, ia tak menemukan Justino di sisinya. Mungkin pria itu langsung terbangun larut malam, apa pedulinya. Ia hanya istri kedua yang terahasia, bukan begitu?“Sandro, tidakkah kau merindukanku? Padahal aku berharap, ketika tersadar, yang pertama kujumpai adalah kamu, bukan Justino.”Lucyana mengingat puing kenangannya bersama Anna dan Mario. Sebelumnya mereka keluarga yang bahagia dan utuh, terlebih memiliki kekasih sebaik Sandro, andai lamaran pria itu diterima, mungkin tak ada insiden di mana ia diharuskan pindah untuk melupakan Sandro, mungkin tak ada kejadian mengerikan yang membuat Lucyana kehilangan segalanya, termasuk mahkota yang ia jaga hanya untuk Sandro.Tiba-tiba derap langkah kaki terdengar mendekat, Lucyana terkejut. Seingatnya pintu ini terkunci, buru-buru ia bangun untuk mengecek, tapi ia malah dikejutkan dengan kehadiran seorang perempuan dewasa yang terlihat cantik dan anggun, pakaian sopan tapi elegan terlihat serasi dengan warna kulitnya, yang seputih pualam. Tak dapat ia ungkiri, wanita di hadapannya terlihat sangat berkelas.“Maaf, Anda siapa?”Wanita itu tersenyum tipis. Lucyana melihat penampilan wanita di depannya, dan membandingkan dengan penampilannya sendiri, sangat kontras dan tidak seimbang. Bisa ia taksir, seberapa mahal aksesoris yang wanita itu pakai, juga pakaian yang membalut tubuh.“Lucyana?”“Iya. Dari mana Anda tahu nama saya?”“Kau wanita pilihan suamiku. Perkenalkan! Saya Sarah Lee, nyonya Justino Lottario.”Lucyana mencoba menetralisir keterkejutannya sendiri, ia tak ingin terlihat kentara di hadapan kakak madunya. Suasana canggung seperti ini sebenarnya ia hindari, apa lagi harus berhadapan langsung dengan Sarah Lee tanpa ada penengah di antara mereka.“Kau mencari suamimu? Dia tak ada di sini!”Sarah menatap penuh intimidasi pada Lucyana, memberinya tatapan penuh selidik dari ujung kepala hingga kaki, lekas berjalan mengitari Lucyana perlahan, sepasang mata tajamnya tak juga lepas. Jelas ia akui, pilihan Justino benar-benar tak bisa dianggap main-main belaka, gadis muda yang cantik juga sempurna secara fisik, sudah bisa masuk kategori model majalah tercantik. Ia pikir Lucyana hanya gadis biasa yang tak punya keistimewaan apa pun, bahkan mengira jika tak ada wanita yang bisa menyaingi kecantikannya sendiri.Sejenak ia merasa khawatir, rasa takut jika Justino akan membagi hati menjalar begitu saja.“Apa kau menyukai suamiku?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir cantik Sarah.“Belum. Lagi pula kita masih menjadi pasangan asing. Butuh waktu lama untuk menyadari perasaan sendiri pada lawan jenis.”Mendengar penuturan Lucyana, justru membuat ia geram. Tapi Sarah sadar dirinya tak boleh terpancing lebih jauh, sekali pun Lucyana ditakdirkan lebih cantik darinya, tapi dari segi kepintaran dan strata sosial yang mumpuni, Lucy jelas kalah telak, gadis ini bukan masalah besar.“Jangan berharap lebih! Pernikahan kalian atas dasar perjanjian yang sudah disepakati. Setelah melahirkan, kau harus pergi sejauh mungkin dan lupakan saja jika kita pernah sing mengenal. Kau mengerti, Lucyana?”Hening sebentar.Keduanya masih terlibat adu perasaan, seperti ingin menang untuk memperebutkan perhatian sang raja. Lucy bisa menangkap sesuatu, Sarah tengah dirundung cemburu, lagi pula Lucy memang tak mencintai Justino, apa yang harus Sarah khawatirkan.“Dan satu lagi, jangan mencoba merayu suamiku untuk menyentuhmu lebih. Setelah kau hamil, aku akan mengutus satu perempuan lagi untuk mengurus keperluanmu, agar tak menyusahkan Justino!”“Mengapa harus orang lain? Bukankah nantinya anakku memiliki ayah? Melakukan pendekatan antara bayi dan ayahnya saat dalam kandungan juga penting, agar ikatan keduanya jauh lebih kokoh dibanding ikatan batinnya padaku, maksudku padamu, Nyonya Sarah Lee.”Jika tidak sadar akan posisinya yang lebih terhormat dari Lucyana, ia pasti akan bersikap liar dan memberi mulut lancang Lucyana pelajaran, karena berani menyangkal ucapannya. Sarah Lee membuang napas pelan, senyumnya juga tak pernah pudar, netranya juga tak lepas dari Lucyana yang kini berdiri tepat di hadapannya.“Saya harap kau tak lupa pada perjanjian kalian sebelum menikah. Kau bisa membacanya di waktu senggang. Baik, hanya itu saja.”Sarah Lee berbalik tanpa menunggu jawaban dari Lucy, tapi wanita cantik itu mendadak berhenti, masih membelakangi.“Kau juga harus belajar untuk sadar diri, dan posisimu di sini!”Suara heels menjauh, disusul suara kendaraan roda empat yang semakin menjauh dari apartemennya. Lucy mengerang frustrasi. Tidak! Bukan karena ia cemburu perihal Justino, ini hanya masalah harga diri. Tapi, apa ia masih punya harga diri setelah menyetujui pernikahan di atas tangan hanya demi melunasi hutan, juga segala fasilitas yang lainnya?Lucy masih terpaku di tempatnya.“Aku sempat mengira bahwa dia memang wanita baik dan anggun, rupanya Sarah juga orang yang licik. Baik, lihat saja apa yang akan aku lakukan setelah ini.”Sementara di dalam mobil, kedua sudut mata Sarah terlihat mengembun. Sebenarnya ia lebih ter sakiti dengan pernikahan Justino, sekali pun ada andilnya juga dalam setiap prosesnya, Sarah sendiri juga yang memberi usulan tak masuk akal itu. Ia masih ingat perdebatan mereka setahun yang lalu.“Menikahlah dengan perempuan lain! Kau juga butuh penerus keluarga ini, Sayang. Ceraikan aku!”Justino yang masih memakai kemeja putih mendadak frustrasi, pulang kantor ia malah dihadapkan pada posisi yang sulit, desakan orang tuanya, juga sikap Sarah yang terus mengiba agar Justin mau melepaskannya.“Tidak! Sampai kapan pun aku tak akan menceraikanmu, Sarah. Aku mencintaimu, aku juga tak masalah jika memang kita tak akan memiliki anak.”Sarah menepis pegangan Justin dari pundaknya, menatap suaminya dengan mata yang sudah basah dan sembap di wajah.“Ini sudah tujuh tahun, dan kau anak tunggal. Tinggalkan aku! Bukankah sejak awal aku sudah menyuruhmu jujur pada mereka sebelum kita menikah? Sampai kapan pun aku tak akan bisa hamil, rahimku sudah diangkat.”“Sayang, jangan katakan itu! Aku mencintaimu, apa pun alasannya, aku tak akan menceraikanmu, Sarah, tidak akan!”Justino merengkuhnya ke dalam dekapan hangat, dekapan penuh cinta yang berhasil menenangkan.“Kalau begitu, menikahlah dengan wanita lain, tapi rahasiakan ini pada siapa pun, hanya sampai kita memiliki pewaris di keluarga ini.”“Sarah, jangan konyol!”“Mencari wanita yang siap meminjamkan rahimnya, atau kita berpisah!?”Justino mengacak wajahnya kasar, memilih duduk di bibir ranjang menetralkan pikiran. Sejatinya ia hanya mencintai Sarah, bagaimana bisa berbagi kehangatan dengan wanita lain, seumur hidup ia tak punya keinginan untuk melukai Sarah Lee. Hingga tangan halus Sarah menyentuh pundaknya.“Kau hanya punya dua pilihan, bertahan atau lepaskan aku!” ulang Sarah sendu.“Baik. Aku akan menikahi wanita lain, tapi hanya dalam batas waktu tertentu. Semua ini aku lakukan demi dirimu, Sarah.”“Terima kasih, Suamiku.”Cittt!!!Tiba-tiba mobil yang dikendarai Sarah, hampir saja menabrak mobil yang berhenti mendadak di depannya.Rapat berjalan dengan lancar, Justin tersenyum sembari berjabat tangan dengan beberapa rekannya tadi. “Senang bekerja sama denganmu, Pak Justin.”“Terima kasih. Saya harap kerja sama kita kali ini berjalan lancar,” balas Justin.Setelah semua selesai, ia memilih untuk pulang ke rumah, padahal belum waktunya pulang dan ini masih jam makan siang. Justin berinisiatif untuk makan siang bersama Sarah tanpa mengabari istrinya itu lebih dulu. Langkah lebarnya menuju lantai bawah, kendaraan roda empat senantiasa menunggu di pelataran.Sepanjang jalan pikirannya berkecamuk, ia kembali mengingat kejadian kemarin, banyak kejanggalan yang terjadi, mulai dari Sarah yang memilih untuk menginap di hotel, dan juga aroma parfum pria, juga gelagat aneh yang ia tangkap seperti tak biasa. Lama kendaraan roda empat itu tiba di kediamannya, sengaja juga dirinya tak memanggil nama Sarah seperti biasa, hanya ingin memberi kejutan.Bangunan rumah yang luas membuat Sarah kadang tak mendengar bunyi kendaraan d
“Sayang, apa yang kau lakukan?”Justino membantu Sarah berdiri, wanita itu terlihat sembap. Dalam pikiran Justin, pasti Sarah menyesali pertengkaran mereka semalam, tapi mengapa harus seperti ini, seolah kesalahan yang Sarah lakukan teramat fatal. Padahal Justin sempat berpikir jika nanti Sarah yang akan marah dan mendiamkannya.“Aku sudah melakukan kesalahan?” lirih Sarah sendu.“Ya, aku tahu kau sudah melakukan kesalahan besar, kau memang pantas diberi hukuman,” sahut Justin dengan wajah serius. Mendengar itu, Sarah semakin panik, dugaan terburuk pun datang silih berganti apa Matheo memberitahu Justin tentang kejadian semalam, atau Justin yang memang diam-diam mengekori langkah Sarah. Melihat wajah Sarah yang memerah, Justin lekas mengecup kening Sarah, kedua tangan menangkup wajah istrinya dengan terus memberi tatapan cinta, kedua sudut bibir Justin juga terangkat.“Kesalahan terbesarmu adalah pergi ketika sedang ada masalah. Kau tahu, semalam aku mencarimu ke mana-mana. Berhenti
Lucy terbaring pulas di ranjang pesakitan, Justin memilih untuk tetap terjaga. Karena melihat Lucyana yang tampak pulas, Justin berinisiatif untuk mengecek ponselnya, benda pipih itu ia aktifkan kembali, entah kenapa pikirannya mulai tak tenang dan itu tertuju pada Sarah, rasa bersalah menyergap begitu saja.Ia mungkin tidak adil sekarang, di sisi lain ada Sarah yang begitu menanti kepulangannya, tapi di sini juga ada Lucy yang harus ia awasi agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan lagi, setelah menghidupkan ponsel, dia berniat menghubungi Sarah, malam semakin larut bahkan telah memasuki pagi, mungkin sudah waktunya ia pulang ke rumah dan kembali memperbaiki hubungannya dengan Sarah.Mereka tak pernah bertengkar sahabat ini sebelumnya, mungkin tadi ia terlalu dilanda ketakutan serta lelah yang datang secara bersamaan, beberapa kali telepon memang tersambung tapi tak ada jawaban akhirnya ia memutuskan untuk pulang setelah nomor Sarah tak lagi bisa dihubungi.“Semoga sesuatu tak te
Mendadak pikiran Matheo buyar, seiring dengan bunyi bel pintu. Ia tahu itu pasti pesanannya, pintu terbuka dan benar saja, satu orang pria mengantar satu cup cokelat panas.“Terima kasih.”Matheo masuk setelah menutup pintu, kemudian menyerahkan minuman panas itu pada Sarah Lee.“Minum! Semoga cokelat panas ini bisa menenangkan hatimu, ya meski tak sepenuhnya menyembuhkan.”Sarah meraih pemberian Matheo, lantas menenggaknya perlahan. Memang benar tak sepenuhnya menyembuhkan, setidaknya ia mulai sedikit tenang. Rasa cemburu dan marah benar-benar melelahkan jiwanya dalam sekejap.“Bagaimana jika Justin benar-benar pergi meninggalkanku? Kemudian hidup bahagia bersama wanita itu. Tidak, Matheo! Aku tidak bisa membayangkan jika itu sungguh terjadi padaku.”Tangis Sarah pecah, ia menutup wajah dengan kedua tangan, dengan bahu yang bergetar. Matheo masih bingung, mengapa Sarah menyimpulkan sepihak, tidak tahukah ia bahwa dirinya sempurna, dari segi fisik, tutur kata, dan pembawaannya, jika a
Sarah terdiam di pojok ruangan kamarnya sendiri, sembari meremas kuat benda pipihnya. Ada foto di mana Justin tengah menyuapi Lucy di ruang rawatnya. Rupanya Sarah diam-diam mengirim mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik Justino, Sarah tahu Lucy tengah kritis dan itu mengancam janin yang dikandungnya, tapi rasa cemburu lebih mendominasi sehingga ia menjadi semakin membenci Lucyana, karena menyangka bahwa Lucy akan merebut semua apa yang ia miliki, dengan memperalat janin yang berada di dalam kandungannya.“Berani-beraninya kau mempermainkan seorang Sarah,” umpatnya kesal.Air mata sudah menganak sungai, dari luar ia memang terlihat kuat, tegar, dan tegas. Tapi hatinya rapuh. Sejak kehadiran Lucyana, sikap Justino berubah perlahan-lahan. Malam semakin mencekam dan sedikit pun Justin tak juga hadir untuk menenangkannya, ia benar-benar memilih untuk menghilang dan menjauh dari Sarah, demi menjaga Lucy.Dalam kesedihannya, benda pipihnya berdering, ia mulai merasa senang, berpikir bahwa y
Justino masuk dengan tergesa, setelah pintu kamar Lucyana didobrak paksa. Darah yang mengucur dari perut refleks membuat Justino menangis. Ya, ia lebih mengabaikan Sarah dan memilih kembali ke rumah Lucy, terlebih ketika mengingat ancaman perempuan itu.Tubuh Lucy bersimbah darah, digendong masuk ke dalam mobil dengan tergesa, denyut jantung Lucy pun terdengar melemah. Sepanjang jalan ia terus mengutuk diri sendiri, andai bayi dalam kandungan dan juga Lucyana tak bisa diselamatkan.“Bodoh! Ini semua salahku. Andai aku tak berdebat dengannya tadi, semua tak akan seperti ini.”Justino terus saja menyetir, hingga tak lama mereka tiba di rumah sakit. Justino menggendong Lucy, membuat banyak pasang mata tertuju ke arahnya yang tengah dilanda kepanikan. Justino berteriak, memanggil bantuan secepat mungkin, ia ingin Lucy segera ditangani, itu saja.“Pastikan keduanya selamat!” pesan Justino ketika Lucy berhasil dibaringkan ke brankar dorong. Lucy segera dibawa ke ruang UGD, kondisinya terlam