🏵️🏵️🏵️
“Hanya kamu yang bisa bantu aku, Sya. Aku mohon, penuhi permintaanku.” Siska yang sedang duduk di kursi roda, memohon kepada Tasya—sahabatnya.
“Itu nggak mungkin, Sis.” Tasya berusaha menolak permintaan Siska.
Tasya sangat bingung dan tidak pernah menyangka akan mendengar permintaan yang sangat berat dari Siska. Tasya diminta melahirkan anak yang tidak mampu Siska wujudkan untuk Kenzo—suami yang sangat dicintai sahabatnya tersebut.
Siska dinyatakan tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk memperoleh keturunan oleh dokter yang memeriksa kesehatannya. Kini, wanita itu juga lumpuh dan duduk di kursi roda karena kecelakaan nahas yang menimpa dirinya dan orang tuanya beberapa bulan yang lalu. Siska merasa bahwa dunia telah mempermainkan hidupnya. Dia benci dengan apa yang terjadi saat ini.
“Aku mohon, Sya. Setelah kamu melahirkan anak itu, kamu boleh pergi jika tidak ingin lagi melanjutkan hubungan dengan Mas Kenzo.” Siska masih tetap berharap agar Tasya mampu memenuhi permintaannya.
“Itu nggak mungkin, Sis. Aku nggak sanggup menjadi orang ketiga dalam hubungan kamu dan suamimu. Aku tahu kalau dia sangat mencintaimu.”
“Aku tidak percaya kalau akhirnya menerima penolakan darimu, padahal kita sudah berteman sangat lama. Kita sudah seperti keluarga.”
“Aku sayang sama kamu, Sis. Tapi aku nggak mungkin menerima permintaan kamu kali ini.”
“Untuk apa lagi aku hidup kalau sahabatku sendiri sudah tidak peduli padaku?” Siska menangis di depan Tasya.
“Kamu tetap akan menjadi sahabatku dan lagi pun, kamu juga punya Mas Kenzo.”
“Anggap ini permintaan terakhirku. Tolong kabulkan harapanku yang ingin memiliki anak. Aku janji akan memenuhi semua kebutuhan keluargamu. Om Udin nggak perlu kerja banting tulang di usia yang tidak muda lagi. Biarkan aku yang membiayai kuliah Thalia—adikmu.” Siska memberikan penawaran kepada Tasya.
Tasya berpikir sejenak. Dia mengingat sang ayah yang bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan Thalia. Pak Udin bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan yang ada di kota ini. Sementara sang ibu telah lama meninggalkan mereka untuk selamanya.
Tasya baru bekerja menjadi seorang kasir di salah satu minimarket di sekitar rumahnya. Keluarganya sering merasa kesulitan saat akan membayar uang kuliah Thalia dan memenuhi perlengkapan lainnya. Sementara Pak Udin, tubuhnya sudah tidak kuat lagi seperti dulu.
“Gimana, Sya? Kamu bersedia?” Siska kembali bertanya.
“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku bersedia menikah dengan Mas Kenzo.” Akhirnya, Tasya mengambulkan permintaan Siska walaupun dengan perasaan bersalah. Hati kecilnya tidak tega menjadi madu untuk sahabatnya.
“Terima kasih, Sya. Aku akan segera mengatakan ini pada Mas Kenzo. Aku akan menghubungimu lagi nanti.” Siska sangat bahagia mendengar jawaban sahabatnya.
Tasya pun pergi dari rumah Siska setelah memberikan keputusan. Saat di depan teras rumah sahabatnya itu, dia bertemu dengan Kenzo yang baru turun dari mobil. Laki-laki itu tersenyum, tetapi Tasya tidak membalas senyuman itu.
Kenzo laki-laki tampan yang sudah menikahi Siska selama dua tahun. Laki-laki itu tidak sombong, dia justru sangat ramah, termasuk kepada Tasya. Namun, Tasya tidak suka melihat seorang pria yang terlalu ramah.
“Apa kabar, Sya?” Kenzo menyapa Tasya.
“Baik, Mas,” balas Tasya singkat.
“Saya masuk dulu, ya.” Kenzo pun memasuki rumah, sedangkan Tasya mencari angkutan umum untuk kembali ke rumahnya.
Tasya masih sangat takut memikirkan akan menikah dengan laki-laki yang baru dia lihat. Dia tidak dapat membayangkan harus hidup dengan orang yang tidak dia cintai. Tasya bahkan Siska minta untuk melahirkan anak Kenzo.
‘Semoga pengorbanan yang aku lakukan ini dapat membantu Ayah dan Thalia. Aku ingin membahagiakan mereka. Bagiku, kebahagiaan mereka segalanya.’ Begitu batin Tasya. Matanya berkaca-kaca.
🏵️🏵️🏵️
Pernikahan Kenzo dan Tasya akhirnya terlaksana juga. Acara tersebut hanya dihadiri keluarga. Tidak ada resepsi layaknya pengantin pada umumnya. Tasya meminta agar ikatan sakral dirinya dan Kenzo berlangsung sederhana saja.
Siska telah meminta asisten rumah tangga untuk menyiapkan kamar suami dan sahabatnya. Tasya dan Kenzo kini sudah berada di ruangan yang sama. Tasya merasa risi karena harus sekamar dengan laki-laki yang tidak dia cintai.
“Kamu, kok, diam aja?” Kenzo mendekati Tasya yang sedang duduk di tempat tidur.
Perasaan Tasya tidak menentu, dia takut karena Kenzo sangat dekat dengannya. Wanita itu merasa bersalah terhadap sahabatnya. Dia tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Kenzo. Tasya ingin memberontak, tetapi tidak kuasa.
“Aku nggak akan maksa kalau kamu belum siap melakukannya.” Kalimat yang Kenzo ucapkan makin membuat Tasya merasa ketakutan.
Tasya sangat heran, mengapa Kenzo bersedia menikah dengan dirinya yang merupakan sahabat Siska. Selama ini, Tasya yakini kalau laki-laki itu sangat mencintai Siska. Tasya tidak mengerti, dia berpikir bahwa besarnya cinta yang Kenzo miliki untuk sang istri hingga rela memenuhi permintaannya.
“Aku minta maaf.” Tasya menggeser posisi duduknya dan berusaha menjauh dari Kenzo.
“Apa kamu tidak ikhlas menikah denganku?” Kenzo heran melihat sikap Tasya.
“Aku tidak pernah berharap menjadi istri dari suami sahabatku sendiri. Tapi aku harus melakukan ini.” Tasya tidak dapat menahan tangisnya.
“Tapi Siska sangat percaya padamu. Dia yakin kalau kamu mampu menjadi istri yang terbaik untukku.”
“Aku bersedia melakukan semua ini demi orang yang aku sayangi. Aku harus berusaha ikhlas menerima kenyataan pahit ini.”
“Jadi, kamu merasa terpaksa menikah denganku? Padahal aku sangat bahagia karena kamu akan mewujudkan harapkanku dan orang tuaku. Aku anak tunggal yang mengharapkan keturunan dan penerus dalam keluarga. Siska tidak dapat mewujudkan harapan itu.”
“Selama ini, aku selalu berpikir kalau kamu sangat mencintai Siska dengan tulus, tapi ternyata ….”
“Aku ini laki-laki normal, wajar ingin memiliki istri yang mampu memenuhi hakku. Aku juga tidak mau mengecewakan orang tuaku.” Kenzo memberikan penjelasan kepada Tasya.
“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan. Aku akan mewujudkan harapanmu itu malam ini. Demi sahabat dan orang yang kusayangi. Lakukanlah sesuai dengan keinginanmu.”
Tasya pasrah dengan apa yang Kenzo lakukan. Hatinya menangis pilu karena harus menyerahkan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya kepada laki-laki yang tidak dia harapkan sama sekali. Tasya juga membayangkan bagaimana perasaan Siska saat ini.
Tasya telah berhasil memenuhi hak suami sahabatnya yang juga merupakan suaminya sendiri. Sementara Siska yang kini berada di kamarnya, harus menitikkan air mata mengingat laki-laki yang dia cintai berada dalam pelukan wanita lain.
Siska harus rela berbagi suami demi laki-laki yang dia cintai. Wanita itu ingin mewujudkan harapan Kenzo dan orang tuanya yang ingin segera memiliki keturunan dan penerus dalam keluarga. Siska berpikir kalau Tasya dapat membantunya.
Sebenarnya, Siska tidak rela menyerahkan sang suami kepada wanita lain, walaupun sahabatnya sendiri. Siska berharap setelah Tasya melahirkan anak untuk dirinya dan Kenzo, dia akan meminta Tasya menjauh dari kehidupan rumah tangganya.
===============
🏵️🏵️🏵️Siska melihat pancaran keceriaan di wajah suaminya hari ini. Dia sangat tahu kalau laki-laki yang sangat dia cinta itu telah mendapatkan hak yang selama ini diinginkan. Tasya sebagai istri kedua Kenzo yang telah memberikannya. Siska merasa sesak membayangkan hal itu, tetapi dia berusaha kuat dan tegar.Harapan Kenzo dan orang tuanya ingin memiliki keturunan sebagai penerus keluarga. Siska ingin mewujudkan keinginan itu melalui Tasya. Siska tahu kalau sahabatnya tersebut sangat terpaksa memenuhi permintaannya, tetapi Tasya berusaha menerima semuanya demi orang-orang tersayang.“Pagi, Sayang.” Kenzo menghampiri Siska yang telah menunggunya di meja makan untuk menikmati sarapan. Dia mencium keningnya.“Pagi juga, Mas. Tasya mana?” Siska menanyakan keberadaan Tasya yang tidak bersama Kenzo.“Masih di kamar mandi,” jawab Kenzo lalu duduk di kursi yang telah tersedia.“Sepertinya bahagia banget hari ini, Mas.” Siska ingin tahu jawaban suaminya.“Kamu yang membuatku bahagia, Sayang
🏵️🏵️🏵️Tidak menunggu lama, akhirnya Tasya pun siuman. Dia heran mendapati dirinya berada di tempat tidur. Kenzo mengembangkan senyuman kepada wanita itu. Kenzo merasa bersyukur memiliki istri yang telah mampu menggetarkan jiwanya.Tasya sangat heran melihat tingkah laki-laki yang telah resmi menikahinya. Dia berusaha duduk dan Kenzo pun membantunya. Tasya masih tidak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh suaminya yang tiba-tiba langsung mendaratkan ciuman di dahi dan pipinya.“Kenapa aku di sini?” tanya Tasya kepada Kenzo.“Tadi kamu tiba-tiba pingsan, Sayang.”“Aku kenapa, Mas?” Tasya masih tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba merasa tidak berdaya tadi.“Kamu nggak apa-apa, Sayang. Aku justru ingin berterima kasih padamu.” Kenzo menggenggam jemari wanita itu.“Terima kasih untuk apa?” Tasya penasaran.“Sebentar lagi kamu akan melahirkan keturunanku.”“Apa?”“Kenapa kamu kaget gitu? Kamu nggak bahagia akan menjadi seorang ibu? Papi dan Mami pasti bahagia.” “Maksudnya aku
🏵️🏵️🏵️Kenzo dan Tasya akhirnya tiba di tempat tujuan. Mereka segera memasuki ruangan dan menunggu giliran bertemu dokter. Kenzo masih bingung dan tidak mengerti kenapa istrinya sangat marah saat mendengar kalimat cinta yang dia ucapkan tadi.Menurut Kenzo, sangat wajar seorang suami mencintai istrinya walaupun status istri kedua. Bagi Kenzo, hanya Tasya yang benar-benar mampu menjadi istri yang seutuhnya karena telah menyerahkan diri kepadanya.“Masih marah, ya, Sayang?” Kenzo meraih tangan istrinya.“Iya!” jawab Tasya ketus.“Apa salahku? Kenapa kamu bersikap seolah-olah kita nggak ada hubungan?”“Karena kenyataannya harus seperti itu.”“Tapi, Sayang ….”“Nggak perlu bahas itu sekarang. Aku nggak mau dengar alasan kamu.”Akhirnya, tiba giliran Tasya memasuki ruangan dokter lalu diikuti suaminya. Tasya segera diperiksa, sedangkan Kenzo menunggu dengan perasaan tidak menentu. Dia berharap agar apa yang diinginkan selama ini dapat terwujud.“Selamat, ya, Pak Kenzo dan Bu Tasya.” Dok
🏵️🏵️🏵️Siska sangat bahagia dengan kehamilan sahabatnya. Tanpa menunggu lagi, dia segera mencari nama ibu mertuanya di layar ponsel. Dia ingin memberitahukan kabar gembira tersebut kepada wanita yang melahirkan suaminya.Harapan ini sudah lama dinantikan orang tua Kenzo, mendapatkan keturunan sebagai penerus keluarga. Tasya akhirnya mampu mewujudkan harapan itu. Namun, walaupun Tasya kini mengandung anak yang diinginkan keluarga, Siska tetap pada niat awal bahwa setelah sahabatnya itu melahirkan, harus segera pergi dari kehidupan Kenzo.“Assalamualaikum, Siska.” Bu Marisa mengucapkan salam di telepon kepada menantunya.“Waalaikumsalam, Mih. Mami apa kabar?”“Mami sehat. Kamu gimana?”“Sehat dan bahagia, Mih, karena harapan kita akan segera terwujud.” “Harapan apa?” Bu Marisa penasaran.“Tasya hamil, Mih.” Siska terlihat bersemangat menyampaikan kabar bahagia itu kepada ibu mertuanya.“Alhamdulillah. Tasya mana? Mami mau ngomong langsung.” Siska merasa sedih karena sang ibu mertua
🏵️🏵️🏵️ Kenzo dan Tasya akhirnya kembali pulang ke rumah. Siska menyambut kedatangan mereka dengan pikiran bertanya-tanya. Wanita itu takut jika Tasya salah penyampaian tentang kesepakatan yang telah mereka setujui sebelum pernikahan terjadi. Tasya memilih memasuki kamar karena ingin beristirahat. Namun, sebelum wanita itu beranjak, Siska menghentikan langkahnya. Tasya pun menghampiri sahabatnya tersebut. Dia berusaha menuruti kemauannya. “Duduk dulu, Sya. Tadi ngapain aja di sana? Papi dan Mami ngomong apa?” tanya Siska kepada. Tasya akhirnya duduk di sofa depan Siska. Sementara Kenzo memilih menjauh dari kedua istrinya. Dia memasuki kamar Tasya. “Papi dan Mami nanya tentang kehamilanku aja, Sis.” Tasya mengatakan apa yang dia bicarakan bersama mertuanya tadi. “Kamu nggak salah ngomong, kan, Sya?” “Nggak, Sis. Kamu tenang aja.” Tasya meyakinkan sahabatnya itu. “Mas Kenzo masuk kamar kamu, tuh. Tolong kamu minta dia tidur di kamarku malam ini. Kamu jangan manfaatin keadaan,
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, usia kehamilan Tasya memasuki empat bulan. Perhatian yang Kenzo tunjukkan makin membuat wanita itu merasa bersalah. Tasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan Kenzo pikirkan kalau dirinya akan pergi setelah melahirkan anak mereka. Tasya saat ini merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Namun, dia berusaha menolak rasa itu karena dirinya sadar kalau laki-laki tersebut suami Siska. Tasya kembali mengingat tujuannya menikah dengan Kenzo, melahirkan anak pria itu. Tasya tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak menentu. Dia berusaha tetap bersikap kasar di depan calon ayah dari anaknya tersebut. Semua itu dia lakukan agar Kenzo tidak menaruh harapan banyak kepadanya. “Rasanya sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kita, Sayang,” ucap Kenzo sambil mengusap-usap perut Tasya. Tasya hanya bisa terdiam dan merasakan hatinya seperti disayat sembilu yang sangat tajam. Terluka, tetapi tidak terlihat. Tasya berpikir, seandainya pernikahan dan kehamilannya b
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Sayang? Tasya itu istriku dan sudah sewajarnya dia mendapatkan perhatian suaminya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia sedang mengandung anakku. Jadi, kamu nggak pantas ngomong seperti itu tentang dia.” Kenzo beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Siska juga memilih bangun dari rebahan lalu duduk. “Kenapa kamu harus marah, Mas? Bukannya tujuan kita hanya untuk mendapatkan anak dari Tasya? Aku bersedia menjadikannya maduku karena ingin mewujudkan harapan kamu, Papi, dan Mami.” “Tapi kamu tidak pantas bicara seperti tadi tentangnya. Dia juga wanita dan sama sepertimu. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu tega berbicara seperti itu tentang sahabatmu sendiri. Kamu seolah-olah hanya ingin memanfaatkan dirinya. Terus terang, aku nggak suka melihat kamu yang seperti ini.” Kenzo menggeleng melihat Siska. “Jadi, maksud kamu, aku harus ikhlas melihat kamu selalu perhatian padanya? Ingat, Mas, aku itu istrimu.” “Tasya j
🏵️🏵️🏵️ Kenzo mencoba mengetuk pintu kamar Tasya. Dia berharap agar istri keduanya tersebut bersedia menerima keberadaannya. Kenzo ingin memeluk Tasya karena membayangkan seperti apa perasaan wanita itu kalau mengetahui apa yang Siska katakan tentang dirinya. “Sayang, buka pintunya, dong.” Kenzo mulai mengetuk pintu kamar Tasya. “Aku nggak bisa tidur, nih, karena kepikiran kamu yang tadi masih nangis saat aku keluar kamar.” “Aku ingin sendiri!” Kenzo bahagia mendengar jawaban Tasya. “Kamu tega melihat suamimu di depan pintu seperti sekarang ini? Aku mohon, buka pintu, Sayang.” Kenzo berharap agar Tasya luluh. Laki-laki itu mendengar suara langkah, dia sangat yakin kalau Tasya pasti akan membukakan pintu untuknya. Ternyata harapannya menjadi kenyataan, benda persegi panjang itu pun terbuka. Berdiri wanita yang kini selalu bersemayam dalam pikirannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Kenzo, tetapi tidak Tasya hiraukan. Wanita itu melangkah menuju tempat tidur. Kenzo pun masuk lalu m