"Saya..." Ucapnya, malas.
"Bagikan, ke teman-teman kamu." Oza menerima kertas itu dan berbalik ketempatnya. Sepanjang jalan gadis itu hanya ngedumel tak jelas dan membanting kertas dengan tak santai.
Puri menatapnya dengan pandangan heran. Lalu menggeleng kepalanya tak habis pikir. Setelah itu Bu Purwa mengadakan ulangan harian kewirausahaan. Dia sempat berpikir, kenapa gak ngambil sift pagi saja biar gak bisa sekolah. Terkadang penyesalan selalu datang terlambat. "Aturan kemarin langsung PKL ajh ya?" Gumamnya tanpa sadar.
Badra menangkis lengan Dahlan yang terus memberikannya sebungkus rokok. Hari ini rasanya tidak enak sekali untuk menghisap oksigen nikotin itu. "Nolak mulu, masih belum mau nyentuh banget?" Sindiran Dahlan membuat orang yang berdiri di depan pintu gerbang sekolah mereka melirik sinis.
"Apa sih,"
"Ya abis lu gak mau mulu, gak asem apa?" Tanya Dahlan yang memainkan asap rokoknya dengan sempurna.
"Gak," bohong jika pemuda tak merasa pahit lidahnya. Badra mengembuskan nafas panjang lalu berbalik masuk ke dalam sekolah.
Saat langkahnya sudah ada di ambang pintu masuk. Badra tetiba berhenti ketika mendengar celetukan Fathan. "Gue denger-denger ya, ada anak depan yang kenal sama Betran? Siapa?" Badra tak mau terlibat lebih jauh. Pemuda itu mengulum bibirnya dan langsung pergi meninggalkan mereka tanpa mendengar kelanjutannya.
Oza terus merengek-rengek minta tolong pada ketiga temannya itu. Namun tak ada satupun yang ingin menolong gadis itu dari pak Prabowo. Hari ini semua mata pelajarannya terlalu membuat anak itu mengantuk dan tidak bersemangat dalam belajar. Pada saat bel berbunyi, gadis itu langsung menaruh semua kertas yang ada di tangannya ke meja guru kemudian berlari menuju kesebuah kantin.
Ketika gadis itu lari, Puri tersenyum ketus. Karena nama terakhir yang ada di dalam buku guru itu adalah dirinya. "Oza kampret!" Umpatnya tertahan.
Nida dan Vera tak mau ikut tertarik ke dalam permasalahan kedua temannya. Mereka memilih untuk diam dan tak membantu apapun kecuali diminta.
Oza masih berlari sampai tiba-tiba dia menabrak tubuh seseorang yang tidak sengaja buat jantungnya berdetak cepat. Gadis itu memejamkan matanya takut pada orang itu kemudian membuka kelopak matanya perlahan dan pandangan mereka beradu.
Yang jadi pertanyaan itu. Hatinya masih pada porosnya atau tidak? Sejak beberapa menit yang lalu gadis itu tidak berkedip saat memandang wajah pemuda itu. Setelah itu dia pun sadar dan langsung melangkah mundur hingga terpentok tempat sampah.
Dikantin gadis itu tidak berhenti menatap wajah yang ada di kedai depan. "Ya Tuhanku, ciptakan satu untuk hambamu ini." Cetus Oza. Nida menggerakkan tangannya ke arah kening temannya itu.
"Za, lo kenapa? Ke sambat? Setan mana?" Tanya cewek itu beruntun.
Puri tersenyum menggoda saat mengikuti arah pandang gadis itu lalu meledeknya dan mencubit pipinya Oza. "Ouh, lagi liatin gebetan ya lo ... Pemandangan yang indah dan menakjubkan betul tidak saudariku?" Goda Puri, gadis itu mengangguk tak sadar. Saat sadar Oza langsung mengelak perkatanya tadi.
"Ey, apa sih!" Elaknya,
"Alah so malu anjing si kamu.." sambar Vera yang ikut menggoda gadis itu.
"Kalian tuh apa sih!" Nida terkekeh geli lalu mencolek pipinya dengan gemasnya.
Oza merenggut kesal karena mereka tidak berhenti mengejeknya. Bahrain lewat di depan meja mereka lalu menoleh sebentar menatap wajah gadis itu. Pemuda itu tak sendiri, dia bersama seseorang yang merangkul lengannya dengan mesra.
"Liat tuh, dah ada pawangnya." Celetuk Vera. Oza berdecak sebal lalu menghabiskan makanannya. Anak itu tak banyak bicara lagi ketika ia melihat pemandangan itu.
Gadis itu mendengus keras dan beranjak dari duduknya untuk segera kembali ke kelas. Dia melirik sekilas dan kemudian memberikan isyarat diam pada teman-temannya. "Shtt!! Halo? Ini siapa?" Ternyata ponselnya berdering.
"Ini gue," sahut sang lawan bicara.
"Ya gue sia--- lha elo?! Dapat dari mana, nomor gue?! Woy! Halo? Halo?" Sambungan teleponnya terputus dari lawan bicaranya itu dan membuat Oza menggeram marah.
"Siapa?" Tanya Puri.
"Orang yang gak pernah lo tau!" Ucap, Oza menggebu-gebu dan menghentakkan kakinya marah.
Puri, Nida dan Vera yang tak tahu tentang itu hanya saling menukar pandangan satu sama lain. Satu kesimpulan yang mereka ambil saat ini. "Ya siapa orangnya?" Gemas Nida yang ikut penasaran.
Oza berpikir sebentar lalu tak melanjutkan pembicaraan yang dia mulai. Jika dia ceritakan kepada ketiga temannya itu. Apa dia tak tambah pusing nantinya?
"Siapa ih!" Desak Puri, yang menatap wajah gadis di depannya dengan intens. "Ouh atau jangan-jangan lo ada gebetan lain ya?" Puri semakin mendesak anak itu. Namun Oza tetap tidak membuka suara.
Saat lagi kaya begini kenapa tidak satupun yang bisa membantunya. Ah sial sekali dirinya itu. "Dia anak depan," cicit anak perempuan itu dengan mengecilkan suaranya.
"Siapa?" Tanya ulang Puri.
"Anak depan ege!" Geram Oza yang langsung membuang muka tak enak.
Ketiga temannya beroh ria sampai sadar dan membulatkan mata mereka lalu menghentikan langkahnya. "APA?!!" seru ketiganya dengan kompak.
Oza mengusap telinganya agak berdengung dan menjitak satu persatu temannya. "Biasa ajh dong!" Mereka bertiga hanya meringis dan meminta maaf pada gadis itu.
"Maaf," sahut ketiganya kompak.
Jika bukan karena mereka adalah temannya. Sudah pasti gadis itu tak akan menganggap ketiganya teman satu kelas lagi. "Untung teman," keluhnya yang langsung mendapat pelototan Puri.
Badra memandang kedua temannya yang berani mematikan teleponnya. "Lo berdua apa sih, gue lagi telepon tadi!" Omelnya yang tidak dihiraukan oleh Farhana dan juga Dahlan.
"Lo lagi ngapain juga bukan urusan gue, kerjain tuh motor. Kita lagi praktikum." Tegur Dahlan yang so jadi ketua.
Badra mendengkus kemudian mengambil obeng kembang dengan gerakan kesal. Dahlan hampir kelepasan menggetok kepala pemuda itu jika tidak dipelototi oleh Farhana yang ada di di depannya. "Lagian gurunya ke mana?" Tanya Badra.
"Jujur gue bosen," lirih Dahlan yang gak di dengar oleh cewek itu. Farhana memperhatikan kondisi rambutnya dan membereskan meja yang dipakai buat kerja sembari bercermin.
3 tahun laluOza menyiap segala keperluannya buat melaksanakan ujian nasional dan mendaftar SBM atau SNM, dia harus memikirkan masa depannya dengan baik bukan ditengah kegundahan hatinya yang selalu menunggu Badra pulang, ia tetap harus menjalani kehidupannya sesuai dengan rencana yang telah dirinya bangun. Esok Arasya melangsungkan lamaran dan ia pasti jauh lebih sibuk saat pulang sekolah, ... tak bisa dipungkiri jika kelak dirinya akan menjadi seorang tante, Oza masuk ke dalam kamar mengambil ponselnya yang tertinggal setelah itu memandang wajah kedua orang tuanya dengan berat. Sebenarnya gadis muda itu sudah pusing mendengar ocehan sang bunda yang selalu membahas masalah ini dan itu, akan tetapi gadis itu tak bisa membuat kedua orang tuanya semakin pusing dengan nambah masalah yang ada. "Bunda bawel banget si! Aku juga lagi nyoba buat sbm!" Sahutnya kesal, akan tetapi bunda tetap mengoceh dan tak memedulikan sikap sang anak.
Waktu terus berjalan hingga kini keduanya sudah saling mengikat satu sama lain Oza tak pernah merasa ssbahagia ini ketika bersama Badra berbanding terbalik dengan Bahrain yang merasa beruntung punya sesosok wanita yang selalu mendampinginya, pasangan itu tampak berjalan santai setelah beberapa hari tak bertemu karena sibuknya pekerjaan masing-masing. Pagi itu semua terlihat damai dan indah Arasya yang selalu menebarkan keromantisan membuatnya iri dan memandang ke arah Bahrain yang tengah mengobrol dengan kakak iparnya, ... perempuan tersebut menautkan bibirnya kesal lalu melangkah ke dalam kamar terlalu bosan. Perempuan menelpon teman-temannya yang sudah berada diluar tanpa ia ketahui, "oy bu! Asik nih yang udah halal." Goda Puri yang menatap maniknya kemudian memain alisnya.Oza memang sengaja magang ditempat Bahrain bekerja agar bisa melihat aktivitasnya setiap hari, akan tetapi setiap kali mereka berdua bertemu dikantor lelaki itu bahkan tak pernah sekalipun melirik s
Semua terasa indah kalau kita bisa mengartikan cinta dengan benar namun ada saatnya semua terasa seperti mimpi buruk ketika ingin memulai sebuah hubungan baru yang konon katanya hanya sebuah ekspetasi belaka, Oza menaruh satu harapan pada Bahrain. Perempuan itu percaya bahwa Bahrain bisa mengobati rasa sakit hatinya yang selalu ia pedam selama ini, ... sejak lama perempuan itu merasakan perubahan pada Bahrain sejak hari penolakan tersebut, rasa bersalah semakin besar dikala pemuda tersebut tak pernah menunjukkan diri lagi dihadapannya. Bukan ini yang Oza inginkan, bukan saling menjauh bak orang asing, jujur saja ia masih perlu sedikit waktu buat membuka hatinya kembali untuk orang lain.Wajah kacau perempuan tampak terlihat jelas dipandangan sang kakak, ... Arasya menghela panjang melihat tingkah adiknya yang terlalu ambis dalam mengejar gelar, "loe tuh kalo udah mulai suka bilang aja kenapa si? Gengsi? Jangan membesarkan gengsi kalo pada akhirnya cuma sakit yang dit
Bahrain menghampiri perempuan yang tengah menunggunya di dekat kursi taman, agak terkejut pasalnya perempuan itu bersama mantan kekasihnya, ... lelaki tersebut menunggu di dekat kedai es krim tanpa terasa es yang ia pegang mulai mencair, Bahrain menghela lelah kemudian mengubah arah langkahnya dan membuang benda cair tersebut. Setelah ia liat keduanya sudah tak dalam satu lokasi yang sama lelaki melanjutkan jalannya dan menyapa perempuan yang tengah tersenyum kosong padanya. Bahrain tak berniat bertanya apapun pada Oza dan memberikan es krim yang sudah gadis itu pesan sejak tadi. Agak canggung ketika sang perempuan memandang maniknya dengan bingung lalu melengos begitu ada kesempatan untuk pergi dari hadapan pemuda tersebut, ... Bahrain menahan lengannya dengan cepat sedetik kemudian lelaki itu lepaskan karena tak ingin membuat gadisnya luka.Oza melangkahkan kakinya ke arah jalan menuju rumah, pemuda bingung bagaimana cara menyampaikan perasaannya
Siang ini gadis itu memiliki janji makan siang bareng dengan keluarganya akan tetapi sepertinya sang ayah memintanya agar membawa seseorang yang spesial meskipun sang ayah tau dirinya masih lajang dan tak ada yang mengisinya saat ini, namun sudah terlihat jelas isyarat yang diberikan oleh ayahnya agar ia mengajak Bahrain makan bersama keluarga mereka. Bunda tersenyum jahil pada sang putri lalu menatap wajah Oza dengan tatapan menggoda lantas perempuan yang kini tengah memandangi kedua orang tuanya itu tak mengerti dengan sikap yang ditunjukkan bunda dan ayahnya, ... Oza mendengkus geli kemudian meraih ponselnya dan segera menghubungi pemuda tersebut. Karena dia tidak ingin melakukan apapun lagi, setelah menelpon Bahrain perempuan itu langsung bergegas duduk dihalaman rumah seraya menunggui sang pemuda.Celetukan menggoda terus saja lolos dari bibir kedua pasangan yang sedang berada dalam ruang tamu, "liat anak ayah tuh, ... Udah besar." Goda sang bunda tentu saja Oza
Puri benar-benar tidak mengerti jalan pikiran perempuan di depannya itu, mengapa ia harus semarah itu hanya karena masalah kecil? Seharusnya ia memahami maksudnya hanyalah untuk membuat keduanya saling berbaikan satu sama lain. Namun terlihat dari cara marah Oza, perempuan itu tak bisa menerima sikap Puri yang bermaksud baik padanya, Oza mendengkus panjang akhirnya mengalah pada egonya lalu menatap wajah Puri dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Oza jelas masih sakit hati dengan sikap Puri namun perempuan itu tak bisa sepenuhnya menyalahkan orang lain bukan? Jika Puri sudah berniat melakukan hal ini, itu artinya Puri tulus ingin membantunya. Sejujurnya perempuan itu telah memaafkan pemuda tersebut akan tetapi sepertinya terlalu sulit memaafkan Nida, ... Karena itu teramat sakit untuk melakukannya.Puri menatap wajah sang teman lalu menghela panjang, "gimana? Loe maafin Za?" Tanya perempuan tersebut penasaran."Sebenarnya gue udah maafin Badra yang kaya loe ta