“Dan kandidat lain untuk menjadi raja, aku mencalonkan diriku sendiri,” ucap Leiz dengan lantang.
Sorakan pendukung Leiz terdengar riuh memenuhi ruangan, hanya sebagian kecil saja yang tetap diam. Mereka diam-diam memihak kubu yang lain.
“Tuan Leiz, kita memilih raja bukan berdasarkan suara, tapi kepantasannya,” sela Razen hingga suara sorakan tiba-tiba menjadi hening.
“Apa maksudmu, Jenderal Razen?” Mata Leiz menatap Razen seakan ingin menembus jantungnya dan menghakimi pria ini yang telah berani bersuara.
Semua mata kini memandang Razen yang sengaja membuat perselisihan dengan Penasehat Kerajaan Leiz Schwarz. Mereka menunggu penjelasan dari Razen.
“Pangeran Yuan, dia pantas menjadi raja, bukan Anda, Tuan Leiz Schwarz,” ucap Razen dengan berani mendekat ke arah podium supaya terlihat jelas oleh seluruh tamu undangan. “Karena dia memiliki kemampuan yang sudah kita tunggu selama ini, kekuatan pemurnian,” lanjut Razen dengan lantang sehingga semua orang mendengar dengan jelas ucapannya.
“Lalu bagaimana dengan statusnya, Jenderal Razen?” balas Leiz dengan sinis. Kali ini Leiz memiliki kartu as untuk menjatuhkan Yuan. Statusnya sebagai pangeran dari dunia atas pasti tidak akan diterima oleh penghuni dunia bawah.
Razen terdiam, tubuhnya sedikit bergetar, mau tidak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya. “Dia memang anak yang berasal dari dunia atas,” ucap razen dengan napas memburu dan berharap suaranya tidak ikut bergetar.
Leiz tersenyum penuh kemenangan, dia sudah tahu bagaimana akhir dari pemilihan hari ini. Dia yakin kedudukannya kali ini sudah pasti diperoleh ditambah dirinya berpura-pura saat peperangan berlangsung. Dia merasa menjadi korban Raja Kegelapan yang begitu bengis, dia bersandiwara jika dirinya diperalat oleh sang raja.
Sementara itu perdebatan kecil terjadi. Mereka yang terlahir di dunia atas akan mendapatkan kebencian dari semua makhluk dunia bawah. Kejadian ratusan tahun yang lalu karena seorang anak yang terlahir di dunia atas dan juga kepergian Raja Veer yang memilih meninggalkan rakyatnya demi seorang wanita dunia atas membuat mereka semakin membenci makhluk yang berkaitan dengan dunia atas.
“Suruh dia kembali ke dunianya!”
“Turun!” teriak salah satu dari tamu undangan.
“Makhluk dunia atas tidak pantas menjadi raja kami!”
“Ya benar!” Serempak mereka membuat paduan suara menolak keberadaan Yuan.
Teriakan demi teriakan mulai riuh dan keributan pun terjadi. Semua orang menolak Yuan sebagai kandidat raja baru. Alasannya sangat jelas karena dia berasal dari dunia atas. Razen yang berusaha memberitahukan fakta tentang kekuatan Yuan tidak didengar sama sekali.
“Dengar, kalian lihatlah, aku dulu terkintaminasi hingga berubah menjadi monster, apa kalian lupa?!” teriak Razen. Suaranya mulai serak menyuarakan pendapatnya yang terus dibantah oleh yang lain.
“Cukup!” teriak Yuan. Dia turun dari podium dan berlari keluar. Dia sudah tahu akan ada penolakan, tetapi ternyata dirinya tidak cukup kuat menerima penolakan tersebut. Hari-hari di Silverstone tanpa sang kakak terbayang kembali. Negeri yang bahkan rakyatnya pun tidak mengenal dirinya.
Rafael mengejar Yuan. Berusaha meraih tangannya dan menghentikan pemuda berambut hitam itu.
“Yuan!”
“Cukup, paman, mereka tidak menyukaiku. Aku juga tidak ingin menjadi raja,” balas Yuan. Bulir bening mengalir dari sudut matanya tanpa perintah. Seketika dia seka dengan punggung tangannta.
Sementara itu Razen berlari dan berdiri di podium hingga semua suara berhenti. Tatapan mata para tamu undangan kini berpusat pada Razen.
“Pangeran Yuan merupakan harapan kita satu-satunya untuk mengembalikan kerajaan. Jika kalian memilih Tuan Leiz, lalu apa artinya singgasana di sana?” ucap Razen berapi-api dan menunjuk ke arah sebuah kursi singgasana yang hanya bisa diduduki oleh seorang raja.
“Kenapa kalian tidak meminta Tuan Leiz untuk duduk di sana dan membuktikan bahwa dia juga pantas!” seru Razen menatap Leiz dan mengibarkan bendera pertentangan di antara mereka.
Leiz Schwarz tersenyum dengan senang saat Razen mengatakan hal itu. Dia berjalan ke arah singgasana.
“Apa kau serius ingin aku membuktikannya? Aku juga memiliki kemampuan pemurnian setelah mengalahkan Raja Kegelapan dalam perang kemaren,” balas Leiz menantang ucapan Razen. Senyuman terkembang semakin lebar saat pengikut dan pendukungnya bersorak.
“Tuan Leiz buktikan bahwa Anda adalah raja yang tepat!”
Yuan sudah kembali ke Aula setelah dibujuk oleh Rafael, mereka berjalan mendekati Razen dan kini memperhatikan Leiz yang akan membuktikan dirinya pantas.
“Takhta kerajaan, dulu kami melakukan tes kecil dengan mendudukkan anak-anak di atas singgasana untuk mencari raja kami. Tak satupun bereaksi. Hingga Raja Veer waktu itu menunjukkan kemampuannya. Saat dia duduk di singgasana, kristal hitam kami bersinar. Setelah ratusan tahun akhirnya ada lagi raja untuk kerajaan ini. Tapi cerita yang sebenarnya aku juga tidak tahu. Banyak yang menyalahkan Raja Veer karena jatuh cinta dengan ....”
“Dengan nenekku,” sela Yuan sebelum Leiz sempat menyelesaikan ucapannya yang hanya berupa bisikan kecil.
“Apa kau bilang?” bisik Rafael tidak mengerti.
“Raja Veer jatuh cinta dengan Putri Yuen, dia adalah nenekku,” balas Yuan.
“Ya, yang artinya keduanya adalah orangtua ayahanda,” sambung Yui menimpali.
“Kenapa kalian tidak bilang sejak awal!” seru Rafael.
Rafael menoleh bersamaan dengan perubahan pada kristal hitam yang terlihat bersinar terang saat Leiz menduduki singgasana. Wajah Rafael maupun Razen terlihat pucat dan terus saja bergumam, “Itu tidak mungkin.”
“Beri hormat kepada Raja Leiz!”
“Salam, Raja Leiz!”
Semua orang membungkuk dan memberikan penghormatan kepada Leiz yang saat ini menjadi raja karena membuktikan diri dia pantas. Leiz memiliki kekuatan pemurnian seperti yang mereka harapkan. Sementara Yui, Yuan, Rafael dan Razen masih berdiri tercengang dengan apa yang baru saja terjadi.
“Itu tidak mungkin!” gumam Razen merasa bingung dan mulai limbung melihat kenyataan yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.
“Bukankah sudah jelas, Raja Leiz telah membuktikan dirinya,” balas salah satu dari para tamu undangan dan salah satu pendukung Leiz.
Leiz tersenyum senang, semua rencananya berhasil. Di balik takhta kerajaan ada seseorang pemuda yang duduk di sana.
“Terima kasih Lixue, kau akan tahu sebentar lagi siapa yang menginginkan harpamu,” bisik Leiz dan pemuda dibalik kursi singgasana itu mengangguk tanpa kata.
Dalam hati, Leiz tertawa, dengan kekuatan dari Lixue dia memanipulasi kristas hitam hingga terlihat bersinar saat dia duduk di singgasana sehingga semua orang mengira dirinya memiliki kemampuan yang diakui oleh kristal hitam.
“Hidup Yang Mulia Leiz!”
Serempak mereka mengucapkan kata yang sama dan sekali lagi memberikan penghormatan serta dukungannya.
“Yang Mulia, melihat kemampuan Anda, sudikah kiranya Yang Mulia menghilangkan kontaminasi di wilayah kami,” ucap salah satu dari tamu undangan yang membungkuk penuh harap.
Raja yang mereka panggil hanya tersenyum dan mengibaskan rambutnya yang mulai berubah warna karena usia. Dia berbisik kepada Lixue, “Apa kau bisa membuat bunga di sebelah membeku lalu mencairkannya saat aku menyentuh bunga tersebut?”
“Bisa,” jawab Lixue tanpa tambahan kata apapun. Dia membuat bunga di yang dimaksud Leiz membeku saat itu juga.
Leiz berdiri dari singgasannya lalu mengambil bunga yang telah beku.
“Rakyatku, akan kubuktikan kekuatanku memang benar. Lihatlah bunga yang telah terkontaminasi ini,” ucap Leiz memperlihatkan bunga beku yang terlihat kaku seperti bunga dan tanaman lain yang telah terkontaminasi. Dengan sentuhannya bunga itu kembali segar. Semua mata menganga melihatnya, melihat bukti nyata jika Raja Leiz mereka memang benar-benar memiliki kemampuan khusus yang menjadikannya layak sebagai raja.
“Jangan memperdaya mereka!” seru Razen yang tahu bunga itu beku dan bukan terkontaminasi.
“Sial, kenapa aku lupa masih ada Razen di sini, dia elemen tanaman tentu saja bisa merasakan tanaman ini tidak terkontaminasi,” batin Leiz yang merutuki kesalahan fatalnya.
Yui dan Yuan berdiri di luar dinding istana, hembusan angin lembut membelai rambut mereka. Jemari mereka dengan hati-hati menaburkan benih-benih ajaib dari dunia atas ke tanah yang dahulu gersang. Di bawah sentuhan mereka, dunia bawah yang dulunya kelam kini dipenuhi berbagai warna—hijau rumput yang merayap, kuning keemasan bunga-bunga liar, segala macam tanaman mulai mengular dari dalam tanah. Yui menoleh, alisnya berkerut melihat saudaranya. "Yuan, kau tidak apa-apa?" tanyanya, memperhatikan kembarannya yang tengah memainkan harpa keemasan—benda legendaris yang diperebutkan banyak makhluk.Yuan menggeleng pelan, jemarinya masih menari di atas senar harpa. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, matanya tetap terfokus pada alat musik di tangannya.Kebangkitan Yuan beberapa waktu lalu sungguh menggemparkan seluruh kerajaan. Bukan hanya wujudnya yang telah berubah sempurna sebagai raja kegelapan, tetapi juga reaksi tidak biasa dari harpa ajaib tersebut. Harpa keemasan itu bersinar terang,
Cahaya keemasan menyusup di antara dedaunan saat Raja Arlen membimbing Yui menyusuri jalan setapak menuju area tidak jauh dari Pohon Kehidupan. Angin lembut menerbangkan helaian rambut Yui, sementara matanya menangkap sosok Rafael yang tengah berbincang serius dengan Moura di kejauhan, wajah keduanya tampak khidmat di bawah naungan cabang-cabang raksasa."Sebelah sini," ujar Raja Arlen sambil menunjuk dengan jemarinya yang panjang dan ramping. Jubah kerajaannya berdesir lembut menyapu rumput saat ia memimpin Yui menuju sebuah pondok mungil yang hampir tersembunyi di balik rimbunnya aneka bunga warna-warni. Aroma manis nektar merebak di udara, menggelitik indra penciuman.Pintu pondok terbuka dengan derit pelan. Seorang pria melangkah keluar, mengenakan tunik berwarna lumut khas kaum elf yang melekat sempurna di tubuhnya. Namun, tidak seperti para elf lainnya, telinga pria itu tidak meruncing dan wajahnya tidak memancarkan keanggunan abadi yang biasa dimiliki kaum elf."Yoru!" pekik Y
Yui mendarat dengan lincah setelah melompat dari punggung Fury, naga hitam milik Rafael. Rambut panjangnya melambai tertiup angin saat kakinya menyentuh tanah. Matanya berbinar melihat sosok yang telah menunggunya."Kakak!"Yui menghambur ke pelukan Yuasa, jemarinya mencengkeram erat jubah sang kakak sementara aroma khas dedaunan segar menguar dari tubuh Yuasa. Mata keduanya berkaca-kaca, pertemuan yang menggetarkan jiwa setelah sekian lama terpisah."Kau baik-baik saja, Yui? Bagaimana tubuhmu setelah bangkit kembali?" tanya Yuasa sambil meneliti setiap inci wajah adiknya. Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Yui, memancarkan energi keemasan yang menelusuri setiap sel dalam tubuh sang adik. "Setelah semua ini selesai, biarkan kakak menyembuhkanmu."Dahi Yuasa berkerut dalam. Sensasi dingin menjalar dari tubuh Yui—sesuatu yang sangat janggal. Api Suzaku yang seharusnya berkobar hangat kini terasa beku seperti es abadi."Tentu, untuk saat ini kakak fokus saja dengan pernikahan. Urusan
Malam di Kota Naga. Bintang-bintang bertaburan seperti permata di langit malam Kota Naga. Rafael berdiri sendirian di balkon gedung tertinggi, kedua tangannya mencengkeram pagar besi yang dingin sementara matanya menelusuri konstelasi-konstelasi yang berkilauan. Hembusan angin malam meniup rambut gelapnya, mengirimkan sensasi dingin yang menusuk tulang, namun Rafael tak bergeming.Suara langkah kaki lembut terdengar di belakangnya. Rafael menoleh, alisnya terangkat saat mengenali sosok yang mendekat."Yuichi?"Sosok itu tersenyum. Wajahnya merupakan versi maskulin dari Yui, garis rahang yang sama, mata yang sama, tetapi dengan ketegasan yang hanya dimiliki seorang ayah."Sendirian?" tanya Yuichi, suaranya merdu membelah keheningan malam.Rafael mengangguk pelan, lalu menggerakkan tangannya ke arah kursi kosong di sampingnya. Yuichi melangkah maju dan duduk, jubah hitamnya melambai pelan tertiup angin."Malam ini indah meskipun tanpa bulan," ucap Rafael, matanya kembali menatap cakraw
Bunga putih mungil bertebaran di aula, mirip kepingan dandelion yang rapuh. Setiap tamu berjalan perlahan, meletakkan bunga kecil tanda penghormatan terakhir. Bunga-bunga itu mencerminkan ketangguhan luar biasa, seperti kehidupan yang bertahan di balik kerasnya dunia bawah, membisu namun tak terkalahkan. Mereka menyebutnya bunga bintang roh. Eirlys menatap Yuan yang terpejam, sosoknya tenang seakan tertidur lelap. Alunan harpa mengalir lembut memenuhi aula, melukiskan kesedihan yang mencekam setiap sudut ruang. Matanya menyipit saat menyadari bunga putih di dekat Yuan mulai membeku, embun es merangkak perlahan mengubah kelopak menjadi kristal dingin. Hawa sejuk mulai merambat, menusuk tulang."Mungkinkah?!"Dalam sekejap, Eirlys bangkit dari tempatnya. Langkahnya cepat mendekati peti kaca tempat Yuan dibaringkan. Jemarinya mendorong penutup tebal dengan tekad membara. Jantungnya berdebar dengan kencang, sebuah api harapan muncul. "Putri Eirlys, relakan Yang Mulia!" Xavier bergerak c
Senar harpa emas kaum elf bergetar lembut, berbeda dari instrumen biasa. Energi yang digunakan untuk menggerakkan senar ini sangat banyak. Eirlys membiarkan jemarinya terkulai di atas senar, tenaga terampas habis. Napasnya terengah-engah, seakan udara di sekitarnya menghisap oksigen dari paru-parunya."Eirlys!" Lixue melompat mendekati, gemetar mengambil harpa keemasan dari tangan sang adik. Dengan lembut, dia meletakkan instrumen berkilau itu di meja terdekat. "Istirahatlah sekarang." Lengannya melingkari pinggang Eirlys, memapah tubuh lemah itu menuju kursi panjang. Dengan hati-hati, dia mengangkat kaki adiknya dan membiarkan Eirlys setengah berbaring."Kak, bagaimana Yuan?" bisik Eirlys, kekhawatiran menembus kelelahan yang menyelimutinya.Lixue menggenggam tangan adiknya, mencoba menenangkan. "Dia akan baik-baik saja. Ingat, Tuan Xavier dan Tuan Ernest sedang menyiapkan ramuan untuknya." Dalam hati, dia berdoa agar takdir berkata lain. “Semoga Yuan bertahan, setidaknya biarkan Eir