LOGINTopan duduk di ranjang dengan pandangan lurus ke arah depan seperti sedang berbicara pada kenangan yang tidak pernah benar-benar mati. Sedangkan Davina duduk di sampingnya, telah siap mendengarkan cerita dari sang suami. Suasana diantara mereka kini perlahan berubah, dari hangat menjadi berat. "Kalau kamu ingin mengenal aku lebih jauh lagi supaya kamu merasa benar-benar menjadi istriku. Baik lah, aku akan menceritakan semuanya, sayang." Topan akhirnya angkat bicara. Davina tertegun, lantas membalas dengan anggukan kepala. Tiba-tiba, jantungnya berdebar kencang. Bagaimana tidak, Topan selalu saja penuh kejutan. Tapi ia segera menenangkan diri dengan mengatur napas. Topan lanjut bicara, "Aku akan menceritakan semuanya tanpa ada yang kututup-tutupi lagi, sayang. Lagi pula, sekarang, sudah saatnya kamu berhak tahu segalanya tentangku." Topan melirik ke arah istrinya yang kini menatapnya lekat sebentar sebelum kemudian kembali menatap lurus ke depan. "Aku akan mulai bercerita tent
Keheningan menyelimuti ruang kamar tersebut. Sejak tiba di dalam, Davina hanya berdiri mematung di muka pintu, sesekali menatap ke arah sang suami yang sedang sibuk dengan dirinya, sesekali ke sembarang arah dan menunduk. Bagaimana tidak, ia masih takut dengan sosok suaminya yang kini ia tahu adalah sang raja gangster Valdoria! Juga seperti ada tembok yang menjulang tinggi yang memisahkan keduanya, menghalangi dirinya untuk langsung bertindak seperti biasanya. Di sisi lain, ia juga masih ragu, ia masih berpikir dengan keras. Pun masih mencoba mempercayai semua apa yang baru saja ia ketahui. Mendapati Davina hanya berdiri seperti itu, Topan yang saat ini sudah duduk di atas ranjang mengernyitkan kening. "Kemari lah, sayang." titahnya pelan seraya melambaikan tangan. Dia kemudian menambahkan. "Kenapa kamu hanya berdiri di situ?" Perkataan Topan membuat Davina tersadar dari lamunan panjangnya. Ia baru menatap sang suami. Tapi tidak lama sebelum kemudian menunduk lagi. Bahkan, ia
Namun, bagi Davina, kata-kata itu menghantam dengan cara yang berbeda. Suara itu terdengar seperti perisai, pelindung yang selama ini diam-diam menjaga dirinya dari bayang-bayang jahat dunia luar. Disatu sisi, hatinya bergetar. Ada rasa takut yang dingin menjalar dari ujung kaki hingga tengkuknya. Tatapan dan nada suara Topan tadi bukan milik suaminya yang lembut yang selama ini ia kenal. Itu adalah nada dari seseorang yang terbiasa memerintah dan menghakimi hidup orang lain : nada dari seorang raja! Tapi di sisi lain, dibalik rasa takut itu, ada getaran lain yang tak bisa ia bantah. Rasa aman. Rasa terlindungi. Kata 'tidak boleh menyentuh Davina' itu terdengar seperti pengakuan kepemilikan. Seperti janji dalam bentuk lain, penuh kekuatan dan ketegasan. Kala memikirkan hal itu, dada Davina terasa sesak. Matanya tiba-tiba panas. Jantungnya berdetak lebih cepat. Davina sendiri tidak tahu apakah ia ingin menangis karena takut atau karena terharu. Dalam pandangan Davina, suaminya
Kini, ruang keluarga itu dipenuhi udara berat, setelah momen ketegangan mencapai puncak. Suara detik jam di dinding terasa menggema seolah-olah memperlambat waktu. Pun senyap. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara selain napas yang berat dan tak beraturan. Topan berdiri tegak di tengah ruangan, sosoknya tampak begitu berbeda di mata semua orang—dingin, berwibawa dan memancarkan tekanan yang membuat siapa pun sulit bernapas. Indira dan Ganta hanya bisa menunduk dalam-dalam, menahan rasa takut luar biasa. Sementara itu, Gunawan tampak gelisah sekaligus penasaran, tapi masih tetep berdiri di tempatnya, menunggu menantunya berbicara. Davina sendiri juga berdiri mematung. Matanya tak lepas dari sosok pria yang selama ini tidur di sisinya, yang ia kira hanyalah suami sederhana, bukan raja dunia hitam yang disegani seluruh Valdoria! Di titik ini, Topan menghela napas pelan, kemudian menatap ke arah Gunawan sejenak sebelum kemudian kembali menatap dua orang yang kini masih bersujud
Gunawan menarik napas panjang, menghembuskannya dengan kasar, lalu menatap Indira dan Ganta secara bergantian dengan sorot mata yang menuntut kesungguhan. "Ingat kata-kataku. Topan bukan musuh, dia adalah penyelamat dan pelindung keluarga kita. Sekali saja kalian masih memancing amarahnya, tidak akan ada yang bisa melindungi kalian, bahkan aku sekali pun!" Gunawan memperingati seraya menunjuk muka mereka berdua. Sebenarnya, Gunawan sangat yakin jika mereka berdua sudah tidak akan berani, memperlakukan Topan dengan buruk, menghina atau mencaci maki setelah ini. Bagaimana tidak, mereka berdua sudah tahu siapa yang dihadapinya! Keheningan kembali turun, namun kali ini bukan karena kaget, melainkan karena rasa takut yang benar-benar menjerat hati mereka masing-masing. Indira dan Ganta menunduk dalam-dalam, menyesali semuanya! Sedangkan Davina hanya menatap ayahnya dalam diam, kini sepenuhnya telah paham. Di luar rumah, suara mobil Topan tiba-tiba terdengar masuk ke halaman. Indira
Gunawan lanjut bicara, "Topan memilih menyembunyikan identitas aslinya di kota ini karena dia sedang menjalankan misi. Begitu misinya selesai, baru dia akan menunjukan siapa dia sebenarnya kepada semua orang!" "Dan aku telah mendapatkan izin dari sang Raja Gangster Valdoria sendiri untuk memberitahukan hal itu kepada kalian lebih dulu. Tapi ingat, jangan sebarkan rahasia ini kepada siapa pun, sampai waktu yang belum ditentukan. Kalian mengerti?!" Suara Gunawan menggelegar di ujung kalimat. Hal tersebut membuat ketiganya tersadar dari keterkejutan. Dengan suara patah-patah, ketiganya menjawab. Setelah itu, keheningan masih menelan ruangan tersebut. Di saat ini, Davina menundukan kepala, hatinya tengah berkecamuk. Mendadak, benak Davina dipenuhi banyak ingatan yang berkelebat. "Astaga, aku sungguh tidak menyangka kalau ternyata suamiku adalah seorang Raja Gangster Valdoria…" bisiknya pelan pada dirinya sendiri. Kemudian, potongan aneh selama ini saling menyatu, membentuk gambara







