Dengan begitu, putrinya bisa bersama Gavin dan menjadi menantu dari keluarga terpandang.Apalagi pagi ini, Tuan Gavin mendatangi mereka dan mengatakan bahwa selama Tobi bercerai dengan Widia, dia akan langsung menikahi wanita itu.Tuan Gavin tidak ingin Tobi terlibat dengan putrinya lagi dan menuntut agar mereka bercerai dalam waktu tiga hari.Karena alasan inilah, Kakek Muhar memutuskan untuk turun tangan menanganinya langsung.Setelah duduk selama beberapa saat, Kakek Muhar pun berkata, "Tobi, sejak kamu tinggal di kediaman Keluarga Lianto, perlakuanku kepadamu cukup baik, 'kan?""Ya, Kakek sangat baik kepadaku," ucap Tobi dengan jujur. Selama ini Kakek Muhar memperlakukannya dengan baik, walau terjadi masalah, beliau tetap melindungi dirinya."Baguslah kalau kamu mengerti. Sekarang Kakek ingin memintamu melakukan satu hal. Aku harap kamu menyetujuinya."Mendengar itu, Tobi telah menebak masalah apa itu, tetapi dia masih berpegang pada secercah harapan dan bertanya, "Ada apa?""Berce
"Tobi, kamu dengar itu? Seharusnya kamu ngerti maksud Ayah, 'kan?"Ibunya Widia berkata sambil memasang tatapan mengejek, "Pria yang nggak punya apa-apa sepertimu seharusnya sudah keluar dari Keluarga Lianto dari dulu. Kenapa kamu masih berani menempel pada putriku?""Benar, kami bisa menyuruhmu datang ke sini dan berbicara baik-baik, itu semua karena Ayah berbaik hati.""Kalau nggak, kami nggak mungkin membiarkanmu masuk ke kediaman Keluarga Lianto lagi. Selain itu, aku punya banyak cara menghadapi orang sepertimu, juga bisa membuatmu mati tragis," ancam ayahnya Widia."Benar. Tobi, jangan tak tahu diuntung. Kamu tahu kekuatan Keluarga Lianto kami, 'kan? Seandainya kami ingin menyentuhmu, kamu juga nggak akan bisa hidup sampai hari ini."Ayah dan ibunya Widia terus-terusan menyerangnya, apalagi kata-kata mereka penuh dengan ancaman.Seolah-olah, jika Tobi tidak menuruti mereka, dia akan langsung mati.Apalagi, Tuan Gavin sudah mengungkapkan niat untuk menikahi Widia, jadi masalah ini
"Kalau kamu nggak mau, begitu keluar dari pintu ini, jangan salahkan aku karena bertindak kejam."Ancaman Kakek Muhar begitu dingin, bahkan aura yang terpancar keluar dari tubuhnya tampak menakutkan sekali.Ini jelas-jelas berbeda dari sikap merendahnya saat berada di depan Tuan Bowo sebelumnya.Lagi pula, di matanya, Tobi hanyalah seorang bocah yang memiliki sedikit ilmu seni bela diri.Berbeda halnya jika kekuatannya mencapai tingkat Guru Besar. Jika demikian, mungkin tak ada seorang pun di seluruh Kota Tawuna ini yang berani tidak menghormatinya.Masalahnya sekarang, apa hal seperti itu bisa terjadi?Tidak mungkin!Apalagi, Tuan Bowo termasuk kepercayaannya Pak Damar.Saat itu, Kakek Muhar pasti tidak berani berbicara kasar seperti ini. Dia juga harus merendah dan membungkuk dengan hormat.Menghadapi ancaman Kakek Muhar, Tobi hanya menanggapinya dengan senyuman, "Lakukan saja!"Begitu mengucapkan kata-kata ini, dia langsung pergi.Setiap langkahnya sangat ringan, santai dan penuh pe
"Kamu!""Gila!""Kenapa tiba-tiba membual lagi?""Sudahlah, aku malas berdebat denganmu. Cepat kembali ke perusahaan."Usai mengatakan itu, Widia pun menutup telepon.Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tobi barusan.Tobi tak berdaya. Padahal, dia berencana membeberkan sedikit kemampuannya, tetapi Widia tidak memercayainya sama sekali.Apalagi, nada suara Widia di telepon tadi begitu marah. Dia pun terpaksa kembali ke perusahaan dengan patuh.Baru saja Widia mengakhiri pembicaraannya, tetapi ponselnya kembali berdering. Kali ini, kakeknya yang menelepon."Kakek!" sapa Widia dengan cepat. Kakeknya selalu menyayangi dan mendukungnya sejak masih kecil. Hanya saja, kali ini, kakeknya tidak sependapat dengannya. Dia tidak ingin dirinya bersama dengan Tobi.Padahal sebelumnya kakeknya-lah yang bersikeras menjodohkan dirinya dengan Tobi, tetapi sekarang tidak lagi demikian. Dia ingin mereka segera bercerai."Kakek, aku nggak mau bercerai dengan Tobi.""Untuk saat ini, aku
"Apa yang kamu bicarakan!"Widia segera membalas, "Tobi sama sekali nggak mengeluh kepadaku. Bahkan, saat aku meneleponnya dan memarahinya karena berada di luar, dia juga nggak bilang apa-apa.""Lantas, dari mana kamu tahu masalah ini?" tanya Kakek Muhar."Kalian nggak perlu tahu begitu banyak. Pokoknya, bukan Tobi yang bilang. Apa kalian mengancamnya dan menyuruhnya meninggalkanku? Apa jawabannya?" tanya Widia."Huh! Memangnya dia bisa jawab apa? Dia mana rela meninggalkan keluarga kita yang kaya ini. Yang dia inginkan hanyalah uang.""Kami mau memberinya 20 miliar, tapi dia malah merasa itu terlalu sedikit," seru ibunya Widia."Dengan kata lain, dia nggak setuju?" ujar Widia sambil menghela napas lega. Terkadang dia benar-benar takut Tobi akan setuju."Ya, dia nggak setuju, tapi bukan karena dia menyukaimu, lantaran kamu itu direktur Grup Lianto dan kamu punya banyak saham di perusahaan.""Sebaliknya, Tuan Gavin lebih baik. Dengan latar belakang keluarganya, dia sama sekali nggak mem
Begitu Tania menyampaikan idenya, keduanya pun segera mendiskusikan keseluruhan strategi itu.Gavin terus-menerus memuji Tania setelah mendengar penjelasannya. Memang benar, wanita paling paham dengan sesamanya, apalagi Tania itu sahabatnya Widia.Sudah dipastikan, langkah selanjutnya, Gavin tak akan terkalahkan lagi.Selagi memikirkan hal ini, ponsel Gavin berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, panggilan dari Widia. Mungkinkah wanita itu akan memarahinya seperti yang dikatakan Tania barusan?Jika tidak, Widia tidak akan berinisiatif meneleponnya, kecuali dia punya masalah penting."Halo!""Tuan Gavin, kamu datang melamar ke kediaman Keluarga Lianto kemarin, lalu memberi kami tenggat waktu tiga hari?" Saking marahnya, Widia tidak berbasa-basi lagi dan langsung ke inti permasalahan.Gavin terkejut. Ternyata benar, Widia sungguh menanyakan masalah ini.Mau tak mau, Gavin mengacungkan jempol kepada Tania.Memikirkan strategi yang baru saja dibahas dengan Tania, Gavin pun menjawab
Tanpa menunggu Widia menanggapi pertanyaannya, Gavin lanjut menambahkan, "Kalau benar, bukankah dia tipikal pria dari keluarga miskin, kerap merasa rendah diri dan mudah sensitif?""Lantaran rendah diri dan rasa sensitif itu, mereka berharap bisa menarik perhatian orang lain dan memperoleh kepuasan dengan membual. Ketika menghadapi masalah, dia sangat arogan dan merasa dirinya paling benar.""Orang seperti ini jelas-jelas nggak baik. Seiring berjalannya waktu, dia pasti akan mencelakaimu, juga Keluarga Lianto.""Hentikan. Kamu nggak perlu ikut campur masalahku dengan Tobi.""Sebaliknya kamu, tolong batalkan lamaranmu. Jangankan tiga hari, bahkan tiga bulan pun aku nggak akan setuju," ujar Widia.Mendengar itu, Gavin mulai berakting lagi, "Widia, aku nggak sangka, kamu bukan hanya melupakan janji kita, tapi kamu juga begitu kejam kepadaku.""Meski begitu, aku nggak akan menyerah. Asalkan kamu menceraikan Tobi dalam tiga hari, aku pasti akan menikahimu."Usai mengucapkan kata-kata itu, G
Widia bertekad untuk menyelesaikan sendiri. Sudah pasti dia tidak akan menerima lamaran Gavin, tetapi Kakek malah tidak memperbolehkannya keluar, bahkan mengurungnya di dalam rumah.'Nggak bisa, aku harus melakukan sesuatu.'Widia menelepon Tania dan meminta sahabatnya datang menemuinya. Siapa tahu Tania punya cara untuk membantunya kabur dari Keluarga Lianto?Baginya, selain Tobi, orang yang paling dia percayai adalah Tania.Tak lama kemudian, Tania pun sampai di rumahnya. Lantaran beralasan ingin membujuk Widia, barulah Tania diperbolehkan masuk.Mendengar Widia ingin melarikan diri karena lamaran Gavin, dia pun berpura-pura memikirkan cara. Namun setelah berpikir sejenak, dia masih belum menemukan solusi yang tepat.Terakhir, mereka malah mengobrol.Tania lebih cerdik sekarang. Dia tidak lagi menjelek-jelekkan Tobi di hadapan Widia. Dia hanya memuji Keluarga Gumilar dan Gavin, serta membuat perbandingan.Namun, Widia menyadari Tania lebih mendukung dirinya menikah dengan Gavin. Hal