Share

Bab 10 Pria Bajingan

Setelah dipikir-pikir, akhirnya Julius melangkah maju dan mengetuk pintu dengan pelan.

"Siapa?"

Wanita cantik itu mengerutkan kening dan segera berjalan menuju pintu begitu mendengar suara ketukan pintu.

Wanita itu memandang ke Julius dengan seksama dan terheran-heran.

"Hai, siapa kamu?" tanya Julius dengan serius pada wanita yang berparas cantik di depannya.

"Ha ha. Tuan, kamu datang mencariku, bukankah seharusnya aku yang bertanya siapa kamu?"

Wanita itu tersenyum, lalu melipat tangannya di depan dada. Senyumannya terlihat sangat mempesona.

Julius mengerutkan kening dan berkata, "Oh, namaku Julius. Aku ingin tahu siapa kamu. Kenapa kamu membantu orang tuaku dan memberikan uang kepada mereka? Kalau kamu temanku, aku tidak ingat ada temen seperti dirimu!"

Julius selalu merasa kalau wanita di depannya tidak asing, tetapi Julius benar-benar tidak mengenalinya. Julius pun ingin bertanya dengan jelas, mungkin saja wanita ini teman sekelasnya. Bagaimanapun, sudah begitu lama tidak berjumpa, wajar saja kalau lupa.

Senyuman di wajah wanita yang berada di depannya langsung membeku begitu mendengar nama Julius.

Akhirnya, wanita itu menatap Julius dengan marah. Mata wanita itu memerah dan air matanya mulai mengalir.

Wanita itu memejamkan mata dan menghembuskan napasnya, kemudian membuka matanya kembali dan mengendalikan emosinya.

Wanita itu mendorong Julius ke belakang dan berjalan keluar dari pintu, kemudian berkata pada Yaya yang berada di dalam ruangan, "Yaya, mama ada urusan, mama ingin berbicara dengan paman ini dulu!"

Setelah berkata, wanita itu langsung menutup pintu.

"Apakah kita saling mengenal?"

Melihat reaksi wanita itu, Julius kebingungan. Julius mencoba mengingatnya, tetapi tetap tidak mengetahui kapan dia pernah berjumpa dengan wanita ini. Terlebih lagi, kenapa wanita ini menatap Julius dengan tatapan sedemikian rupa, seakan-akan ingin membunuh Julius?

"Ha ha, aku tidak menyangka kamu akan keluar lebih awal. Aku mengira kamu akan dibebaskan lima tahun kemudian!"

Wanita itu tertawa, seakan-akan sedang mengolok dirinya sendiri. Tiba-tiba, wanita itu mengangkat tangannya dan hendak menampar Julius, "Dasar bajingan!"

Karena refleks membela diri, Julius mengulurkan tangannya dan mencengkeram pundak wanita itu, "Nona, apakah kamu tidak berlebihan? Aku benar-benar tidak ingat kapan kita pernah bertemu, tapi aku bukanlah seorang bajingan. Apakah kamu sudah salah orang?"

"Aku tidak salah orang! Berubah jadi abu pun, aku masih bisa mengenalimu!"

Wanita yang ditangkap oleh Julius itu masih menatap Julius dengan marah, kemudian berkata, "Kamu yang sudah menghancurkan hidupku, namaku Olivia Shane! Kalau bukan karena kamu, hidupku tidak akan sepeti ini! Dasar bajingan tidak bertanggung jawab!"

"Olivia Shane?"

Julis mencoba untuk mengingat nama tersebut, tetapi tidak membuahkan hasil. Julius masih tidak tahu siapa Olivia dan kapan pernah berjumpa dengan Olivia ini.

Namun, wajah Olivia memang terasa tidak asing bagi Julius.

"Nona, aku benar-benar tidak mengenalimu. Aku tidak ingat kapan kita pernah bertemu. Di antara teman sekelasku dan juga orang-orang yang kukenal, tidak ada orang yang bernama Olivia."

Julius melepaskan tangan Olivia, lalu berkata, "Mengenai bantuanmu selama ini kepada keluargaku, beri tahu aku berapa semua biayanya. Aku akan mengembalikannya padamu!"

"Ha ha. Konyol sekali!"

Olivia tertawa dengan wajah kecewa. Dia berangsur-angsur melangkah mundur, air matanya berlinangan, lalu Olivia berteriak, "Julius! Dasar bajingan! Memangnya kamu bisa mengembalikan semuanya? Masa mudaku, semua penderitaanku bertahun-tahun, bagaimana caramu membayar semuanya!"

Julius tidak bisa berkata-kata, tetapi dia dapat merasakan kalau Olivia sedang merasa sangat sedih. Olivia tidak sedang berpura-pura, air matanya itu bukan sandiwara belaka.

"Sekarang kamu terlalu emosional. Aku tidak berbicara denganmu dulu untuk sekarang. Mari kita bicarakan lagi setelah kamu menenangkan dirimu!"

Julius memandang Olivia, tidak tahu bagaimana cara menghiburnya. Akhirnya, Julius pun pergi.

"Hu hu!"

Setelah Julius pergi, Olivia berjongkok dan menangis terisak-isak.

Tak disangka, pintu perlahan dibuka. Putri kecil di dalam ruangan perlahan membuka pintu dan menjulurkan kepalanya.

Melihat Olivia yang sedang menangis, Yaya berjalan keluar dan mengulurkan tangan kecilnya. Yaya menggenggam tangan Olivia dan berkata, "Mama, kenapa kamu menangis? Apakah paman itu sudah mengganggumu? Mama, jangan menangis lagi. Mama …."

Sambil berbicara, Yaya pun juga ikut meneteskan air mata dan mulai menangis.

Olivia mengangkat kepalanya dan menyeka air mata di wajahnya. Olivia pun menyentuh kepala Yaya dan berkata, "Baik, Yaya. Mama tidak menangis lagi, jadi Yaya juga berhenti menangis, ya?"

"Ya!"

Yaya mengangguk dengan patuh.

"Yaya, apakah kamu benar-benar rindu pada papa?"

Olivia memandang putri kecil di depannya dan akhirnya bertanya.

Yaya mengangguk, "Teman-teman yang lain memiliki papa. Yaya juga ingin papa bersama dengan Yaya. Yaya bukanlah anak luar nikah!"

Olivia berdiri begitu mendengarkan kata-kata itu. Olivia pun menghela napas dan berkata pada Yaya, "Yaya, masuklah dan tonton TV terlebih dulu. Papa sebentar lagi akan pulang. Mama akan pergi menjemputnya. Begitu papa pulang, dia bisa merayakan ulang tahun dan makan kue bersamamu, ya?"

"Benarkah?"

Begitu Yaya mendengarnya, matanya yang imut pun terbuka lebar. Dia bertepuk tangan kegirangan dan melompat-lompat, "Bagus sekali, papa akan segera pulang. Apakah papa akan membelikan mainan untukku? Mama!"

"Tentu, papa pasti akan membelikan banyak mainan untukmu!"

Olivia merasa sedih. Olivia sudah berbohong pada putrinya kalau sang ayah sedang bekerja di luar untuk mencari nafkah. Begitu sang ayah pulang, ayah akan membelikan banyak mainan untuk Yaya.

Sepertinya, Yaya sangat mendambakan sosok seorang ayah.

"Baiklah, Yaya. Kamu masuk dulu dan menonton TV di dalam rumah. Mama aku pergi mencari ayahmu!"

Akhirnya, Olivia menyalakan TV untuk Yaya, lalu menutup pintu dan keluar dari rumah.

"Olivia … Olivia? Astaga, siapa dia?"

Julius sedang berjalan dengan wajah kebingungan. Dia menggaruk kepalanya dan tidak dapat mengingat siapa Olivia ini.

"Aku, bajingan?"

Julius tersenyum pahit, kemudian berkata, "Jangan-jangan, aku sudah bertemu dengan seorang wanita tak waras!"

"Julius?"

Tak disangka, tiba-tiba ada sebuah mobil Audi seri A4 berhenti di depan Julius. Begitu jendela mobil diturunkan, seorang wanita berambut pendek menjulurkan kepalanya dan menatap Julius, "Julius, ini benar-benar kamu!"

"Emma?"

Julius tertegun sejenak, kemudian dengan cepat teringat kalau wanita ini adalah teman kuliahnya, Emma Bennet.

Pria yang sedang mengemudikan mobil, juga menoleh ke arah Julius, kemudian tersenyum dan berkata, "Ha ha, Julius! Sudah lama tidak bertemu. Kasusmu sudah menjadi pembicaraan hangat di antara teman-teman sekelas kita. Semua tidak menyangka, murid berprestasi sepertimu akan masuk ke dalam penjara. Aku tidak mengira kalau kamu akan dibebaskan dengan begitu cepat! Tampaknya, kamu sudah bekerja keras sampai hukumanmu diringankan!"

Selesai berbicara, pria itu berpikir sejenak, lalu menambahkan, "Sepertinya sudah lima tahun juga. Ck ck. Aku tidak bisa membayangkan nasibmu selama lima tahun itu! Oh iya, bagaimana dengan makanan di dalam penjara? Apakah enak? Di antara semua teman-teman sekelas, hanya kamu yang pernah merasakannya. Jelaskan pada kami, seperti apa rasanya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status