Share

Bab 2 Kelemahan Wang Su

Kediaman Wang Su, Istana Timur

Ratu Qi selalu saja kesal bila berkunjung ke Istana Timur. Kediaman putra sulungnya itu tak pernah lepas dari aroma arak putih dan pemandangan calon putra mahkota sedang ditemani minu oleh salah satu selir kerajaan. Dengan sekali kibasan lengan hanfu mewahnya, wanita cantik yang sedang memangku kepala Wang Su segera undur diri.

“Putraku, ubahlah ritme keseharianmu. Jangan hanya pergi bermain ke Paviliun Qinghe. Sudah saatnya kamu belajar serius tentang pemerintahan. Kamu adalah calon Putra Mahkota, tidak pantas terlalu sering berdiam di antara harem.”

“Ah, Ibu. Seorang raja tidak bisa dipisahkan dengan harem. Dinasti ini tidak akan berkembang pesat dan menjadi kuat kalau rajanya tidak memiliki keturunan. Bukan begitu?”

“Itu tidak salah, tapi tidak melulu yang kau pikirkan seputar urusan bawah perutmu.” Lan Suying melemparkan saputangan selir tadi yang tertinggal ke sembarang tempat. “Su’er, Baginda sudah membangun dinasti ini begitu megah dan berkuasa untuk kau lanjutkan. Pikirkan masa depan kita.”

“Anak laki-laki di kerajaan ini tidak hanya aku, Bu. Masih ada adik Yang, adik Yoo dan adik Yin. Mereka juga laki-laki, sama sepertiku. Jangan hanya membebankan masa depan kerajaan ini di bahuku,” sahut Wang Su malas.

“Tapi kau anak sulung dinasti ini, sudah seharusnya gelar Putra Mahkota jatuh ke tanganmu.”

“Bagaimana kalau kau saja yang dinobatkan menjadi Putra Mahkota? Aku emlihat minatmu menguasai dinasti ini sungguh tak terbendung,” sinis Wang Su kesal.

“Anak kurang ajar! Apa maumu sebenarnya?!” bentak Suying tak kalah kesalnya.

“Aku ingin menjadi raja,” jawab Wang Su asal.

“Ambil satu selir dan minta dia melahirkan seorang anak untukmu. Bila dia melahirkan bayi laki-laki, aku akan menjadikannya ratu masa depan. Tapi, kalau yang dia lahirkan bayi perempuan, aku sendiri yang akan mengirimnya menghadap para leluhur.”

Wang Su bangkit dari tidurnya. “Ibu tidak bercanda? Ibu akan menjadikan aku raja kalau aku memiliki seorang putra?” tanyanya penuh semangat.

“Hanya bila melahirkan bayi laki-laki,” tandas Suying tegas. “Namun sebelum itu, kamu akan mengikuti ke mana pun Kanselir pergi. Kamu akan belajar tentang pemerintahan darinya. Aku tidak ingin Yang’er lebih hebat darimu.”

“Adik Yang? Ibu, kau terlalu khawatir padanya. Dia hanya tertarik pada pedang dan kuda. Sejak kecil aku selalu bersamanya, belajar dan bermain bersama. Dia bahkan tidak berani memukulku dengan pedang kayu miliknya.” Wang Su tersenyum miring karena pemikiran Suying yang dinilainya konyol.

“Dasar bodoh! Tahta tidak punya mata dan hati. Jangan jadi pria lemah! Kau harus menjadi raja yang hebat dan tidak terkalahkan agar posisiku tidak tergantikan. Susah payah aku mendapatkan gelar ratu, melakukan banyak hal agar bisa mengalahkan Song Lin.” Suying kesal karena sikap Wang Su yang lemah menurutnya.

“Hhh, rasa dengkimu akan membawa penyakit untukmu, Bu.” Wang Su mendesah bosan menyadari ambisi ibunya tentang kekuasaan belum juga pudar.

“Diam! Tidak tahu sopan santun. Berani mengutukku?!”

“Lagipula, tidak ada peraturan yang menuliskan bahwa seorang raja harus cerdas dan pandai berperang. Raja hanya perlu orang-orang cerdas dan hebar di sekitarnya agar dapat melakukan banyak hal untuk raja.” Wang Su menuang arak lagi ke dalam cawannya.

“Kalau raja masih harus berperang dan memikirkan segala urusan, maka urusan harem akan terbengkalai dan istana ini akan kehilangan warnanya. Bukankah istana harem yang paling menarik untuk dibahas. Banyak intrik dan persaingan untuk memperebutkan kasih sayang raja, di dalamnya.”

Suying kesal melihat reaksi putranya, selalu saja abai dengan keadaan sekitarnya. Terlalu lemah dan tidak memiliki daya juang. Di pikirannya hanya tahu tentang bermain wanita dan bersantai.

“Lelah aku berdebat denganmu. Lebih baik aku mengunjungi Baginda.” Suying melengos seraya berlalu.

‘Aku harus menemukan cara yang tepat untuk melecut semangatmu. Dan satu-satunya cara adalah dengan kenikmatan dunia. Aku tidak rela kau menghancurkan semua yang sudah aku bangun,’ batin Suying gemas.

Wang Su hanya menggelengkan kepala. Sejak kecil, ibu kandungnya ini selalu menjejalkan tentang ambisi, tahta, kekuasaan ke otaknya, membuatnya mual dan sakit kepala tiap kali mendengarnya. Berbeda dengan yang Song Lin ajarkan padanya, selir ayahnya itu tak bosan mengingatkan tentang persaudaraan dan kasih sayang.

*****

Kediaman Raja, Istana Barat

“Yang Mulia,” sapa Suying seraya merendahkan tubuhnya.

“Ratu Qi,” balas Wang Li. “Kebetulan sekali kau datang berkunjung. Ada yang ingin aku bicarakan berdua denganmu.”

Suying duduk di depan Wang Li dengan sikap khidmat. ‘Aku tahu, saat-saat seperti ini akan datang. Saat di mana kau akan menyerahkan posisi putra mahkota pada Wang Su.’

“Ada hal penting apa kiranya, Yang Mulia?”

“Aku ingin membahas tentang Wang Su.”

Suying berbinar mendengarnya.

“Bagaimana bisa, seorang pangeran sebuah kerajaan besar hanya berkutat seputar arak dan harem?” Wang Li menatap marah ke arah Suying, membuat senyuman manis wanita itu seketika pudar berganti raut terkejut.

“Aku tidak pernah memaksa putra-putriku untuk melakukan hal-hal yang menjadi tanggung jawab pangeran dan putri sebuah kerajaan, karena aku pikir, pada usianya mereka akan mengerti beban yang harus mereka pikul.”

“Yang Mulia,”

“Dengarkan aku bicara.” Wang Li makin menajamkan pandangannya. “Kau lihat Wang Yang sibuk belajar tentang aturan dan keterampilan berperang. Wang Yin, walau tubuhnya lemah, dia tetap bersedia belajar sastra bersama Wang Yoo. Mu Lan begitu senang bermain alat musik dan belajar etika kerajaan. Wang Su, di mana dia saat semua adiknya belajar?”

Suying menundukkan pandangannya. Di balik lengan hanfunya yang lebar, jarinya sibuk meremas saputangan. ‘Anak ini benar-benar membuatku kehilangan muka di depan Baginda,’ batin Suying geram.

“Aku ingin kau urus dengan baik putramu, walau tidak bisa sebaik Song Lin, aku yakin kau bisa merubah kebiasaan buruk Wang Su. Hhh!” desah Wang Li kesal.

“Yang Mulia, Suying berencana menikahkan Pangeran Wang Su untuk mengajarinya bertanggungjawab. Bagaimana menurut Anda?”

“Bertanggungjawab pada dirinya sendiri saja belum sanggup, bagaimana bertanggungjawab pada keluarga dan kerajaan ini? Kalau Wang Su tetap seperti ini, bukan tidak mungkin aku menobatkan Wang Yang sebagai Putra Mahkota sekaligus penerusku.”

“Yang Mulia, itu tidak mungkin. Itu menentang aturan dan tradisi yang ada.”

“Tradisi dan aturan yang aku junjung tinggi, tidak pernah melahirkan calon penerus raja yang malas dan egois.” Wang Li bangkit dari kursinya. “Pergilah, aku masih harus bertemu Menteri Militer Li untuk membahas tentang pengajaran Wnag Yang di perbatasan.”

Wang Li membuka sebuah buku di depannya untuk mencegah Suying membuka pembicaraan, ia bahkan mengabaikan hormat istrinya itu saat berpamitan. Di luar kediaman raja, Suying begitu marah dan malu hingga sanggup membakar istana dengan tatapan matanya.

“Aku tidak akan tinggal diam begini. Sudah saatnya aku bertindak,” geramnya menahan marah.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status