"Nek, apa Aku salah kalo berpikir Tuanlah yang telah memakan Mie Instanku kemarin malam?"dengan setengah berbisik Joane bertanya tentang masalah yang sampai sekarang belum bisa Ia temukan Siapa sebenarnya yang telah menghabiskan Mie nya."Ish, jaga bicaramu itu Jo. Jangan menuduh sembarangan, itu namanya fitnah. Asal kamu tahu Jo, kalo Tuan itu tidak boleh makan Mie insfan. Ada masalah dengan lambungnya,""Tapi, di rumah ini kan cuma ada Kita bertiga Nek. Atau jangan-jangan Nenek yang memakannya."PLETAAKKKKCentong yang ada ditangan Nenek tua itu langsung mendarat di kepala Joane."'Auuwww Nek, sakit. Iya maaf, Aku kan cuma bercanda. Kenapa memukulku dengan centong?"Nek Ishaq terkekeh, melihat gadis itu merajuk."Makanya jangan asal tuduh. Di pukul baru tahu rasa Kamu Jo," "Habisnya, Aku sangat penasaran siapa yang telah memakannya dengan diam-diam tanpa ijin dariku.""Siapa tahu di makan tikus Jo.""Selama Aku tinggal di sini, rasanya belum pernah sekalipun Aku melihat seorang ti
Joane cuma bisa duduk termenung sendirian di sisi ranjang menemani Majikannya. Sudah hampir satu jam Ia Menunggui Tuan Pieter, karena Nek Ishaq sudah pulang duluan. Lagi pula memang tidak boleh ada dua orang yang menunggui pasien.'Siapa yang sedang sakit ya?' sedari tadi Joane sebenarnya merasa gelisah. Begitu Ia melihat Clara di rumah sakit itu juga, Ia jadi penasaran siapa sebenarnya yang sedang bersama Clara.Joane bangkit dan berdiri dibdepan kaca..Ia menyingkap tirai jendela dan mengintip ke luar.Ingin sekali Ia keluar dan bertanya, tapi bagaimana dengan Tuan Pieter nanti. Dia pasti akan marah jika tahu ditinggal sendiri. Akhirnya Ia duduk lagi di samping ranjang Tuannya. Meskipun pikirannya masih gelisah. Jadinya duduk pun tak merasa senang."Berisik sekali Kau. Duduk saja tidak bisa tenang!"Joane kaget mendengar suara sarkas itu. "Tuan,....maaf, Saya kira Anda belum sadarkan diri.""Ambilkan Aku minum." perintah Tuan Pieter pada gadis itu."Ini Tuan." Jaone mengulurkan sebo
Tuan Pieter melangkah masuk, kemudian menarik tangan Joane yang masih duduk di sisi Mamanya."Ikut Aku pulang!" "Iya Tuan, Saya akan ikut pulang. Tapi tolong beri Saya sedikit waktu lagi untuk menjelaskan pada Mama Saya.""Kenapa Anda bersikap begitu pada adik Saya Tuan..Siapa Anda, kenapa terlalu menekannya begitu..Jangan-jangan Anda ini seorang pen.....""Karena Dia adalah pembantuku, dan Dia sudah terikat perjanjian denganku." Jawab Tuan Pieter dengan wajah datar."Tuan, tolong,....biarkan Dia pulang bersamaku karena Joane adalah putriku." Nyonya Wilson menghiba pada Tuan Pieter agar tidak membawa putrinya. Kini Joane yang kebingungan sendiri, akankah ikut pulang ke rumah atau ikut pulang bersama Majikannya itu."Tuan, beri waktu Saya sebentar untuk bicara dengan Mereka." "Lima menit, waktumu hanya lima menit." ucap Tuan Pieter dan membalikkan badan melangkah ke pintu dan menunggu Joane di depan kamar."Ma, Kakak, maafkan Aku. Bukannya Aku tidak sayang sama Kalian. Tapi Tuan Piet
Dengan mengendap-endap Joane terus berjalan menyusuri lorong sebuah gedung yang sekarang sedang digunakan oleh keluarganya untuk melaksanakan pesta pernikahan yang mewah.Setelas selesai di make up, Ia pamit untuk ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Namun sebenarnya, itu hanya alasannya saja agar Ia bisa mencari celah untuk keluar dan melarikan diri dari pernikahannya.Saat sedang menuju ke ke kamar mandi, Ia melihat ada sebuah pintu menuju ke ruangan lain. Untung saja tak ada seorangpun yang mengikutinya saat Ia mengatakan ingin pergi ke kamar kecil.Maka, dengan melewati pintu itu, Joane berusaha untuk mencari jalan keluar dari gedung itu. Rupanya pintu yang Ia lewati tadi, terhubung ke jalan belakang yang tembus ke gank sempit yang ada di belakang gedung.Setelah berhasil keluar dari gedung itu, maka Joane segera berlari menyusuri gang kecil yang kanan kirinya terdapat perumahan warga.Dengan bertelanjang kaki, Ia terus berlari tanpa tujuan, yang jelas Ia ingin agar keluarg
Joane membuka matanya. Pandangannya masih remang-remang. Ia mencoba mengerjapkan matanya dan mengedarkan tatapan matanya ke sekeliling ruangan itu.Joane bangun dan mencoba untuk duduk. Otaknya sedang mencoba untuk berpikir dengan hal yang sebelumnya terjadi saat Ia memasuki rumah besar ini dari pintu belakang.Tiba-tiba pintu terbuka, Joane ketakutan dan naik ke atas tempat tidur lagi dan merapatkan tubuhnya ke sudut sambil memeluk lutut. Seraut wajah wanita yang sudah cukup renta terlihat di pintu yang sudah terbuka.Wanita tua itu perlahan mendekati ranjang Joane. Ia kemudian terkekeh melihat wajah Gadis yang ada di depannya itu menjadi pias dan pucat."Kemarilah, mendekatlah padaku. Jangan takut begitu, Aku ini bukan setan." katanya sambil mengulurkan tangannya. Joane belum bergeming dari tempatnya, Ia masih ragu dengan perkataan wanita tua itu."Namaku Nek Ishaq, ayo kemarilah. Lihatlah makanan ini. Kau pasti lapar kan?" dengan masih diliputi perasaaan takut, Jaone beringsut perl
Monster yang berwajah mengerikan itu semakin mendekati Joane. Dengan taring tajamnya, Ia seakan siap mencabik tubuh gadis yang masih sangat segar itu. Suaranya menggeram, cairan hijau yang kental terus menetes dari mulutnya yang bertaring."Jangaan,.....pergilah,.....ampuuunn." Joane mundur ketakutan dengan tubuh gemetaran. Tubuhnya serasa tak bertulang, lari pun sudah tak punya tenaga lagi."Beraninya Kau mengusikku,....tubuhmu akan menjadi santapanku, ha ha ha ha......" Monster itu semakin mendekat, Joane menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya."Toloooooong,.....Siapapun tolong Akuuuuu.""Hey bocah, bangun! pagi-pagi sudah mengigau tak karuan. Ayo cepat bangun, dasar pemalas!" Joane tersentak kaget manakala Ia mendengar suara cetar Nek Ishaq ada di dekat telinganya. Dengan tongkatnya, Ia menggoyang-goyangkan tubuh Joane agar bangun."Nenek? Aku di mana Nek?" Joane duduk dan menatap ke sekelilingnya. Monster itu sudah tak ada di sana. Ia menatap jendelanya yang sudah ter
"Hey, bangun,.....ayo cepat bangun. Dasar penakut." Joane membuka matanya dan tersentak kaget, hampir saja Ia berteriak kalo saja Nek Ishaq tak segera mencubit pipinya."Hey, apa yang yang sudah Kau lakukan gadis nakal? bukankah sudah ku bilang, jangan naik ke lantai tiga hah!""Adduuhh Nek, maaf, ampun Nek. Sungguh Aku tidak sengaja naik ke sana." "Tidak sengaja apanya, jelas-jelas Kau sudah mengunjakkan kakimu di sana. Dan Kau sudah mengusik Monster itu.""Iya Nek, Aku,.....melihatnya Nek. Aduh ,tolong Aku Nek.....Aku tidak mau dimakan olehnya."Joane memeluk tubuh Nek Ishaq dengan erat sampai perempuan tua itu sesak nafas. Dengan tongkatnya, Ia memukul punggung Joane.PLETAKK"Auww Nek, sakit. Kenapa memukul punggungku."Joane merajuk. Sedangkan Nek Ishaq langsung menepis tubuh gadis itu."Salahmu sendiri, kenapa memelukku sangat erat. Aku hampir kelhilangan nafasku!""Maaf Nek, Aku takut Nek. Aku takut Monster itu akan mengejarku ke sini." Joane ketakutan dan mengarahkan tatapann
sampai hari ini Joane tak habis pikir dengan Tuan Pieter, pemilik rumah besar yang sekarang Ia tinggali. Ia tak pernah keluar rumah, setiap pagi Ia akan berangkat ke Kantor, dan sorenya sekitar jam empat sudah kembali lagi ke rumah. Setelah itu, Ia tak pernah keluar lagi dari lantai atas. Masalah makanan pun cukup diantarkan saja ke lantai atas dan di taruh di meja yang ada di depan kamarnya."Nek Tuan Pieter itu sebenarnya Siapa sih?" tanya Joane suatu ketika pada Nek Ishaq yang telah lama tinggal di rumah itu."Nanti Kau juga akan tahu. Yang penting, jangan sampai Kau membuatnya murka dengan segala kecerobohanmu." hanya itu jawaban yang Ia dengar dari nenek tua itu."Dan di rumah sebesar ini hanya ada Kita bertiga saja ya Nek.""Iya, Karena Tuan Pieter memang tidak suka kalo terlalu banyak orang. Berisik katanya." Joane semakin tidak mengerti dengan sikap dari Tuan Pieter. Bahkan sekalipun Ia tak pernah melihatnya tersenyum. Mukanya sangat kaku dan sikapnya juga sangat dingin. Tak p