“Kamu kenal pria tampan itu, Karina?” bisik Ibu Lentina yang sangat terpesona dengan paras rupawan Arjuna.
“Hmm, dia itu seorang penipu, Bu. Dia yang melakukan hal tak senonoh dengan Nadia lalu masih mengaku sebagai Arjuna Anwar,” jawab Karina sinis.
Awalnya Ibu Lentina sangat kagum dengan paras rupawan dan tubuh atletis seorang Arjuna Anwar. Tapi sayang sekali kekaguman itu berubah menjadi tatapan sengit dan ejekan yang dilontarkan oleh Ibu Lentina.
“Siapa kamu beraninya datang tanpa pemberitahuan seperti ini ke perusahaanku?” bentak Ibu Lentina.
“Calon mertuaku benar, memangnya perusahaan ini bisa dimasuki sembarang orang sepertimu,” imbuh Langit.
Arjuna menyeringai tipis, melihat para manusia serakah dan tidak tahu malu di depannya itu. Lirikan matanya sekilas melihat ke arah Nadia yang mencoba untuk tegar namun sebenarnya rapuh itu. Satu lawan empat orang bagaimana Nadia bisa sekuat itu. Lalu tatapannya kembali ke depan dua orang yang meremehkannya barusan.
“Datang tanpa pemberitahuan? Apa benar perusahaan yang tinggal cangkang ini masih memerlukan aturan memberitahu dulu sebelum datang berkunjung?” ucap Arjuna.
“Jaga mulutmu. Siapa bilang perusahaanku tinggal cangkang saja!” teriak Ibu Lentina.
“Jangan marah seperti itu, bukankah pemilik perusahaan ini rela menukar putri kandungnya untuk menyelamatkan perusahaan?” cibir Arjuna.
“Aku harap kamu tidak menyebar gossip rendahan seperti ini. Mana ada orang tua yang rela menukar putri kandungnya demi menyelamatkan perusahaan,” jawab Ibu Lentina.
Arjuna menertawakan Ibu Lentina yang pandai bersilat lidah seperti itu. Sedangkan Karina dan Langit tampak menggertakkan giginya karena kesal dengan kedatangan pria yang dia rasa sebagai pembuat onar.
“Apa kamu datang untuk memeras kami, hah?” bentak Karina.
“Memeras kalian. Apa kalian pikir aku kekurangan uang?” jawab Arjuna sambil menatap sinis mereka.
“Lalu untuk apa kamu datang kemari kalau bukan untuk memeras kami. Kamu mengancam kami dengan rumor orang tua kami menjual putri kandungnya demi menyelematkan perusahaan ‘kan,” ucap Karina.
“Benar, trik murahan seperti ini sudah biasa kami dengar. Jadi lebih baik kamu pergi saja dari sini,” bentak Langit.
“Kamu tidak akan mendapatkan apa-apa dari kami. Karena kami tidak takut dengan ancaman seorang penipu sepertimu,” ucap Ibu Lentina dengan nada kesal.
Nadia menghembuskan nafasnya pelan, dia merasa terselamatkan atas kedatangan Arjuna karena tidak jadi menerima pukulan dari sang Ibu tiri dan juga perundungan dari empat orang sekaligus. Tapi dia masih penasaran untuk apa pria yang bermalam dengannya semalam datan ke perusahaan. Sejak tadi dia diam memperhatikan suasana dulu hingga akhirnya angkat bicara.
“Tuan, maafkan karena sudah menunjukkan sisi buruk perusahaan ini,” ucap Nadia dengan ramah. Meski dia juga belum tahu tujuan Arjuna datang dan mengikutinya ke sini untuk apa. Hitung-hitung, balas budi karena pria itu telah menyelamatkannya dari orang-orang yang ingin menjadikannya samsak.
“Cih jangan sok jadi pahlawan kesiangan kamu Nadia. Untuk apa bersikap ramah dan sopan terhadap pria yang datang hanya untuk menipu kita,” bentak Ibu Lentina.
“Ehem, terima kasih Nona Nadia sudah menyambut kedatangan kami dengan ramah. Sebelumnya saya, Yoga, asisten Tuan Arjuna, minta maaf karena datang tanpa pemberitahuan,” ucap pria itu sambil berdeham.
Melihat siapa yang ada di samping Arjuna membuat Karina dan Langit terkejut. Ada seorang asisten yang sangat mereka kenal. Dialah orang yang selalu mewakili kehadiran Arjuna di setiap urusan pekerjaan.
“Tuan Yoga, maafkan kami yang tidak menyadari kedatangan Anda,” ucap Karina lembut. Sejenak sikap mereka yang tadinya arogan langsung berubah drastis saat melihat sosok Yoga. Hal ini membuat Nadia sangat muak dengan sikap saudara tiri dan mantan kekasihnya itu. Mereka memang terlihat cocok satu sama lain karena sama-sama, Munafiik.
“Aku juga minta maaf, ini semua gara-gara pria penipu yang ada di sebelah Anda,” imbuh Langit.
Yoga melirik ke arah sang bos sejenak. Kerlingan mata dari Arjuna membuat Yoga paham akan situasinya dan tahu harus bersikap apa. “Penipu?” keluh yoga.
“Iya, dia seorang penipu yang telah menipu saudara perempuanku ini dan mengaku sebagai Arjuna Anwar, lalu menidurinya,” jawab Karina sembari merangkul Nadia. Dia sengaja ingin mempermalukan Nadia di depan tamu yang datang ke perusahaan.
Sikap Karina ini semakin membuat Nadia muak, tapi dia harus diam dulu melihat situasi. Nadia tidak ingin Karina berhasil memperlihatkan sosok Nadia yang tersulut emosi karena pancingan dari Karina. Bisa-bisa akan tersebar rumor jelek tentangnya. Sama dengan Nadia, Arjuna dan Yoga melihat wanita licik itu juga tidak suka dengan perilakunya yang terkesan menjatuhkan orang lain demi menaikkan dirinya sendiri.
“Ah, begitu? Karena Anda tidak pernah satu kalipun melihat wajahnya, wajar saja kalau Anda menganggap bos saya sebagai penipu,” ucap Yoga dengan nada lembut tapi sebenarnya mengejek mereka.
“A-pa madsud Anda, Asisten Yoga?” tanya Langit terbata dia masih berharap salah dengan pendengarannya.
“Kami memang tidak pernah melihat wajah bos Anda, Tuan Yoga. Saya tahu kalau seorang Arjuna Anwar itu dipenuhi kesibukan,” ucap Karina sambil melingkarkan tangan ke lengan Langit. Dia juga mencoba meyakinkan diri menganggap apa yang dia dengar adalah kesalahan. "Tapi, saya percaya, kalau seorang Arjuna Anwar tidak mungkin meniduri perempuan sembarangan, kan?"
Arjuna menyeringai tipis melihat wajah Karina dan Langit yang tampak kebingungan, sedangkan Nadia masih menikmati drama ini. Dia masih menunggu kebenaran siapa pria yang melakukan cinta semalam dengannya itu. Lebih baik diam dulu dan menemukan kepastian sebelum bertindak melakukan sesuatu.
“Pria yang Anda berdua anggap penipu ini adalah, Arjuna Anwar. Bos saya yang tidak pernah kalian lihat wajahnya sama sekali,” ucap Yoga dengan penuh tekanan.
Nadia menyeringai tipis, melihat ekpresi yang terlihat dari Langit dan Karina. Mereka sangat memalukan, sudah menghina orang dengan bangga tapi malah sekarang terlihat bodoh.
“A-pa kami tidak salah dengar?” ucap Langit dan Karina bersamaan.
“Anda tidak salah dengar,” jawab Yoga. "Dan perihal kejadian semalam, justru itulah tujuan kami datang kemari."
“Kalau begitu maafkan kami, Tuan Arjuna yang tidak mengetahui kedatangan Anda. Kalau tahu pasti kami akan menyambut dan menjamu Tuan Arjuna dengan baik,” ucap Ibu Lentina yang segera maju berbasa basi dengan Arjuna untuk menutupi kesalahan sang putri tercinta.
Wajah yang semula garang penuh kebencian berubah menjadi wajah manis penuh pujian. Tapi sayang sekali Arjuna tidak menghiraukan mereka yang mencoba mengambil hati Arjuna. Lalu dia berjalan menuju tempat Nadia berada.
“Aku tidak butuh disambut oleh kalian, aku datang untuk...."
Arjuna mengelengkan kepalanya, saat ini tidak ada yang dia inginkan sama sekali kecuali doa agar pernikahannya lancar dan langgeng sampai akhir hayat.“Yang aku butuhkan saat ini adalah, Nadia dan Bima,” jawab Arjuna.“Jadi kamu sudah tidak butuh apa-apa lagi selain mereka?” tanya Joy.“Ya, duniku adalah mereka. Jadi aku sudah tidak butuh apa-apa lagi, uang juga aku sudah punya,” jawab Arjuna.“Kamu memang sudah memiliki segalanya hanya belum istri dan anak saja, selamat untuk pernikahanmu, ya, Arjuna,” ucap Joy.“Terima kasih, Joy. Besok datanglah ke pernikahanku,” balas Arjuna.“Pasti aku akan datang ke pernikahanmu, semoga kamu bahagia Arjuna,” ucap Joy.Mereka berpisah setelah mengobrol kecil. Arjuna mengantar Nadia dan Bima pulang ke rumah lalu Arjuna kembali ke kediamannya.Tidak terasa hari yang ditunggu telah tiba. Arjuna dan Nadia akan menggelar pesta pernikahan mewah yang digelar di sebuah hotel mewah di ibu kota.Setelah melewati banyak ujian cinta dan huru haranya Akhirnya
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,