Arjuna mengelengkan kepalanya, saat ini tidak ada yang dia inginkan sama sekali kecuali doa agar pernikahannya lancar dan langgeng sampai akhir hayat.“Yang aku butuhkan saat ini adalah, Nadia dan Bima,” jawab Arjuna.“Jadi kamu sudah tidak butuh apa-apa lagi selain mereka?” tanya Joy.“Ya, duniku adalah mereka. Jadi aku sudah tidak butuh apa-apa lagi, uang juga aku sudah punya,” jawab Arjuna.“Kamu memang sudah memiliki segalanya hanya belum istri dan anak saja, selamat untuk pernikahanmu, ya, Arjuna,” ucap Joy.“Terima kasih, Joy. Besok datanglah ke pernikahanku,” balas Arjuna.“Pasti aku akan datang ke pernikahanmu, semoga kamu bahagia Arjuna,” ucap Joy.Mereka berpisah setelah mengobrol kecil. Arjuna mengantar Nadia dan Bima pulang ke rumah lalu Arjuna kembali ke kediamannya.Tidak terasa hari yang ditunggu telah tiba. Arjuna dan Nadia akan menggelar pesta pernikahan mewah yang digelar di sebuah hotel mewah di ibu kota.Setelah melewati banyak ujian cinta dan huru haranya Akhirnya
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,