/ Romansa / Ranjang Panas Sang Presdir / Bab 5. Satu Langkah Lebih Dekat

공유

Bab 5. Satu Langkah Lebih Dekat

작가: Nuga Reader
last update 최신 업데이트: 2024-02-06 09:26:47

Alvian terdiam mendengar ucapan sang dokter. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali menatap dokter itu.

"Lalu bagaimana, Dok? Apa bisa kembali semua ingatan istri saya yang hilang?" tanyanya sambil menautkan kedua alis.

"Bisa saja. Namun, akan butuh waktu. Saat ini kondisinya lemah, mudah pingsan karena terlalu berusaha untuk mengingat. Harus diwaspadai, jangan sampai membuatnya depresi kembali. Karena jika hal itu terjadi, kemungkinan memorinya tidak akan kembali lagi," jelas dokter. 

Alvian nampak berpikir langkah apa yang harus ia ambil, karena jika salah ambil tindakan, bisa berakibat fatal bagi Dara. Seketika hati Alvian terasa sakit, Dara tidak mengingat apapun tentangnya. Bagaimana rasanya, seseorang yang sangat dia cintai, tapi justru melupakannya? 

"Baiklah, Dok. Apakah ada lagi yang harus saya ketahui?"

"Untuk saat ini, cukup. Nanti jika ada perkembangan, akan saya infokan," jawabnya sambil menjabat tangan Alvian, dan menepuk bahunya mengisyaratkan agar tetap kuat.

Al keluar dari ruangan Dokter Heri dengan langkah gontai, dan hendak ke ruangan Dara di rawat. Namun ternyata Dara masih tertidur, ia menghampiri Dara yang masih memejamkan mata, duduk di sampingnya. Menggenggam lengan kanan Dara dengan kedua lengannya, seperti seorang yang sedang berdoa.

Air mata Al sukses mengalir, membasahi pipinya yang terukir garis wajah tegas nan indah. Hatinya begitu sakit, sakit menahan rindu selama 3 tahun lamanya, sakit harus berpura-pura menjadi orang lain, dan sakit harus memperhatikannya dari kejauhan, terlebih hatinya begitu remuk, karena wanita yang ia cintai tak mengingat satu hal pun tentangnya.

Seorang lelaki, yang terlihat angkuh, kuat, ditakuti banyak orang, terutama dalam hal bisnis. Ternyata memiliki sisi yang begitu lemah, karena telah kehilangan separuh hatinya. Yang membuat ia selama tiga tahun belakangan ini semakin emosional, mudah marah.

Dara membuka mata, tapi Al tidak menyadari. Dara terkejut bukan main melihat pria di sisinya kini. Namun Dara hanya bisa terdiam, dan berpura-pura tidur kembali.

'Kenapa dia bisa sampai terisak begitu, melihat aku sakit? Apa benar yang dikatakan Raisa, dia menyukaiku? ah, tidak. Rasanya tidak mungkin. Aku tahu banyak wanita yang mengejarnya, dari kalangan artis, CEO, model, masa iya lebih tertarik denganku yang penampilannya biasa seperti ini? ' batin Dara.

"Pak Al, kamu ngapain disini?" Dara memberanikan diri untuk bertanya.

"Dara, kamu sudah siuman?" Al mengalihkan wajahnya ke sisi lain dan membersihkannya dari sisa air mata.

"Iya, kok pertanyaan saya tidak dijawab?" Dara meminta jawaban.

"Iya, tadi waktu aku mampir ke kantormu, untuk membahas kerja sama kita. Aku masuk begitu saja karena tidak ada jawaban darimu, ternyata kamu sudah terbaring di lantai dan tidak sadarkan diri. Yasudah aku bawa kesini. Masih pusing?"

Al menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. Sambil menautkan kedua lengannya untuk menghilangkan gugupnya. Walaupun begitu, ia sangat tampan. Suster yang masuk pun selalu menatapnya terpesona, dan beberapa ada yang terlihat mencari perhatian Al.

Ia masih mengenakan pakaian kerja, menggunakan celana katun berwarna navy, sangat pas di kakinya yang jenjang dan atletis, kemeja putih lengan panjang yang digulung se sikut, dan menggunakan tuxedo senada dengan celana panjangnya, sedangkan jasnya ia tinggal di kantor saat menolong Dara.

Dara hanya mengulum senyum, mungkin ia malu. "Emm, terima kasih. Berkat anda saya sudah lebih baik sekarang."

"Hmm, anda berhutang padaku." Ia mengangguk dan tersenyum menyunggingkan sebelah bibirnya. Ucapannya membuat Dara mengangkat alisnya, terkejut sekaligus heran dengan manusia di hadapannya kini.

"Bisa-bisanya anda memanfaatkan situasi ini, Tuan!" Dengan nada sinis Dara berucap, dan bibirnya cemberut. Al tersenyum di buatnya karena Dara terlihat sangat lucu, dan cantik dalam keadaan sakit sekalipun. Terlebih ia telah bercinta dengannya, setelah 3 tahun lamanya tak menyentuh sama sekali. Namun, tadi puncak kesabaran Al, dan terpaksa melakukannya diam-diam, karena melihat kondisi Dara yang seperti ini.

Sontak saja Al tertawa, "kamu lucu sekali, Dara."

"Ish, apanya yang lucu? Asal anda tahu saja, lebih baik saya tergeletak di kantor sampai bangun kembali, dari pada harus di tolong oleh orang yang tak ikhlas sepertimu." Dara memalingkan mukanya.

"Hmm? yakin, lebih baik seperti itu?" Al mengangkat kedua alisnya.

Mendengar ucapan Al, Dara terdiam. Sebenarnya Dara bersyukur ditolong oleh Al, tapi karena melihat Al yang begitu angkuh, membuatnya malas membalas kebaikan Al.

"Iyalah! Dari pada di tuntut balasan, atas kebaikan yang tidak tulus."

"Hmm, baiklah. Lain kali, aku tidak akan menolongmu," ucap Al, terlukis senyum usil di wajahnya.

"Iya, bagus. Lebih baik seperti itu." Berbicara lantang menghadap Al.

"Aku bercanda, Nona. Jangan marah-marah, kamu harus banyak istirahat. Oh iya, ini kamu makan dulu, lalu minum obat, ya!" Terdengarnya seperti sebuah perintah.

Dara hanya diam saja, tak menggubris ucapan Alvian. Kemudian mengambil makanan Dara yang berada diatas nakas dekat tempat duduk Al. "Aku suapin ya!" Al seperti menyuapi anak kecil, tapi Dara menolak.

"Aku bisa sendiri, sini kemarinan makananku!" ucap Dara sambil menarik makanannya. Namun tak Al indahkan permintaannya.

"Lihat tangan kanan kamu di infus, Dara. Sudahlah biar aku suapin aja ya!"

Dengan terpaksa Dara menerima suapan Al. Namun, kenapa rasanya lain, lebih terasa enak. Entah karena disuapi oleh Al, atau karena memang masakannya enak. Hingga suapan terakhir, Dara menghabiskannya dengan lahap. Al tersenyum puas, dan memberikannya obat sesuai perintah dokter. Al menatap Dara penuh dengan kelembutan, membuat Dara salah tingkah.

"Kenapa sih, ngeliatinnya gitu banget, Pak?" tanya Dara yang mulai risih dilihatin seperti itu.

"Memangnya tidak boleh?" Alvian balik bertanya, dengan tatapan lekat yang masih tertuju pada Dara.

"Iya, tidak boleh!" sahut Dara, tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. 

"Kenapa? Kamu takut jatuh cinta kalau saya tatap terus-menerus?" 

"HAH?!" 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 19. Menyembunyikan kehamilan

    Clara jatuh lemas, dengan sigap Alvian memangkunya, dan mengalihkan pandangannya ke arah Dara nampak kaku dan memegang pisau yang terdapat noda darah. "Kau!" Alvian murka menunjuk ke arah Dara, Dara yang menyadari hal itu segera menjatuhkan pisau dalam genggamannya. "Tidak, bukan aku yang melakukan itu Alvian, percayalah kepadaku!" ucap Dara memohon, Dada nampak pucat. "Ikut aku!" Alvian berteriak sembari menggendong Clara memasuki mobilnya. Clara Nampak puas dan tersenyum mengejek Dara. Alvian berlari dan membawa Clara ke UGD. "Dok, tolong selamatkan dia!" Alvian panik, di sisinya ada yang lebih panik. Takut dengan tuduhan Clara, yang sama sekali tidak ia lakukan. "Tenang, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan dan tindakan, Bapak berdo'a saja dan tunggu diluar," ucap Dokter menenangkan Alvian. "Kalian harus menyelamatkannya! Jika tidak, aku akan menutup rumah sakit ini!" Sembari menarik kerang baju dokter, dan melepaskan setelah selesai memberi ancaman. "Ba-baik, Pak!

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 18. Fitnah kejam untuk Dara

    "Clara, ternyata dia tidak meninggalkanku," mendengar jawaban Alvian yang bersemangat itu membuat hati Dara terasa sakit, terlebih lagi ia tetap menatap ponselnya dengan senyum yang terus mengembang tanpa pedulikan Dara di sisinya. "Sepertinya aku sudah tidak penting lagi, lebih baik kamu bersama dia," ucap Dara mengabaikan perasaannya yang terluka. "Serius? aku boleh menikah lagi? aku boleh menikahi Clara," dengan semangat, Alvian menanyakan hal konyol itu, tentu saja Dara tidak sudi. "Iya," jawab Dara datar, justru Alvian menunjukkan wajah sebaliknya dari Dara, ia begitu senang. "Setelah kita bercerai!" lanjut Dara, dengan raut wajah sedih. "Tidak-tidak, kamu tetap milikku, aku tak akan melepaskanmu Dara," ucap Alvian dengan sorot mata tajam, membuat Dara bergidik ngeri. "Kenapa? Kenapa kamu menyiksa aku seperti ini? " lelehan bening mengalir dari sudut mata Dara tanpa permisi. Namun, hal itu tak membuat Alvian luluh, garis wajah tajam menyoroti Dara. "Sesuatu y

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 17. Kebimbangan Cinta Alvian

    "Kau tidak tahu cara berterima kasih Dara! akan aku ajarkan!" Dara beringsut mundur ke tepi ranjang, sedangkan Alvian mendobrak pintu kamar, hanya dengan sekali tendangan pintu itu terbuka. Mata Dara terbelalak melihat dada Alvian yang naik turun, Alvian murka. "Alvian," dikamar ber-AC itu Dara merasa panas, keringat mengalir di dahinya, ia benar-benar merasa ketegangan disana. Alvian mendorong tubuh Dara, dan menindihnya, Alvian sudah cukup menahan hasratnya selama ini. Dengan sekejap, Alvian merobek kemeja putih yang Dara kenakan, tampak kancing-kancing bertebaran ke sembarang arah. Alvian melanjutkan ke bagian bawah, sehingga Dara terlihat polos tanpa sehelai benang-pun. "Aku mohon, Al. Jangan!" Dara menggelengkan kepalanya, memohon belas kasihan Alvian, bulir air mata mengalir dari sudut matanya. Namun sayang, menurut Alvian tidak ada lagi toleransi. Tanpa pemanasan terlebih dahulu, Alvian langsung menerobos inti tubuh Dara dengan miliknya yang sudah menegang. "Aaaaa

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 16. Haus Akan Cinta

    "Tidak, Alvian jangan lakukan ini," Dara meringis terasa sesak. "Kamu istriku, dan sudah tidak ada lagi kontrak perjanjian kita, aku bebas melakukannya denganmu," "Tapi, kita tidak menikah sungguhan, kita menikah bukan karena cinta!" ucap Dara sembari terisak, Dara tidak ingin di perlakukan dengan kasar. Alvian melepas cengkramannya, dan berdiri menghadap Dara yang sudah berantakan. "Baiklah, jika kamu tidak ingin melayaniku," Alvian berlalu pergi dan membanting pintu, saat ini ia sangat kesal karena hasratnya harus ditunda, sedangkan ia sangat tak tahan. Dara sedang menonton televisi diruang santai, lalu dengan santai Alvian berjalan dengan seorang wanita cantik namun pakaiannya sangat terbuka, Alvian merangkul pinggang wanita itu dengan mesra, membuat Dara terbelalak terlebih lagi ketika mereka masuk ke kamar Alvian dan Dara. Tak terasa air mata Dara menetes, lalu ia memilih pergi, sebelumnya ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Dara tak ingin mendengar at

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 15. Bukti Kejahatan Elshiana

    "Dara adalah Istriku, aku yang lebih berhak atasnya," merekapun berlalu pergi. Entah mengapa, Alvian mencium sesuatu yang berbahaya bagi Dara, maka dari itu Alvian harus menjauhkan Dara dari orang yang bukan kepeecayaan Alvian. Setibanya mereka di panthous, Alvian langsung menurunkan koper Dara dan membawanya ke kamar, dan Dara bingung karena disana ada barangnya Alvian. Melihat kebingungan Dara, Alvian berinisiatif memberi tahunya tanpa harus Dara bertanya. "Sekarang kita satu kamar!" ketika Dara hendak berkata, Alvian langsung memotongnya, seakan tahu apa yang akan Dara ucapkan. "Tidak menerima penolakan! dan satu lagi, kamu dilarang masuk ke kamar berpintu biru!" ucap Alvian benar-benar tal terbantahkan. Dara tak menyangka akan tetap tinggal dengan seseorang yang merebut perusahaannya. 'Dia benar-benar kejam!' ucap Dara dalam hati. Sedangkan Alvian sedang menerima telepon diluar. [Sudah ku duga, selama ini mereka tidak sebaik yang kulihat, terima kasih Sinta, aku minta hard

  • Ranjang Panas Sang Presdir   Bab 14. Masa Lalu Yang Datang Kembali

    Dara bergegas mebuat perjanjian perceraian, dimana disana dituliskan pihak wanita tidak menuntut harta apapun. Karena Dara ingin prosesnya lebih cepat, jika ia menginginkan perusahaanya di kembalikan pasti Alvian akan menolaknya mentah-mentah, Dara akan memikirkan cara lain untuk mengambilnya kembali. Di sore harinya Dara datang kembali ke perusahaan, dan disana Alvian sedang bersama Collega bisnis perempuan, dengan penampilannya yang sexy, terlihat sekali dia mencoba menggoda Alvian. ‘Cih, dasar lelaki hidung belang,’ batin Dara, ada rasa gemuruh panas di hatinya. Alvian melihat kehadiran Dara dan menyuruhnya duduk di sofa dengan menggunakan matanya, Dara mengerti maksud alvian. Namun, entah Alvian sengaja atau tidak, Dara benar-benar dibuat menunggu lama sekali tanpa diberi minum, bahkan Dara saat ini benar-benar mendidih melihat Alvian yang diam saja disentuh oleh wanita genit itu. Dara sama sekali tidak di anggap sebagai istrinya, membuat hatinya terluka, dan berdiri sambil me

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status