Alvian terdiam mendengar ucapan sang dokter. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali menatap dokter itu.
"Lalu bagaimana, Dok? Apa bisa kembali semua ingatan istri saya yang hilang?" tanyanya sambil menautkan kedua alis."Bisa saja. Namun, akan butuh waktu. Saat ini kondisinya lemah, mudah pingsan karena terlalu berusaha untuk mengingat. Harus diwaspadai, jangan sampai membuatnya depresi kembali. Karena jika hal itu terjadi, kemungkinan memorinya tidak akan kembali lagi," jelas dokter. Alvian nampak berpikir langkah apa yang harus ia ambil, karena jika salah ambil tindakan, bisa berakibat fatal bagi Dara. Seketika hati Alvian terasa sakit, Dara tidak mengingat apapun tentangnya. Bagaimana rasanya, seseorang yang sangat dia cintai, tapi justru melupakannya? "Baiklah, Dok. Apakah ada lagi yang harus saya ketahui?""Untuk saat ini, cukup. Nanti jika ada perkembangan, akan saya infokan," jawabnya sambil menjabat tangan Alvian, dan menepuk bahunya mengisyaratkan agar tetap kuat.Al keluar dari ruangan Dokter Heri dengan langkah gontai, dan hendak ke ruangan Dara di rawat. Namun ternyata Dara masih tertidur, ia menghampiri Dara yang masih memejamkan mata, duduk di sampingnya. Menggenggam lengan kanan Dara dengan kedua lengannya, seperti seorang yang sedang berdoa.Air mata Al sukses mengalir, membasahi pipinya yang terukir garis wajah tegas nan indah. Hatinya begitu sakit, sakit menahan rindu selama 3 tahun lamanya, sakit harus berpura-pura menjadi orang lain, dan sakit harus memperhatikannya dari kejauhan, terlebih hatinya begitu remuk, karena wanita yang ia cintai tak mengingat satu hal pun tentangnya.Seorang lelaki, yang terlihat angkuh, kuat, ditakuti banyak orang, terutama dalam hal bisnis. Ternyata memiliki sisi yang begitu lemah, karena telah kehilangan separuh hatinya. Yang membuat ia selama tiga tahun belakangan ini semakin emosional, mudah marah.Dara membuka mata, tapi Al tidak menyadari. Dara terkejut bukan main melihat pria di sisinya kini. Namun Dara hanya bisa terdiam, dan berpura-pura tidur kembali.'Kenapa dia bisa sampai terisak begitu, melihat aku sakit? Apa benar yang dikatakan Raisa, dia menyukaiku? ah, tidak. Rasanya tidak mungkin. Aku tahu banyak wanita yang mengejarnya, dari kalangan artis, CEO, model, masa iya lebih tertarik denganku yang penampilannya biasa seperti ini? ' batin Dara."Pak Al, kamu ngapain disini?" Dara memberanikan diri untuk bertanya."Dara, kamu sudah siuman?" Al mengalihkan wajahnya ke sisi lain dan membersihkannya dari sisa air mata."Iya, kok pertanyaan saya tidak dijawab?" Dara meminta jawaban."Iya, tadi waktu aku mampir ke kantormu, untuk membahas kerja sama kita. Aku masuk begitu saja karena tidak ada jawaban darimu, ternyata kamu sudah terbaring di lantai dan tidak sadarkan diri. Yasudah aku bawa kesini. Masih pusing?"Al menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. Sambil menautkan kedua lengannya untuk menghilangkan gugupnya. Walaupun begitu, ia sangat tampan. Suster yang masuk pun selalu menatapnya terpesona, dan beberapa ada yang terlihat mencari perhatian Al.Ia masih mengenakan pakaian kerja, menggunakan celana katun berwarna navy, sangat pas di kakinya yang jenjang dan atletis, kemeja putih lengan panjang yang digulung se sikut, dan menggunakan tuxedo senada dengan celana panjangnya, sedangkan jasnya ia tinggal di kantor saat menolong Dara.Dara hanya mengulum senyum, mungkin ia malu. "Emm, terima kasih. Berkat anda saya sudah lebih baik sekarang.""Hmm, anda berhutang padaku." Ia mengangguk dan tersenyum menyunggingkan sebelah bibirnya. Ucapannya membuat Dara mengangkat alisnya, terkejut sekaligus heran dengan manusia di hadapannya kini."Bisa-bisanya anda memanfaatkan situasi ini, Tuan!" Dengan nada sinis Dara berucap, dan bibirnya cemberut. Al tersenyum di buatnya karena Dara terlihat sangat lucu, dan cantik dalam keadaan sakit sekalipun. Terlebih ia telah bercinta dengannya, setelah 3 tahun lamanya tak menyentuh sama sekali. Namun, tadi puncak kesabaran Al, dan terpaksa melakukannya diam-diam, karena melihat kondisi Dara yang seperti ini.Sontak saja Al tertawa, "kamu lucu sekali, Dara.""Ish, apanya yang lucu? Asal anda tahu saja, lebih baik saya tergeletak di kantor sampai bangun kembali, dari pada harus di tolong oleh orang yang tak ikhlas sepertimu." Dara memalingkan mukanya."Hmm? yakin, lebih baik seperti itu?" Al mengangkat kedua alisnya.Mendengar ucapan Al, Dara terdiam. Sebenarnya Dara bersyukur ditolong oleh Al, tapi karena melihat Al yang begitu angkuh, membuatnya malas membalas kebaikan Al."Iyalah! Dari pada di tuntut balasan, atas kebaikan yang tidak tulus.""Hmm, baiklah. Lain kali, aku tidak akan menolongmu," ucap Al, terlukis senyum usil di wajahnya."Iya, bagus. Lebih baik seperti itu." Berbicara lantang menghadap Al."Aku bercanda, Nona. Jangan marah-marah, kamu harus banyak istirahat. Oh iya, ini kamu makan dulu, lalu minum obat, ya!" Terdengarnya seperti sebuah perintah.Dara hanya diam saja, tak menggubris ucapan Alvian. Kemudian mengambil makanan Dara yang berada diatas nakas dekat tempat duduk Al. "Aku suapin ya!" Al seperti menyuapi anak kecil, tapi Dara menolak."Aku bisa sendiri, sini kemarinan makananku!" ucap Dara sambil menarik makanannya. Namun tak Al indahkan permintaannya."Lihat tangan kanan kamu di infus, Dara. Sudahlah biar aku suapin aja ya!"Dengan terpaksa Dara menerima suapan Al. Namun, kenapa rasanya lain, lebih terasa enak. Entah karena disuapi oleh Al, atau karena memang masakannya enak. Hingga suapan terakhir, Dara menghabiskannya dengan lahap. Al tersenyum puas, dan memberikannya obat sesuai perintah dokter. Al menatap Dara penuh dengan kelembutan, membuat Dara salah tingkah.
"Kenapa sih, ngeliatinnya gitu banget, Pak?" tanya Dara yang mulai risih dilihatin seperti itu."Memangnya tidak boleh?" Alvian balik bertanya, dengan tatapan lekat yang masih tertuju pada Dara.
"Iya, tidak boleh!" sahut Dara, tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya.
"Kenapa? Kamu takut jatuh cinta kalau saya tatap terus-menerus?"
"HAH?!"
Mata dara membulat sempurna, sedangkan jantungnya berdetak tak karuan, ada perasaan aneh di hatinya. mungkinkah Darapun mencintainya? Namun, pernyataan itu dibantah, dan Dara menentang isi hatinya. "Kenapa? atau jangan-jangan kamu sudah suka kepadaku, ya?" tak berhenti disitu saja Alvian menggoda Dara. Alvian terlihat senang melihat wajah Dara yang memerah."Terserah kau saja, Al!" Dara memalingkan wajah yang terasa panas, rasanya tak sanggup untuk sekedar menatap Alvian. setiap kali menatap matanya, nampak tak asing bagi Dara. Aroma tubuh Alvian pun menyeruak, membawa dara kedalam alam bawah sadar. 'Aku mengenal wangi dari parfum Alvian. Ya, pria dalam mimpiku memiliki aroma yang sama. Atau jangan-jangan, dia itu—' batin Dara, yang dengan cepat Dara menggelengkan kepala. Menolak, jika pria dalam mimpinya itu Alvian, Dara tak terima jika pria dalam mimpinya yang ia rindukan itu adalah Alvian."Apa yang kamu pikirkan didalam kepala cantikmu itu?" ucap Alvian menyadarkan lamunan Dara.
"Mommy, Daddy i miss you!" ucap Dara yang masih memeluk kedua orang tuanya. Pelukan Dara disambut hangat oleh keduanya. Sedangkan Alvian tersenyum melihatnya."Oh iya, Mom, Dad. Ini suamiku namanya Alvian," ucap Dara memperkenalkan suaminya. Alvian mencium tangan dan memeluk ramah kepada keduanya.Barack, Ayahnya Dara membalas perlakuan hangat dengan ramah, tapi tidak dengan Ibunya, nampak ketus. Namun, hal itu tidak di sadari oleh Dara."Yasudah, sayang kamu istirahat dulu ya!" pinta Elshiana Ibunya Dara. Sembari menuntun lengan Dara untuk memasuki kamarnya."Em, Pak, eh Mas Alvian, aku ke kamar dulu ya," Dara terlihat bingung dengan panggilannya untuk Alvian, tidak ingin semuanya terlihat oleh orang tua Dara, Dara ingin terlihat seperti pasangan suami istri seperti pada umumnya. Alvian menyadari kecanggungan Dara, lalu ia hanya mengangguk dan tersenyum."Papah juga baru sampai, lebih baik beristirahat dulu! Mau saya buatkan teh?" ucap Alvian kepada Barack."Boleh, tolong buatkan ya!
"Kyaaaaa, Wajahmu kenapaa? Seperti Monster," Dara mendorong dengan kuat, Alvianpun terperanjat dan memegangi wajahnya yang terasa panas dan perih.Dara terus memandangi Alvian yang berlalu pergi ke arah cermin di kamar Dara."Shit! Aku lupa meminum obat," Alvian menghubungi Dokter pribadinya untuk datang ke rumah Dara."Ka-kamu kenapa Alvian?" tanya Dara gugup melihat kondisi Alvian yang mengerikan. Kemudian Alvian mendekati Dara dan duduk di sebelahnya."Aku alergi, makanya kulitku seperti ini," ucap Alvian, sembari mengusap kulit di lengannya yang mulai terasa gatal. Dara nampak memandangi Alvian dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Wajah Alvian merah, dengan bibir dan kelopak mata bengkak, seperti seorang yang disengat lebah."Alergi apa? aku carikan obat untukmu, ya!" tanya Dara heran sekaligus ada rasa khawatir. Ketika Dara hendak melangkahkan kaki, lengan Alvian mencegahnya."Sudah, tak apa. Sebentar lagi Dokterku akan datang. Aku alergi udang, kau ingat tadi aku makan dengan
"Apakah itu kamu? Pria Misteriusku?" ucapnya dengan suara lirih. Namun tiba-tiba mata Alvian terbuka lebar.Membuat Dara benar-benar terkejut dan tak berkutik."Jika memang benar itu aku, apakah Kau akan mencintaiku dan merindukanku seperti kau merindukan pria misteriusmu itu?" Alvian mengunci tatapan Dara, mereka saling pandang dalam jarak yang sangat dekat, jantung Dara berdegup kencang, membuat lidahnya terasa kaku."Apa buktinya jika itu anda?" tanya Dara serius.Alvian bangkit dari ranjang, kemudian membuka laci di nakas kamar Alvian, ia meraih sebuah lilin biru dan menyalakannya lalu diiletakkan di sudut meja di kamar Dara.Dara yang melihat Alvian melakukan hal tersebut, sangat shock dibuatnya, perlahan beringsut mundur ke sudut ranjang, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sembari memeluk tubuhnya sendiri, Dara sangat ketakutan.Alvian tak menghiraukan Dara yang ketakutan, yang ada di pikirannya saat ini adalah, Alvian ingin membuktikan bahwa dialah sosok yang selalu
"Bukankah, itu impianmu? bercinta di alam bebas seperti ini?" Alvian tersenyum lenbut."A-apa? jadi kau mengajakku kemari untuk itu?" Dara beringsut mundur karena merasa takut."Tidak, sayang. Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu! Aku hanya ingin bicara dari hati ke hati denganmu," Alvian memeluk Dara lembut, dan tidak ada penolakkan darinya.Dara mencoba percaya dengan apa yang diucapkan Alvian."Lebih baik kita duduk dulu di sana," Alvian mendudukkan Dara di tikar yang sudah disiapkan. Lilin biru menyala diatasnya, wanginya begitu menenangkan, menyatu dengan harum khas dari alam.Alvian membukakan minuman untuk Dara, "Beristirahatlah dulu, pasti kau lelah saat dalam perjalanan kesini," ucap Alvian yang kini duduk bersanding bersama Dara dengan santai, keduanya menatap ke arah Danau. Disana hanya ada mereka berdua, dan tanpa Dara ketahui, tempat itu merupakan salah satu asset milik Alvian.Keduanya larut dalam damainya nuansa alam, sehingga tidak ada yang mengeluarkan sepatah kat
"Kenapa melamun begitu Dara?" tanya Alvian membuyarkan lamunan Dara."Eh, nggak kok. Siapa yang melamun? Aku mau bersih-bersih dulu, Mas." Dara melenggang pergi ke kamar mandi.Ketika Dara hendak menutup pintu kamar mandi, Alvian menahan pintu tersebut."Hei, Mas. Apa yang kamu lakukan? tanganmu bisa terjepit pintu!" Suara Dara sedikit kencang karena terkejut dengan tingkah suaminya."Tunggu, Dara. Tolong bukakan pintunya ya!" Alvian mendorong sedikit lebih kencang, namun tidak sepenuh tenaganya, karena takut Dara terjatuh."Astaga, Mas. Kenapa sih kamu, Mas?" Sambil membuka pintu kamar mandi."Aku juga mau mandi, kita mandi bareng aja ya! Biar cepet," Sembari masuk ke kamar mandi tanpa permisi."Kyaaa, Hei tidak bisa!" pekik Dara.Dara mencoba mendorong Alvian keluar, namun usahanya sia-sia, malah Dara yang yang kini terjerembab dalam pelukannya, tanpa bisa melawan dan Alvian menyalakan shower air hangat, menambah keintiman keduanya. Mereka masih mengenakan pakaian lengkap yang kini
"Aaaaaa," Dara tercebur ke danau, terasa sesak, tubuhnya lemas, seakan ada sesuatu yang menariknya kebawah, kepalanya mulai terasa berat, terjerembab hampir ke dasar danau.Saat dirasa Dara benar-benar sesak, dan pasrah dengan keadannya saat ini, tiba-tiba muncul dalam ingatan Dara, saat itu Dara sedang menuju kantor Alvian, Dara berniat untuk membawakan bekal makan siang, namun ketika Dara memasuki ruangan Alvian yang sengaja tanpa permisi untuk memberikan kejutan, ternyata malah Dara yang diberi kejutan oleh Alvian. Bagaimana tidak? Dara melihat Alvian berpelukan dengan wanita lain.Dara menjatuhkan bekal untuk Alvian, sedangkan Dara berlari. Hingga sebuah mobil menubruk tubuh Dara yang menyebrang tanpa lihat arah, Dara begitu terpukul. Sekarang Dara mengingatnya. Namun, kenyataan membuatnya begitu sesak.byuuurTak lama saat Dara tercebur, tanpa berpikir panjang Alvian langsung menceburkan diri, ia tahu Dara tidak bisa berenang. Alvian berenang kebawah untuk menggapai lengan Dara,
"Baik, Ma! aku pergi, tapi aku tidak akan meninggalkan Dara. Aku tidak akan mengulangi hal bodoh itu sekali lagi. Asal mama tau, semua yang terjadi saat itu adalah salah paham!""Sekali penghianat tetap penghianat! Pergi!" Sembari menunjuk kearah pintu, sedangkan Barack menghampiri Elshiana yang sedang marah."Sudah, jangan marah-marah, jaga kesehatanmu, Els!" ucap Barack."Sebelum pergi, aku ingin memberi tahu bahwa perusahaan Red Galaxy resmi menjadi milikku, agar kalian tidak terkejut nantinya," Alvian pergi begitu saja menghiraukan kemarahan Barack dan Elshiana.Awalnya Alvian berjalan tegap, namun ketika hampir mendekati mobil langkahnya nampak gontai, saat ini Alvian sangat butuh melampiaskan kemarahannya.Alvian pergi ke kantornya Dara, begitu sampai ia langsung disambut hangat oleh Raisa."Al, kamu ngga bilang mau datang kesini?" ucap Raisa manja dan menyentuh dada bidang Alvian.Rahang Alvian mengeras nampak tak suka dengan perlakuan Raisa, dan menepisnya. Alvian begitu dingi