Share

Salsa Takut Hamil

 

"Sayang ...."

 

Salsa menyapa suaminya saat kembali ke peraduan.

 

"Iya, kenapa?" jawab Ikbal dengan suara yang lembut.

 

"Mmm ... gak apa-apa ...."

 

Salsa ragu, sementara matanya terus memerhatikan Ikbal. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya tentang apa yang dirasakan sang suami. Entah, apakah suaminya curiga atau jangan-jangan lelaki itu sedang menutupi perasaannya.

 

'Ah, seharusnya ketika semua sudah terlaksana, dan mas Ikbal melihat noda merah di sprey kami, itu sudah cukup untuk membuatnya percaya, lagipula Mas Ikbal terlihat begitu bahagia, lalu kenapa hatiku masih gelisah.' Salsa berucap dalam hati. Wanita itu merasakan kegamangan yang kian dahsyat menerpa jiwanya. 

 

"Kenapa sayang, kok mukanya gelisah gitu?" tanya Ikbal seraya mengapitkan rambut Salsa ke telinga kanannya. Lelaki itu menatap manik hitam sang istri dalam. 

 

"Enggak, Mas. Aku cuma bahagia aja karena akhirnya aku bisa menjadi istri kamu. Aku berharap, semoga rumah tangga kita selalu bahagia ke depannya."

 

Salsa membenamkan kepalanya di dada bidang Ikbal. Matanya kini menghangat, hatinya tak tenang karena telah mencurangi sang imam.

 

"Iya, sayang ... Aamiin, semoga kita juga cepat diberikan momongan biar makin bahagia, ya."

 

Dengan penuh kehangatan Ikbal mengecup pucuk kepala istrinya, kemudian ia mengelus-elus rambut Salsa penuh kasih sayang. 

 

*****

 

Hari ini , usia pernikahan Ikbal dan Salsa menginjak satu setengah bulan. Ikbal hendak mengajak istrinya liburan bulan madu ke puncak. Menggunungnya pekerjaan membuat bulan madu kedua pasangan itu tertunda. Sehingga, ketika pekerjaan mulai terasa ringan, Ikbal memutuskan untuk cuti dari kantornya.

 

Mendengar ajakan sang suami, Salsa bersemangat mengemas beberapa pakaian dan kebutuhan lain ke dalam koper, saking bahagianya wanita itu terus bersenandung ria, membayangkan indahnya berbulan madu dengan lelaki tercintanya.

 

Saat semua perlengkapan sudah dimasukan ke dalam mobil, tiba-tiba saja datang mobil sport berwarna putih lalu parkir di halaman rumahnya. Hati Salsa gusar, ia tahu sang empunya mobil adalah adik iparnya, Kiki. 

 

"Assalamualaikum, Bang," sapa Kiki pada kakaknya yang tengah bersiap-siap.

 

"Wa'alaikumsalam, eh kamu Ki, kok pulang dari Jerman gak bilang-bilang Abang sih, maaf ya Abang ga bisa ikut hadirin wisuda kamu kemarin, kerjaan Abang numpuk, bulan madu aja baru sempat nih," ucap Ikbal sembari tertawa, sehingga menampakkan barisan giginya.

 

"Iya gak apa-apa Bang, lagian ibu yang bilang katanya lo mau jalan-jalan ke puncak. Kebetulan banget, gue juga mau kesana, mau temu kangen teman lama," tuturnya, semetara kedua netranya mencuri-curi pandang ke arah Salsa yang tengah bersiap-siap.

 

Mendengar penuturan adik iparnya, raut wajah Salsa yang sebelumnya semringah kini berubah masam.

 

 

'Ngapain sih dia harus datang lagi?'

 

 

Salsa bersenandika, kekhawatiran besar melanda jiwanya jika melihat lelaki itu.

 

"Wah boleh kalau begitu, yuk bareng aja, biar gak banyak-banyak mobil," ajak Ikbal pada adiknya. Lelaki itu selalu senang jika sudah bertemu dengan Kiki. 

 

"Jangan, Mas ...." Salsa menyergah.

 

Sontak Ikbal menoleh ke arah istrinya, lelaki itu menatap heran atas penolakan Salsa. Sementara Salsa nampak salah tingkah karena panik. Namun, wanita itu segera menguasai keadaan agar suaminya tak curiga. 

 

"Jangan mas, kan kita mau bulan madu, masa mau ada orang lain sih di antara kita."

 

Salsa menutupi kegundahan hatinya dengan bermanja-manja. Ia tahu, hal buruk pasti akan terjadi lagi jika adik iparnya ikut serta.

 

"Oh, ya udah ... gue mau bulan madu sama istri gue, lo bawa mobil sendiri aja ya, biar gampang nanti kalau mau pulang kapan aja, sorry."

 

Setelah berpikir, Ikbal menuruti kemauan istrinya untuk menolak satu mobil dengan sang adik. 

 

Sementara itu, Kiki justru diam-diam tersenyum melihat wajah ketakutan kakak iparnya. Semakin wanita itu gundah, semakin Kiki ingin mendekatinya. 

 

"Santai lah Bang, gue kan ga minta bareng lo, gue juga faham kok kalian mau ehem-ehem," ucap Kiki sambil tertawa cekikikan. Lelaki itu mengangkat kedua alisnya saat beradu pandang dengan Salsa. 

 

Melihat kelakuan sok polos adik iparnya, sungguh membuat Salsa jijik, ucapannya terdengar seperti ejekan yang melucuti harga dirinya.

 

"Ya sudah, kita berangkat duluan, ya."

 

Ikbal dan Salsa memasuki mobil. Kendaraan bergerak menuju tempat yang hendak disinggahinya. 

 

Namun, baru setengah perjalanan, Salsa sudah mengeluh lelah, wajahnya pun nampak pucat.

 

 

Wanita itupun merasa pusing, perutnya terasa di obok-obok, ia ingin muntah, tetapi tak ada yang keluar dari rongga mulutnya. Entah, padahal biasanya ia tak pernah mabuk di perjalanan.

 

"Kamu kenapa sayang?" tanya Ikbal saat melihat istrinya tengah menahan sakit.

 

"Aku kayaknya masuk angin deh, Mas. Badanku juga jadi meriang gini," tutur Salsa sembari memijat keningnya. Sesekali ia menahan gejolak hebat dari perut sehingga ingin memuntahkannya. 

 

"Apa perlu ke klinik dulu, sayang?" tanya Ikbal, ia menghentikan laju mobilnya sebab khawatir pada sang istri.

 

"Gak usah, Mas. Biar aku coba beli obat pereda masuk angin dulu aja di minimarket ya," jawab Salsa, kebetulan mobil mereka berhenti tak jauh dari minimarket.

 

"Ya udah, aku beliin dulu." Ikbal hendak membuka sabuk pengaman, tetapi dihentikan oleh Salsa. 

 

"Gak usah, biar aku sendiri aja, Mas. Lagi pula aku pengen ke toilet," cegah Salsa. 

 

Melihat wajah pucat sang istri, Ikbal kemudian menganggukkan kepala tanda setuju. 

 

Dengan langkah gontai, Salsa memasuki minimarket, ia meminta izin untuk ke toilet karena rasa tak nyaman di perutnya. Setelah mengeluarkan semua penyebab mual, Salsa membeli dua buah tolak angin untuk meredakan meriangnya. 

 

Saat wanita itu hendak keluar dari minimarket, tiba-tiba saja ia teringat kalau bulan ini belum datang bulan, biasanya Salsa selalu datang bulan tepat waktu. Kini, hatinya semakin gusar, terlebih saat mengingat kejadian waktu. 

 

'Oh Tuhan, bagaimana ini?'

 

Mata Salsa terbelalak, jika gejala yang dirasakan adalah tanda kehamilan, apakah mungkin kini dirinya tengah mengandung anak Kiki? 

 

Wanita berhijab pink itu bergegas kembali masuk ke minimarket, kemudian diam-diam ia membeli tespek, Salsa ingin mengecek kondisi sebenarnya agar tenang. 

 

Setelah membayar, Salsa menyembunyikan tespek di kantong plastik paling dalam agar tak ketakutan suaminya. Sebelum pergi, ia berdiri sejenak di depan pintu untuk menguatkan diri. 

 

'Semoga saja setelah aku cek nanti hasilnya negatif, aku gak mau kalau sampai hamil, kalau benar aku hamil, aku pun gak tahu anak di rahimku ini anak siapa."

 

Salsa bergumam dalam hati, netranya kembali menghangat membayangkan kejadian buruk yang mungkin akan menimpanya. Wanita itu yakin Kiki tak akan tinggal diam jika tahu dirinya hamil. 

 

"Sayang ...."

 

Suara Ikbal mengejutkan Salsa yang tengah melamun. Entah sejak kapan suaminya itu berdiri di hadapannya. 

 

Saking terkejutnya, plastik putih berlogo minimarket berisi tespek itu terjatuh dari tangan Salsa. Ujung bungkusnya terlihat jelas karena keluar dari kantong.

 

Melihat benda yang disembunyikannya nampak, Salsa segera mengambilnya sebelum ketahuan oleh sang suami. Namun sayang, ia kalah cepat oleh Ikbal.

 

"Kamu beli apa sayang?" tanya Ikbal sambil mengeluarkan benda di dalam kantong plastik putih berlogo itu. Matanya seketika membulat melihat benda berbungkus kertas biru.

 

"Eee ... aku ...." Salsa sangat gugup. 

 

"Kamu beli tespek, sayang?" tanya Ikbal yang melihat benda tersembunyi. Lelaki itu menatap sang istri penuh selidik.

 

'Duh gimana ini, gimana caranya jelasin sama Mas Ikbal tentang tespek itu?'

 

 

Salsa bergumam dalam hati. Wajahnya pias menahan gundah, pikirannya kalut untuk mencari-cari alasan yang tepat pada suaminya.

 

"Salsa, apa yang kamu beli?" tanya Ikbal dengan suara sedikit meninggi.

 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status